DPR Bisa Copot Pejabat Negara, Jimly Bilang Ini Sudah Kelewatan
loading...

Keputusan DPR yang memperluas kewenangan untuk mengevaluasi pejabat negara hasil fit and proper test yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna menuai kritik. Foto/Arif Julianto
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengkritik keputusan DPR yang memperluas kewenangan untuk mengevaluasi pejabat negara hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna . Jimly justru berpandangan, sebaiknya keterlibatan DPR dalam memilih dan melakukan rekrutmen pejabat publik dievaluasi total.
Hal ini dianggapnya penting agar DPR bisa produktif menjalankan tiga tugas utamanya yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. "Keterlibatan DPR sekarang sudah kebablasan dengan menafsirkan seakan fit and proper test dan lain-lain itu variasi dari fungsi pengawasan," kata Jimly, Rabu (5/2/2025).
Kritik Jimly merujuk pada revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) yang telah disetujui dalam rapat paripurna, Selasa (4/2/2025). Lewat revisi tersebut, DPR akan melakukan evaluasi secara berkala terhadap pejabat negara yang mereka pilih. Aturan itu tertuang dalam Pasal 228A ayat (2).
Baca juga: Tatib Direvisi, DPR Bisa Copot Kapolri, Panglima TNI, hingga Pimpinan KPK
Jimly yang juga merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengungkapkan beberapa akibat buruk dari keterlibatan DPR untuk hal ini. Pertama, waktu dan sumber daya terkurang sehingga tugas pokok terbengkalai.
"Produk legislasi makin sedikit. Patrisipasi bermakna dari publik juga terus berkurang. Yang lebih buruk lagi adalah semua lembaga publik yang mestinya independen terus mengalami politisasi," ujarnya.
Apalagi, kata dia, jika diteruskan dengan tambahan kewenangan untuk mengevaluasi dan me-recall pejabat-pejabat yang bersangkutan. "Makin rusak independensinya dan politik semakin menjadi panglima di segala bidang, demokrasi pun hanya formalistik dengan hanya mengandalkan kekuatan mayoritas suara yang belum tentu benar dan adil,” ujarnya.
“Check and balance makin lemah. Akibatnya indeks kualitas demokrasi and negara hukum akan terus merosot," sambungnya.
Jimly pun membeberkan jumlah data pejabat yang dipilih di DPR kini sebanyak 1.787 orang dari 36 lembaga atau komisi negara. "Ini sudah kelewatan. Yang ada di UUD cuma 7 lembaga saja. Yang dipilih oleh DPR hanya 3 orang untuk MK, sedangkan yang ke 6 lembaga lainnya cukup right to confirm oleh DPR dari yang diajukan kepadanya dengan keputusan setuju atau tidakk setuju, sesudah ditetapkan semua independen, tidak boleh lagi diintervensi apalagi direcall," pungkasnya.
Hal ini dianggapnya penting agar DPR bisa produktif menjalankan tiga tugas utamanya yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. "Keterlibatan DPR sekarang sudah kebablasan dengan menafsirkan seakan fit and proper test dan lain-lain itu variasi dari fungsi pengawasan," kata Jimly, Rabu (5/2/2025).
Kritik Jimly merujuk pada revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) yang telah disetujui dalam rapat paripurna, Selasa (4/2/2025). Lewat revisi tersebut, DPR akan melakukan evaluasi secara berkala terhadap pejabat negara yang mereka pilih. Aturan itu tertuang dalam Pasal 228A ayat (2).
Baca juga: Tatib Direvisi, DPR Bisa Copot Kapolri, Panglima TNI, hingga Pimpinan KPK
Jimly yang juga merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengungkapkan beberapa akibat buruk dari keterlibatan DPR untuk hal ini. Pertama, waktu dan sumber daya terkurang sehingga tugas pokok terbengkalai.
"Produk legislasi makin sedikit. Patrisipasi bermakna dari publik juga terus berkurang. Yang lebih buruk lagi adalah semua lembaga publik yang mestinya independen terus mengalami politisasi," ujarnya.
Apalagi, kata dia, jika diteruskan dengan tambahan kewenangan untuk mengevaluasi dan me-recall pejabat-pejabat yang bersangkutan. "Makin rusak independensinya dan politik semakin menjadi panglima di segala bidang, demokrasi pun hanya formalistik dengan hanya mengandalkan kekuatan mayoritas suara yang belum tentu benar dan adil,” ujarnya.
“Check and balance makin lemah. Akibatnya indeks kualitas demokrasi and negara hukum akan terus merosot," sambungnya.
Jimly pun membeberkan jumlah data pejabat yang dipilih di DPR kini sebanyak 1.787 orang dari 36 lembaga atau komisi negara. "Ini sudah kelewatan. Yang ada di UUD cuma 7 lembaga saja. Yang dipilih oleh DPR hanya 3 orang untuk MK, sedangkan yang ke 6 lembaga lainnya cukup right to confirm oleh DPR dari yang diajukan kepadanya dengan keputusan setuju atau tidakk setuju, sesudah ditetapkan semua independen, tidak boleh lagi diintervensi apalagi direcall," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :