Pancasila Kita dan Ujian Kesaktiannya
loading...
A
A
A
Dahnil Anzar Simanjuntak
Peneliti Senior Institut Kajian Strategis UKRI
PANCASILA adalah Kesepakatan bersama kita sebagai bangsa dan negara. Pancasila adalah produk dialog. Bahkan, ormas keagamaan salah satu pendiri Indonesia, yakni Muhammadiyah, melalui Muktamar Ke-47 di Makasar merumuskan bahwa Pancasila adalah darul ahdi wa-syahadah.
Meminjam istilah yang digunakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah, darul ahdi maknanya negara tempat kita membuat kesepakatan nasional, hasil dialog yang panjang dengan nalar yang sehat dalam bahasa Bung Hatta produk nalar ilmiah yang mempersatukan Indonesia negara yang berdiri atas dasar kesadaran kolektif bahwa kita majemuk atau beragam. Kesadaran kolektif atas keberagaman Indonesia itulah yang membuat tidak boleh ada kelompok yang merasa "paling", "superior", "kelompok nomor 1".
Maka, rajutan kesepakatan bersama itu tidak boleh diurai lagi dengan berbagai ideologi yang tidak bersesuaian bahkan mengancam Pancasila sehingga merusak keindonesiaan kita. Pun, demikian sikap perdebatan dan mengklaim paling Pancasila terang merusak bangunan kesepakatan yang sudah ditata, maka perdebatan bahwa Pancasila 1 Juni yang merujuk pada pidato Bung Karno pertama kali menyebut istilah Pancasila, dan Pancasila 22 Juni, di mana dikenal sebagai Piagam Jakarta, hasil kerja BPUPKI, dan Pancasila 18 Agustus hasil akhir dari kerja PPUPKI sebagai hasil akhir rumusan Pancasila saat ini yang kita gunakan.
Menurut saya, klaim-klaim mana Pancasila yang paling asli tersebut justru menunjukkan bahwa kita semua tidak Pancasilais. Perdebatan terkait tanggal dan status tersebut bagi saya menunjukkan sikap egoistik, berjarak dengan sejarah dan semangat Pancasila itu sendiri, yakni mengubur sikap egoistik dan mengedepankan kepentingan kolektif Indonesia sebagai bangsa dan negara sebagaimana sikap yang diteladani oleh tokoh-tokoh Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dll, yang mengubur egoisme masing-masing demi utuhnya Indonesia.
Pancasila adalah dasar yang hidup untuk menuju Indonesia yang kita cita-citakan, maka ketiga tanggal tersebut adalah Pancasila, Pancasila kita semua. Ketiganya menunjukkan bahwa proses dialog terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat itu, dan roh dialog tersebut harus terus dirawat menjadi roh kebangsaan kita.
Maka, berbahaya dan tidak baik bila pergantian kekuasaan politik kemudian membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila berdasarkan tiga tanggal rumusan Pancasila tersebut, karena bisa menyakiti golongan politik lainnya, yang sejatinya kita sedang mengkhianati keberagaman golongan dalam Indonesia, dan tentu sikap antidialog dengan memonopoli kebenaran tafsir sendiri terkait Pancasila adalah tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah produk dialog, ketika dialog terancam dan diancam oleh dominasi kekuasaan politik tertentu, maka kita sedang mengubur Pancasila.
Darul syahadah. Bagi saya saat ini adalah momentum syahadah, yang bermakna pembuktian, mengisi, dan berkarya setelah memiliki Indonesia yang merdeka. Maka, bukan saatnya lagi mempertentangkan ideologi negara, apalagi berusaha merusak ideologi yang sudah dibangun bersama. Momentum semua anak negeri untuk berkarya menuju Indonesia yang maju, makmur, adil, dan bermartabat. Indonesia di mana kegembiraan selalu dihadirkan dalam keberagamannya, bukan justru ditebar kecemasan-kecemasan yang menurunkan semangat produktivitas seluruh anak negeri.
Momentum krisis yang disebabkan wabah Covid-19 saat ini, adalah salah satu momentum sulit yang harus kita lewati bersama sebagai bangsa dan negara, pemimpin, politisi, tokoh, dan kita semua yang rajin pidato tentang Pancasila. Pancasila diuji konsistensinya saat ini. Diuji kapasitasnya untuk membangun kesadaran gotong-royong semua elemen bangsa, bergandengan tangan untuk keluar dari wabah Covid-19.
Kepemimpinan membutuhkan trust (kepercayaan) untuk bisa melakukan hal tersebut, dan trust bisa muncul bila dialog nan jujur hadir di tengah-tengah kehidupan kebangsaan kita. Jadi, saat ini Pancasila kita diuji pembuktian kesaktiannya dan pembuktiannya ada di tangan kita semua sebagai anak bangsa.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
Peneliti Senior Institut Kajian Strategis UKRI
PANCASILA adalah Kesepakatan bersama kita sebagai bangsa dan negara. Pancasila adalah produk dialog. Bahkan, ormas keagamaan salah satu pendiri Indonesia, yakni Muhammadiyah, melalui Muktamar Ke-47 di Makasar merumuskan bahwa Pancasila adalah darul ahdi wa-syahadah.
Meminjam istilah yang digunakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah, darul ahdi maknanya negara tempat kita membuat kesepakatan nasional, hasil dialog yang panjang dengan nalar yang sehat dalam bahasa Bung Hatta produk nalar ilmiah yang mempersatukan Indonesia negara yang berdiri atas dasar kesadaran kolektif bahwa kita majemuk atau beragam. Kesadaran kolektif atas keberagaman Indonesia itulah yang membuat tidak boleh ada kelompok yang merasa "paling", "superior", "kelompok nomor 1".
Maka, rajutan kesepakatan bersama itu tidak boleh diurai lagi dengan berbagai ideologi yang tidak bersesuaian bahkan mengancam Pancasila sehingga merusak keindonesiaan kita. Pun, demikian sikap perdebatan dan mengklaim paling Pancasila terang merusak bangunan kesepakatan yang sudah ditata, maka perdebatan bahwa Pancasila 1 Juni yang merujuk pada pidato Bung Karno pertama kali menyebut istilah Pancasila, dan Pancasila 22 Juni, di mana dikenal sebagai Piagam Jakarta, hasil kerja BPUPKI, dan Pancasila 18 Agustus hasil akhir dari kerja PPUPKI sebagai hasil akhir rumusan Pancasila saat ini yang kita gunakan.
Menurut saya, klaim-klaim mana Pancasila yang paling asli tersebut justru menunjukkan bahwa kita semua tidak Pancasilais. Perdebatan terkait tanggal dan status tersebut bagi saya menunjukkan sikap egoistik, berjarak dengan sejarah dan semangat Pancasila itu sendiri, yakni mengubur sikap egoistik dan mengedepankan kepentingan kolektif Indonesia sebagai bangsa dan negara sebagaimana sikap yang diteladani oleh tokoh-tokoh Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dll, yang mengubur egoisme masing-masing demi utuhnya Indonesia.
Pancasila adalah dasar yang hidup untuk menuju Indonesia yang kita cita-citakan, maka ketiga tanggal tersebut adalah Pancasila, Pancasila kita semua. Ketiganya menunjukkan bahwa proses dialog terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat itu, dan roh dialog tersebut harus terus dirawat menjadi roh kebangsaan kita.
Maka, berbahaya dan tidak baik bila pergantian kekuasaan politik kemudian membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila berdasarkan tiga tanggal rumusan Pancasila tersebut, karena bisa menyakiti golongan politik lainnya, yang sejatinya kita sedang mengkhianati keberagaman golongan dalam Indonesia, dan tentu sikap antidialog dengan memonopoli kebenaran tafsir sendiri terkait Pancasila adalah tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah produk dialog, ketika dialog terancam dan diancam oleh dominasi kekuasaan politik tertentu, maka kita sedang mengubur Pancasila.
Darul syahadah. Bagi saya saat ini adalah momentum syahadah, yang bermakna pembuktian, mengisi, dan berkarya setelah memiliki Indonesia yang merdeka. Maka, bukan saatnya lagi mempertentangkan ideologi negara, apalagi berusaha merusak ideologi yang sudah dibangun bersama. Momentum semua anak negeri untuk berkarya menuju Indonesia yang maju, makmur, adil, dan bermartabat. Indonesia di mana kegembiraan selalu dihadirkan dalam keberagamannya, bukan justru ditebar kecemasan-kecemasan yang menurunkan semangat produktivitas seluruh anak negeri.
Momentum krisis yang disebabkan wabah Covid-19 saat ini, adalah salah satu momentum sulit yang harus kita lewati bersama sebagai bangsa dan negara, pemimpin, politisi, tokoh, dan kita semua yang rajin pidato tentang Pancasila. Pancasila diuji konsistensinya saat ini. Diuji kapasitasnya untuk membangun kesadaran gotong-royong semua elemen bangsa, bergandengan tangan untuk keluar dari wabah Covid-19.
Kepemimpinan membutuhkan trust (kepercayaan) untuk bisa melakukan hal tersebut, dan trust bisa muncul bila dialog nan jujur hadir di tengah-tengah kehidupan kebangsaan kita. Jadi, saat ini Pancasila kita diuji pembuktian kesaktiannya dan pembuktiannya ada di tangan kita semua sebagai anak bangsa.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
(maf)