Marwan Jafar: WHO Harus Transparan soal Pandemi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejak pandemi virus Corona (Covid-19) melanda hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia pada awal 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai menjadi objek perbincangan masyarakat internasional.
Perbincangan dalam konteks penanganan nasib kaum buruh migran yang secara organisasi ditangani oleh ILO yang sama-sama di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Organisasi yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional PBB dan bermarkas di Jenewa,Swiss ini menuai kritik pedas terkait penanganan kaum buruh migran yang terdampak pandemi Covid-19 di zona merah.
Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Jafar mengatakan, WHO perlu memberikan penjelasan kepada negara dan rakyat Indonesia secara terbuka, jujur dan penuh tanggung jawab dalam sebuah forum di parlemen Indonesia terkait beberapa isu kontroversial dan krusial.
Isu krusial yang dimaksud adalah pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkan, baik sosial, ekonomi dan resistensi keamanan dan turbulansi politik. "Ini perlu agar keberadaan WHO kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat internasional, khususnya dari negara-negara anggota PBB," ujar Marwan Jafar dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (2/6/2020).
Menurut Koordinator Independent Community for Peace and Hummanity ini, beberapa isu kontroversial dan krusial yang harus segera mendapatkan klarifikasi dari WHO antara lain, pertama, WHO perlu memberi penjelasan secara detail penanganan nasib kaum buruh migran yang terdampak Covid-19 maupun strategi penyelesaian dan solusi pasca pandemi agar mereka dapat bekerja kembali.
Data ILO, sebanyak 3,8 juta - 4 juta buruh migran Indonesia bekerja di luar negeri. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pekerja rumah tangga. Tujuan mereka masih ke negara-negara seperti Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Arab Saudi.
Sebanyak 94.064 tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja di Malaysia, Taiwan ada 59.367, Hong Kong sebanyak 36.135, Singapura mencapai 32.394, dan Saudi Arabia yakni 27.859. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, sebagaimana pernyataan AY Bonasahat, Koordinator Proyek Nasional ILO.
Kelompok rentan ini, kata Marwan, harus mendapat perhatian ekstra dari negara. Karena, data dari Dana Kependudukan PBB (UNFPA) untuk Indonesia melalui UNFPA Representative, seperti pernyataan Jose Ferrari, Indonesia menempati peringkat ke-2 sebagai negara yang paling banyak terjadi perdagangan manusia. Sekitar 70 persen korban perdagangan manusia berawal dari pengiriman TKI ilegal ke luar negeri. ( )
Data terakhir menunjukkan, sebanyak 90,3 persen dari korban trafficking adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, 23,6 persennya adalah anak-anak yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan.
Perbincangan dalam konteks penanganan nasib kaum buruh migran yang secara organisasi ditangani oleh ILO yang sama-sama di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Organisasi yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional PBB dan bermarkas di Jenewa,Swiss ini menuai kritik pedas terkait penanganan kaum buruh migran yang terdampak pandemi Covid-19 di zona merah.
Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Jafar mengatakan, WHO perlu memberikan penjelasan kepada negara dan rakyat Indonesia secara terbuka, jujur dan penuh tanggung jawab dalam sebuah forum di parlemen Indonesia terkait beberapa isu kontroversial dan krusial.
Isu krusial yang dimaksud adalah pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkan, baik sosial, ekonomi dan resistensi keamanan dan turbulansi politik. "Ini perlu agar keberadaan WHO kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat internasional, khususnya dari negara-negara anggota PBB," ujar Marwan Jafar dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (2/6/2020).
Menurut Koordinator Independent Community for Peace and Hummanity ini, beberapa isu kontroversial dan krusial yang harus segera mendapatkan klarifikasi dari WHO antara lain, pertama, WHO perlu memberi penjelasan secara detail penanganan nasib kaum buruh migran yang terdampak Covid-19 maupun strategi penyelesaian dan solusi pasca pandemi agar mereka dapat bekerja kembali.
Data ILO, sebanyak 3,8 juta - 4 juta buruh migran Indonesia bekerja di luar negeri. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pekerja rumah tangga. Tujuan mereka masih ke negara-negara seperti Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Arab Saudi.
Sebanyak 94.064 tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja di Malaysia, Taiwan ada 59.367, Hong Kong sebanyak 36.135, Singapura mencapai 32.394, dan Saudi Arabia yakni 27.859. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, sebagaimana pernyataan AY Bonasahat, Koordinator Proyek Nasional ILO.
Kelompok rentan ini, kata Marwan, harus mendapat perhatian ekstra dari negara. Karena, data dari Dana Kependudukan PBB (UNFPA) untuk Indonesia melalui UNFPA Representative, seperti pernyataan Jose Ferrari, Indonesia menempati peringkat ke-2 sebagai negara yang paling banyak terjadi perdagangan manusia. Sekitar 70 persen korban perdagangan manusia berawal dari pengiriman TKI ilegal ke luar negeri. ( )
Data terakhir menunjukkan, sebanyak 90,3 persen dari korban trafficking adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, 23,6 persennya adalah anak-anak yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan.