Pelantikan Anggota BPK Semestinya Tunggu Putusan PTUN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik pemilihan Anggota BPK RI masih terus bergulir. Keputusan DPR mengajukan pejabat di Ditjen Bea dan Cukai Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai calon anggota BPK untuk dilantik oleh Presiden digugat elemen masyarakat sipil ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) .
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mengatakan, pengesahan atau pelantikan tersebut sudah seharusnya menunggu putusan PTUN. "Karena apa? karena kita ini negara hukum, jadi harus menghormati apapun keputusan pengadilan PTUN nanti. Cuma memang saya lihat lebih banyak ke arah politiknya. Jadi DPR berpikir, pokoknya dilantik dulu, untuk urusan menang kalah itu urusan nanti," kata Trubus, Sabtu (23/10/2021).
Jika pelantikan tetap dilakukan, menurutnya, maka hal tersebut sama saja memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat. "DPR itu harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. DPR bukan hanya mewakili masyarakat tapi juga harus kredibel dan kredibilitas untuk menempatkan persoalan-persoalan keberatan masyarakat sebagai sebuah pertimbangan pengambilan keputusannya," katanya.
Baca juga: DPR Rapat Paripurna Pengesahan Calon Anggota BPK RI hingga RUU MLA RI-Rusia
Idealnya, kata Trubus, kalau para politisi di DPR taat pada peraturan, sudah semestinya pengajuan ditunda dulu. "Kalau ada gugatan dari pihak lain berarti ada something wrong. Harusnya hal ini menjadi pertimbangan utama bagi DPR, Presiden juga harusnya merespons tentang keberatan keberatan itu. Tapi, kalau liat situasinya sih, memang politiknya lebih dikedepankan dari proses hukumnya," ujarnya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus berpendapat senada. Pengangkatan anggota BPK harus lah taat hukum. Apalagi, BPK adalah lembaga yang mengemban misi terkait tugas penegakan hukum di bidang audit. Menurutnya, peristiwa ini membuktikan, DPR tidak aspiratif terhadap suara masyarakat, terutama membangun pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
"Dalam banyak peristiwa justru DPR RI menjadi sumber masalah, khususnya terkait dengan fungsi legislasi, termasuk wewenang memilih pejabat publik. Jika saja DPR RI terdiri dari sosok-sosok negarawan pilihan rakyat, mestinya negeri ini tidak banyak dirundung masalah dalam tata keloka pemerintahan. Terutama penegakan hukum yang semakin lama melenceng jauh dari cita-cita reformasi dan rasa keadilan publik," katanya kepada wartawan.
Baca juga: BPK RI Pastikan Atensi Perampungan Audit PKN RS Batua
Reaksi publik yang resisten, hingga gugatan ke PTUN Jakarta, kata Petrus, menjadi bukti pengabaian aspirasi publik. Juga melanggar UU BPK RI yang dibuat sendiri oleh DPR RI.
"Ironisnya meskipun diprotes banyak pihak dari berbagai kalangan, DPR seakan akan menutup mata dan telinga. Sehingga tetap menyertakan dua calon yang tidak layak bahkan tidak memenuhi syarat pencalonan sesuai ketentuan pasal 13 huruf J Undang-Undang tentang BPK RI," ujarnya.
Ia pun berharap Presiden Jokowi tidak sekedar tukang stempel DPR melainkan harus dengan tegas menolak melantik dengan alsan ada pelanggaran hukum yang serius dilakukan oleh DPR RI.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Margarito Kamis meminta Komisi XI DPR RI mencoret calon Anggota BPK yang tidak memenuhi persyaratan. Menurutnya, bahkan ada dua nama yang dinilai tidak memenuhi syarat dan seharusnya dicoret. "Tidak ada ilmu hukum yang bisa dipakai bagi orang yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota BPK," kata Margarito beberapa waktu lalu.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mengatakan, pengesahan atau pelantikan tersebut sudah seharusnya menunggu putusan PTUN. "Karena apa? karena kita ini negara hukum, jadi harus menghormati apapun keputusan pengadilan PTUN nanti. Cuma memang saya lihat lebih banyak ke arah politiknya. Jadi DPR berpikir, pokoknya dilantik dulu, untuk urusan menang kalah itu urusan nanti," kata Trubus, Sabtu (23/10/2021).
Jika pelantikan tetap dilakukan, menurutnya, maka hal tersebut sama saja memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat. "DPR itu harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. DPR bukan hanya mewakili masyarakat tapi juga harus kredibel dan kredibilitas untuk menempatkan persoalan-persoalan keberatan masyarakat sebagai sebuah pertimbangan pengambilan keputusannya," katanya.
Baca juga: DPR Rapat Paripurna Pengesahan Calon Anggota BPK RI hingga RUU MLA RI-Rusia
Idealnya, kata Trubus, kalau para politisi di DPR taat pada peraturan, sudah semestinya pengajuan ditunda dulu. "Kalau ada gugatan dari pihak lain berarti ada something wrong. Harusnya hal ini menjadi pertimbangan utama bagi DPR, Presiden juga harusnya merespons tentang keberatan keberatan itu. Tapi, kalau liat situasinya sih, memang politiknya lebih dikedepankan dari proses hukumnya," ujarnya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus berpendapat senada. Pengangkatan anggota BPK harus lah taat hukum. Apalagi, BPK adalah lembaga yang mengemban misi terkait tugas penegakan hukum di bidang audit. Menurutnya, peristiwa ini membuktikan, DPR tidak aspiratif terhadap suara masyarakat, terutama membangun pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
"Dalam banyak peristiwa justru DPR RI menjadi sumber masalah, khususnya terkait dengan fungsi legislasi, termasuk wewenang memilih pejabat publik. Jika saja DPR RI terdiri dari sosok-sosok negarawan pilihan rakyat, mestinya negeri ini tidak banyak dirundung masalah dalam tata keloka pemerintahan. Terutama penegakan hukum yang semakin lama melenceng jauh dari cita-cita reformasi dan rasa keadilan publik," katanya kepada wartawan.
Baca juga: BPK RI Pastikan Atensi Perampungan Audit PKN RS Batua
Reaksi publik yang resisten, hingga gugatan ke PTUN Jakarta, kata Petrus, menjadi bukti pengabaian aspirasi publik. Juga melanggar UU BPK RI yang dibuat sendiri oleh DPR RI.
"Ironisnya meskipun diprotes banyak pihak dari berbagai kalangan, DPR seakan akan menutup mata dan telinga. Sehingga tetap menyertakan dua calon yang tidak layak bahkan tidak memenuhi syarat pencalonan sesuai ketentuan pasal 13 huruf J Undang-Undang tentang BPK RI," ujarnya.
Ia pun berharap Presiden Jokowi tidak sekedar tukang stempel DPR melainkan harus dengan tegas menolak melantik dengan alsan ada pelanggaran hukum yang serius dilakukan oleh DPR RI.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Margarito Kamis meminta Komisi XI DPR RI mencoret calon Anggota BPK yang tidak memenuhi persyaratan. Menurutnya, bahkan ada dua nama yang dinilai tidak memenuhi syarat dan seharusnya dicoret. "Tidak ada ilmu hukum yang bisa dipakai bagi orang yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota BPK," kata Margarito beberapa waktu lalu.