Pakar Hukum Tata Negara Nilai Uji Materi AD/ART Partai Demokrat Murni Masalah Hukum

Minggu, 03 Oktober 2021 - 04:17 WIB
loading...
Pakar Hukum Tata Negara...
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menilai, uji materi atau judicial review AD/ART Partai Demokrat ke MA oleh Yusril Ihza Mahendra murni masalah hukum. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Uji materi atau judicial review (JR) AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) oleh Yusril Ihza Mahendra murni masalah hukum.

Karenanya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menilai, pendapat pemerhati politik dan kebangsaan M. Rizal Fadillah harus di respons secara proporsional dan objektif. Hal itu agar tidak menciptakan suatu analisis yang distorsif di tengah politik.

Menurut Fahri, basis analisis Rizal Fadillah dalam konteks ini adalah sangat politis dan subjektif dengan tidak memandang persoalan tersebut secara lebih substansial dan komprehensif dengan menggunakan optik teori ilmu hukum, atau secara akademik menggunakan parameter yang jauh lebih filosofis untuk memahami pokok persoalan yang sesungguhnya.

”Sebenarnya persoalan perselisihan hukum kader Partai Demokrat yang telah dipecat oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merasa memiliki kepentingan hukum untuk mengajukan judicial review AD/ART ke Mahkamah Agung dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya,” kata Fahri, Sabtu (3/10/2021).

Sebelumnya, M. Rizal Fadillah mengatakan langkah hukum Yusril Ihza Mahendra dengan mendampingi empat mantan anggota Partai Demokrat kubu Moeldoko yang mengajukan judicial review atau uji materi terhadap AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA) merupakan sebuah langkah yang berbahaya.

Padahal, lanjut Fahri, jika konteks perselisihan dibawa ke ranah hukum, semua pihak harus menghormatinya sebagai konsekuensi penerapan prinsip negara hukum dan pengadilan adalah alat penyelesaian sengketa yang bermartabat dan terhormat. ”Seharusnya perdebatan ini idealnya jangan dicampuradukan secara politis, agar terbangun dengan spirit serta kehendak pencari keadilan itu sendiri, yang mana mengarahkan perselisihan ini ke koridor hukum,” ujarnya.

Perselisihan ini, kata Fahri, sejatinya terkait dengan permohonan pengujian formil atas prosedur pembentukan AD/ART Partai Demokrat 2020 yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat pada 18 Mei 2020.

”Ini murni masalah hukum yang tidak perlu ditafsirkan atau sengaja membangun tafsir yang bercorak politis. Sehingga dengan demikian, sangatlah elok, jika segala perdebatan sedapat mungkin diorientasikan pada perdebatan yang jauh lebih akademik dan konstitusional, dan bukan perdebatan kusir yang bersifat politis,” tegasnya.

Fahri menambahkan, permohonan JR AD/ART Partai Demokrat era AHY ke MA tersebut merupakan suatu isu sekaligus permasalahan negara yang harus dipecahkan secara serius dan tuntas melalui suatu terobosan hukum. Termasuk saat Yusril mengajukan permohonan ini ke MA, secara sadar harus mahfum bahwa masalah AD/ART partai politik dari sisi peraturan perundang-undangan dalam hal penormaan memang luput menjangkau serta mengatur soal masalah pelembagaan pranata pengujian norma AD/ART parpol ini.

”Karena UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik hanya mengharuskan bahwa AD/ART sebuah parpol memuat visi dan misi, azas dan ciri, nama, lambang, tanda gambar, kepengurusan dan mekanisme pemberhentian anggota, tidak ada satupun perintah yang bersifat imperatif dan mewajibkan bagi parpol agar AD/ART mereka sejalan dengan tujuan parpol yang dimandatkan oleh norma peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi di atasnya,” jelasnya.

Karenanya, saat dilihat seksama dan mendalam, terkait ketiadaan aturan hukum legal vacuum yang dapat menjangkau fenomena hukum tersebut di internal parpol, jika suatu AD/ART melanggar konstitusi atau UU di atasnya, maka yang dibutuhkan adalah suatu langkah terobosan breakthrough secara hukum sema-mata untuk tercipta tertib norma hukum secara berjenjang.

Fahri menilai, proses pengajuan judicial review AD/ART Partai Demokrat ke MA tersebut secara yuridis akan berimplikasi menjadi terobosan hukum rule breaking penting dan signifikan dalam tata hukum nasional oleh MA RI. Sehingga secara teoritik hal tersebut sangat dibolehkan kalau bukan dikatakan dianjurkan. Artinya, ada implikasi yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum itu sendiri.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2070 seconds (0.1#10.140)