Asa Pajak UMKM

Senin, 04 Oktober 2021 - 16:13 WIB
loading...
A A A
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memberikan kemudahan pajak bagi pelaku UMKM. Salah satunya adalah penurunan tarif Pajak UMKM melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, Pemerintah berharap pelaku UMKM dapat “naik kelas” dari sektor ekonomi informal ke sektor ekonomi formal, memiliki izin usaha, terorganisir dengan baik minimal memiliki pembukuan, akses ke permodalan lebih luas, teknologi yang digunakan juga lebih maju, sehingga hasil produksi dan pemasarannya dapat lebih maju.

Hambatan yang kerap dihadapi para pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya saat ini adalah kurang baiknya pengelolaan laporan keuangan. Hal ini sering menjadi kambing hitam tutupnya suatu bidang usaha apalagi yang baru dirintis.

Padahal, laporan keuangan merupakan kunci keberhasilan UMKM. Bahkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengelolaan keuangan yang buruk, maka dimungkinkan sebanyak 80% usahanya terancam akan mengalami kerugian bahkan hingga penutupan usaha di tahun ke lima karena kurang sehatnya keuangan pada perusahaan.

Pajak yang dikenakan oleh pemerintah pada UMKM sejatinya juga turut memberikan upaya perbaikan dalam sistim tata kelola keuangan bagi para pelaku usaha UMKM. Pemerintah berupaya menyediakan aplikasi guna mempermudah UMKM dalam menyusun laporan keuangan, karena pembukuan laporan keuangan merupakan dasar bagi keberlangsungan usaha dan berguna untuk pelaporan pajak.

Namun, pengetahuan mengenai digitalisasi juga masih terbatas sehingga Kemenkop dan UKM berupaya untuk melakukan perbaikan kualitas SDM. Pemerintah juga ikut melakukan penguatan database UMKM dan memberikan pelatihan terkait digitalisasi untuk meningkatkan kontribusinya terhadap penerimaan pajak.

Signifikansi Bankable dalam UMKM
Apabila ditelaah lebih lanjut, salah satu permasalahan umum yang banyak terjadi dalam UMKM adalah terkait prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum tetap. Hal ini terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

Kemampuan UMKM dalam mengakses permodalan memiliki hubungan searah dengan kemampuan UMKM dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa modal usaha berpengaruh positif terhadap pengembangan UMKM.

Modal usaha yang dimaksud adalah modal usaha yang digunakan dalam menunjang usaha serta kemudahan untuk mendapatkannya. Semakin mudah untuk mendapatkan modal usaha dan semakin besar jumlah modal yang didapatkan, maka dapat memberikan peningkatan dan perkembangan usaha. Meski demikian, ironisnya di Indonesia masih terdapat lebih dari 50 juta UMKM di Indonesia dinilai tidak bankable.

Peningkatan kualitas dan daya saing UMKM kini mutlak diperlukan. Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu mengadapai tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran.

Demi dapat mencapai peningkatan kualitas dan daya saing bagi UMKM, maka perbaikan manajemen dan tata kelola UMKM perlu segera ditingkatkan. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2020) menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap ekspor hanya sebesar 14,37%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan negara lainnya di Asia, seperti Singapura (41%), Malaysia (18%), Thailand (29%), Jepang (25%), dan Tiongkok (60%).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1691 seconds (0.1#10.140)