Kehilangan Rp44 Triliun di 2020, Pelaku Usaha Pameran Siap Bangkit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana membuka izin kegiatan berskala besar seperti konser musik dan pameran di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1 dan 2 menjadi angin segar buat para pelaku usaha. Namun pelaksanaannya tetap harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan karena Covid-19 belum sepenuhnya hilang.
Antusiasme pelaku usaha ini wajar mengingat sudah hampir dua tahun aktivitas yang melibatkan banyak pengunjung ini terhenti karena pandemi. Sepanjang tahun lalu, data yang dihimpun Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) menyebutkan, industri ini kehilangan Rp44 triliun akibat ditundanya berbagai event besar, termasuk kegiatan meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE).
Kendati sudah ada lampu hijau dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga saat ini Asperapi masih menunggu keputusan resmi dan kesepakatan bersama lintas kementerian/lembaga untuk segera memulai aktivitas yang melibatkan banyak pemangku kepentingan tersebut.
“Kami menyambut baik sinyal positif yang diberikan pemerintah. Namun Asperapi masih wait and see untuk memulai kegiatan karena pengumuman baru dilakukan satu kementerian,” ujar Ketua Umum Asperapi Hosea Andreas Runkat kepada KORAN SINDO, kemarin.
Menurutnya, di masa Covid-19 biasanya pengumuman yang menyangkut keputusan besar kerap kali melibatkan beberapa kementerian/lembaga. Seperti Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Asperapi, menurut dia, berharap ada keputusan yang bulat dari pemerintah mengenai penyelenggaraan kegiatan berskala besar. Alasannya, Andreas mengkhawatirkan, jangan sampai ketika akan memulai kegiatan ternyata masih menemui hambatan, misalnya perizinan.
“Ini sudah beberapa kali terjadi. Kadang meskipun yang sudah ada koordinasi masih ada kendalanya,” ucapnya.
Andreas menyatakan pelaku MICE sudah siap menjalankan usahanya lagi. Apalagi mereka telah mendapatkan sosialisasi, pelatihan, simulasi, dan sertifikasi mengenai protokol kesehatan (prokes) Covid-19 selama setahun belakangan ini. Dia meminta pemerintah segera memberikan kesempatan kepada sektor MICE untuk menjalankan bisnisnya kembali.
“Hanya saja kapan diberi kesempatan untuk ini, untuk kita membuktikan apa yang sudah diterapkan dan dipelajari? Kalau industri, siap kok. Ya tinggal dikasih lampu hijau, semua jalan. Sampai saat ini kita terbelenggu masalah perizinan. Kenapa perizinan belum keluar? Karena dari pusat belum ada arahan untuk dibuka,” katanya.
Asperapi mendesak pemerintah untuk adil dalam mengeluarkan kebijakan. Beberapa kegiatan atau pusat keramaian seperti mal dan bioskop sudah dibuka. Asperapi pun menginginkan hal yang sama.
“Kami (minta) dibuka kesempatan untuk berpameran, konser, dan konferensi supaya kami mendapatkan pemasukan. UMKM bergerak. Dalam satu event keterlibatan bisa berapa ribu, puluhan, atau ratusan ribu orang terkait,” tegasnya.
Andreas mengungkapkan sebenarnya jauh-jauh harus sudah ada pembahasan dengan pemerintah, terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), untuk kembali membuka industri MICE. Namun praktiknya di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Dia memastikan pelaku usaha siap mengikuti aturan dan prokes yang dipersyaratkan untuk menggelar MICE.
Dia mengakui sejumlah prokes akan membuat biaya penyelenggaraan sebuah acara bertambah. Namun itu tak masalah asal perizinan untuk berusaha dibuka kembali.
“Prokes di situ ada banyak, misalnya alat cuci tangan, hand sanitizer, masker, penyemprot ruangan, dan segala macam. Itu semua cost. Mau enggak mau (kami penuhi), tetapi kondisi seperti itu harus kami jalankan,” sebutnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan akan memberikan lampu hijau untuk penyelenggaraan kegiatan berskala besar demi menggerakkan kembali perekonomian. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang wajib diterapkan guna menghindari penularan Covid-19. Mulai dari sebelum pelaksanaan kegiatan, saat kegiatan hingga pascakegiatan atau acara (selengkapnya lihat infografis).
Mengenai rencana pembukaan aktivitas pameran dan konser atau festival, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Baparekraf Rizki Handayani Mustafa mengatakan, untuk dapat menyelenggarakan konser ataupun festival harus dilihat status zona wilayahnya. Saat ini yang baru diizinkan hanya wilayah dengan status PPKM Level 1 dan 2. Adapun untuk zona merah masih dilarang untuk penyelenggaraan.
“Pertimbangannya tergantung zona wilayah dan satgas daerah setempat. Yang menentukan adalah pemda, boleh atau tidak diadakan konser dan pameran, bukan kami,” ujar dia.
Kemenparekraf, menurut dia, mendukung event berskala nasional dengan cara membantu melakukan pertemuan dengan satgas dan kepolisian. Pada tahapan ini penyelenggara harus melakukan presentasi penyelenggaraan event dalam hal penerapan prokes.
“Jadi salah satu aspek untuk dapat izin adalah bisa mempresentasikan penyelenggaraan sesuai prokes, itu penting sekali,” katanya.
Dalam segala status zona apa pun, menurut dia, sangat penting menerapkan protokol kesehatan (prokes) dalam setiap kegiatan. Panduan penyelenggaraannya sudah diatur dalam Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Misalnya, kata dia, penentuan kapasitas penonton mulai dari 25–50% yang dibolehkan itu tergantung pada situasi di wilayah tempat digelarnya kegiatan. Kemudian penyelenggara juga harus membuat mitigasi untuk penerapan prokesnya. Demikian pula aturan untuk seluruh pengisi acara, vendor, dan penonton.
Dia menambahkan, yang perlu dipahami bersama adalah dalam pelaksanaan kegiatan pertunjukan saat ini dan ke depan tidak bisa kembali seperti sebelum Covid-19 karena adanya pandemi. Karena itu diperlukan kerja sama banyak pihak untuk memahami dan menerapkan aturan yang ada. Menurutnya, penyelenggara acara besar semua paham risiko sehingga meminta adanya tes swab antigen sebelum acara untuk menghindari risiko lebih besar.
“Misal seluruh yang masuk ke area kegiatan wajib tes swab atau minimal tes antigen. Dalam aturan CHSE itu wajib. Kemudian dilihat kalau ada yang positif kemudian ditempatkan berbeda dan tindak lanjut PCR serta tidak boleh masuk area,” tegasnya.
Mengenai pengawasan, menurut Rizky, kewenangan tersebut tidak ada di Kemenparekraf. Biasanya untuk pengawasan ketika acara berlangsung dilakukan oleh sebuah konsultan yang dipekerjakan oleh penyelenggara.
Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani menyatakan, sebenarnya pelaku industri perhotelan dan restoran sudah sangat siap jika pemerintah kembali memberikan izin penyelenggaraan kegiatan berskala besar.
Bahkan, kata Hariyadi, selama ini pelaku industri perhotelan dan restoran juga telah mematuhi dan melaksanakan prokes secara ketat dan disiplin, baik pengelola, pegawai maupun para pengunjung/konsumen yang datang.
Hanya saja, menurut dia, yang belum terlalu siap adalah kebijakan umum pemerintah seperti vaksinasi, testing, dan tracing. "Kalau kita sudah sangat siap. Yang membuat kita agak mengerem itu kan kalau berkaitan dengan kebijakan umum pemerintah tadi, ya kaitannya sama vaksinnya, tracing-nya, dan aplikasi PeduliLindungi juga baru mulai diwajibkan dipakai. Jadi dari kita sebagai venue dari kapan-kapan juga sudah siap," tegas Hariyadi saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Sabtu (2/10).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu sepakat bahwa kebijakan pemerintah memberikan izin penyelenggaraan kegiatan berskala besar bisa membuat ekonomi bergeliat dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Para pelaku industri bisa membuka dan menyelenggarakan event besar tentu dengan persiapan yang bagus dan matang. Lebih dari itu Hariyadi menyarankan agar pemerintah juga mendorong peningkatan pelaksanaan vaksinasi dan testing di setiap daerah.Dari sisi tracing, pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi juga harus benar-benar diperhatikan pemerintah dari sisi kualitasnya.
"Pemerintah juga harus memperbaiki dan meningkatkan kualitas aplikasi PeduliLindungi, kan sering error juga. Karena banyak komplain, kadang-kadang aplikasi itu ngedrop. Sebaiknya itu diantisipasi. Karena kalau event besar, kalau sampai ngedrop, kita yang di lapangan pusing. Orang bisa antre panjang saat masuk, itu kan bisa jadi masalah juga," ujarnya.
Hariyadi membeberkan, ada beberapa aspek kesiapan yang telah dan terus dilaksanakan industri perhotelan dan restoran. Pertama, dari sisi sumber daya manusia, yakni personel atau karyawan disertai penerapan prokes secara berkesinambungan. Kedua, penerapan dan pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi, tes antigen, dan penerapan prokes secara konsisten.
Bahkan dia mengklaim, untuk pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi sebenarnya PHRI termasuk pihak yang pertama kali mengusulkan penggunaan aplikasi tersebut kepada Kementerian Kominfo.
“IT head-nya saya kenal itu. Jadi awal itu kita dukung, kira-kira sejak bulan Juli 2020. Waktu kita bilang, tracing akan efektif kalau semuanya menggunakan satu aplikasi yang sama, begitu loh. Jadi ketika pemerintah apa, oke kita langsung jalan," ucap dia.
Antusiasme pelaku usaha ini wajar mengingat sudah hampir dua tahun aktivitas yang melibatkan banyak pengunjung ini terhenti karena pandemi. Sepanjang tahun lalu, data yang dihimpun Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) menyebutkan, industri ini kehilangan Rp44 triliun akibat ditundanya berbagai event besar, termasuk kegiatan meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE).
Kendati sudah ada lampu hijau dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga saat ini Asperapi masih menunggu keputusan resmi dan kesepakatan bersama lintas kementerian/lembaga untuk segera memulai aktivitas yang melibatkan banyak pemangku kepentingan tersebut.
“Kami menyambut baik sinyal positif yang diberikan pemerintah. Namun Asperapi masih wait and see untuk memulai kegiatan karena pengumuman baru dilakukan satu kementerian,” ujar Ketua Umum Asperapi Hosea Andreas Runkat kepada KORAN SINDO, kemarin.
Menurutnya, di masa Covid-19 biasanya pengumuman yang menyangkut keputusan besar kerap kali melibatkan beberapa kementerian/lembaga. Seperti Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Asperapi, menurut dia, berharap ada keputusan yang bulat dari pemerintah mengenai penyelenggaraan kegiatan berskala besar. Alasannya, Andreas mengkhawatirkan, jangan sampai ketika akan memulai kegiatan ternyata masih menemui hambatan, misalnya perizinan.
“Ini sudah beberapa kali terjadi. Kadang meskipun yang sudah ada koordinasi masih ada kendalanya,” ucapnya.
Andreas menyatakan pelaku MICE sudah siap menjalankan usahanya lagi. Apalagi mereka telah mendapatkan sosialisasi, pelatihan, simulasi, dan sertifikasi mengenai protokol kesehatan (prokes) Covid-19 selama setahun belakangan ini. Dia meminta pemerintah segera memberikan kesempatan kepada sektor MICE untuk menjalankan bisnisnya kembali.
“Hanya saja kapan diberi kesempatan untuk ini, untuk kita membuktikan apa yang sudah diterapkan dan dipelajari? Kalau industri, siap kok. Ya tinggal dikasih lampu hijau, semua jalan. Sampai saat ini kita terbelenggu masalah perizinan. Kenapa perizinan belum keluar? Karena dari pusat belum ada arahan untuk dibuka,” katanya.
Asperapi mendesak pemerintah untuk adil dalam mengeluarkan kebijakan. Beberapa kegiatan atau pusat keramaian seperti mal dan bioskop sudah dibuka. Asperapi pun menginginkan hal yang sama.
“Kami (minta) dibuka kesempatan untuk berpameran, konser, dan konferensi supaya kami mendapatkan pemasukan. UMKM bergerak. Dalam satu event keterlibatan bisa berapa ribu, puluhan, atau ratusan ribu orang terkait,” tegasnya.
Andreas mengungkapkan sebenarnya jauh-jauh harus sudah ada pembahasan dengan pemerintah, terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), untuk kembali membuka industri MICE. Namun praktiknya di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Dia memastikan pelaku usaha siap mengikuti aturan dan prokes yang dipersyaratkan untuk menggelar MICE.
Dia mengakui sejumlah prokes akan membuat biaya penyelenggaraan sebuah acara bertambah. Namun itu tak masalah asal perizinan untuk berusaha dibuka kembali.
“Prokes di situ ada banyak, misalnya alat cuci tangan, hand sanitizer, masker, penyemprot ruangan, dan segala macam. Itu semua cost. Mau enggak mau (kami penuhi), tetapi kondisi seperti itu harus kami jalankan,” sebutnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan akan memberikan lampu hijau untuk penyelenggaraan kegiatan berskala besar demi menggerakkan kembali perekonomian. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang wajib diterapkan guna menghindari penularan Covid-19. Mulai dari sebelum pelaksanaan kegiatan, saat kegiatan hingga pascakegiatan atau acara (selengkapnya lihat infografis).
Mengenai rencana pembukaan aktivitas pameran dan konser atau festival, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Baparekraf Rizki Handayani Mustafa mengatakan, untuk dapat menyelenggarakan konser ataupun festival harus dilihat status zona wilayahnya. Saat ini yang baru diizinkan hanya wilayah dengan status PPKM Level 1 dan 2. Adapun untuk zona merah masih dilarang untuk penyelenggaraan.
“Pertimbangannya tergantung zona wilayah dan satgas daerah setempat. Yang menentukan adalah pemda, boleh atau tidak diadakan konser dan pameran, bukan kami,” ujar dia.
Kemenparekraf, menurut dia, mendukung event berskala nasional dengan cara membantu melakukan pertemuan dengan satgas dan kepolisian. Pada tahapan ini penyelenggara harus melakukan presentasi penyelenggaraan event dalam hal penerapan prokes.
“Jadi salah satu aspek untuk dapat izin adalah bisa mempresentasikan penyelenggaraan sesuai prokes, itu penting sekali,” katanya.
Dalam segala status zona apa pun, menurut dia, sangat penting menerapkan protokol kesehatan (prokes) dalam setiap kegiatan. Panduan penyelenggaraannya sudah diatur dalam Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Misalnya, kata dia, penentuan kapasitas penonton mulai dari 25–50% yang dibolehkan itu tergantung pada situasi di wilayah tempat digelarnya kegiatan. Kemudian penyelenggara juga harus membuat mitigasi untuk penerapan prokesnya. Demikian pula aturan untuk seluruh pengisi acara, vendor, dan penonton.
Dia menambahkan, yang perlu dipahami bersama adalah dalam pelaksanaan kegiatan pertunjukan saat ini dan ke depan tidak bisa kembali seperti sebelum Covid-19 karena adanya pandemi. Karena itu diperlukan kerja sama banyak pihak untuk memahami dan menerapkan aturan yang ada. Menurutnya, penyelenggara acara besar semua paham risiko sehingga meminta adanya tes swab antigen sebelum acara untuk menghindari risiko lebih besar.
“Misal seluruh yang masuk ke area kegiatan wajib tes swab atau minimal tes antigen. Dalam aturan CHSE itu wajib. Kemudian dilihat kalau ada yang positif kemudian ditempatkan berbeda dan tindak lanjut PCR serta tidak boleh masuk area,” tegasnya.
Mengenai pengawasan, menurut Rizky, kewenangan tersebut tidak ada di Kemenparekraf. Biasanya untuk pengawasan ketika acara berlangsung dilakukan oleh sebuah konsultan yang dipekerjakan oleh penyelenggara.
Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani menyatakan, sebenarnya pelaku industri perhotelan dan restoran sudah sangat siap jika pemerintah kembali memberikan izin penyelenggaraan kegiatan berskala besar.
Bahkan, kata Hariyadi, selama ini pelaku industri perhotelan dan restoran juga telah mematuhi dan melaksanakan prokes secara ketat dan disiplin, baik pengelola, pegawai maupun para pengunjung/konsumen yang datang.
Hanya saja, menurut dia, yang belum terlalu siap adalah kebijakan umum pemerintah seperti vaksinasi, testing, dan tracing. "Kalau kita sudah sangat siap. Yang membuat kita agak mengerem itu kan kalau berkaitan dengan kebijakan umum pemerintah tadi, ya kaitannya sama vaksinnya, tracing-nya, dan aplikasi PeduliLindungi juga baru mulai diwajibkan dipakai. Jadi dari kita sebagai venue dari kapan-kapan juga sudah siap," tegas Hariyadi saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Sabtu (2/10).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu sepakat bahwa kebijakan pemerintah memberikan izin penyelenggaraan kegiatan berskala besar bisa membuat ekonomi bergeliat dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Para pelaku industri bisa membuka dan menyelenggarakan event besar tentu dengan persiapan yang bagus dan matang. Lebih dari itu Hariyadi menyarankan agar pemerintah juga mendorong peningkatan pelaksanaan vaksinasi dan testing di setiap daerah.Dari sisi tracing, pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi juga harus benar-benar diperhatikan pemerintah dari sisi kualitasnya.
"Pemerintah juga harus memperbaiki dan meningkatkan kualitas aplikasi PeduliLindungi, kan sering error juga. Karena banyak komplain, kadang-kadang aplikasi itu ngedrop. Sebaiknya itu diantisipasi. Karena kalau event besar, kalau sampai ngedrop, kita yang di lapangan pusing. Orang bisa antre panjang saat masuk, itu kan bisa jadi masalah juga," ujarnya.
Hariyadi membeberkan, ada beberapa aspek kesiapan yang telah dan terus dilaksanakan industri perhotelan dan restoran. Pertama, dari sisi sumber daya manusia, yakni personel atau karyawan disertai penerapan prokes secara berkesinambungan. Kedua, penerapan dan pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi, tes antigen, dan penerapan prokes secara konsisten.
Bahkan dia mengklaim, untuk pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi sebenarnya PHRI termasuk pihak yang pertama kali mengusulkan penggunaan aplikasi tersebut kepada Kementerian Kominfo.
“IT head-nya saya kenal itu. Jadi awal itu kita dukung, kira-kira sejak bulan Juli 2020. Waktu kita bilang, tracing akan efektif kalau semuanya menggunakan satu aplikasi yang sama, begitu loh. Jadi ketika pemerintah apa, oke kita langsung jalan," ucap dia.
(ynt)