Formappi: Waspadai Permainan Uang dalam Pemilihan Anggota BPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 16 orang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test ) anggota Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ). Terkait hal itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta semua pihak terkait mewaspadai adanya praktik permainan uang.
"Peluang terjadinya praktik permainan memakai uang untuk lolos seleksi sangat mungkin terjadi," kata Lucius kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/9).
Menurut dia, praktik transaksional dalam perekrutan pejabat publik ini selalu saja muncul. Dia mencontohkan pemilihan pejabat Bank Indonesia yang menyeret Miranda Goeltom.
"Praktik membeli dukungan untuk mendapatkan jabatan seperti menjadi anggota BPK juga bisa saja terjadi karena toh suara anggota DPR akan menjadi penentu di satu sisi dan di sisi lain nafsu para calon untuk bisa duduk di BPK sangat tinggi. Karena itu ya mungkin saja itu permainan uang itu," bebernya.
Oleh karena itu, proses seleksi anggota BPK harus dilakukan terbuka. Keseriusan DPR untuk taat pada aturan terkait syarat pencalonan juga mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan adanya permainan. "Dengan proses yang terbuka pun jaminan tidak adanya permainan masih mungkin terjadi karena negosiasi bisa saja terjadi sebelum proses seleksi terbuka dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi seleksi tersebut. Dengan adanya pengawasan KPK, diharapkan proses seleksi lebih transparan dan kredibel.
Diketahui, satu dari sembilan anggota BPK akan berakhir masa jabatannya. Maka sesuai dengan ketentuan pasal 14 UU 15/2006 Tentang BPK, maka diperlukan pergantian untuk mengisi kekosongan. Fit and proper test calon anggota BPK akan digelar tak lama lagi. Rencananya, Komisi XI DPR akan menggelarnya pada awal September 2021.
"Peluang terjadinya praktik permainan memakai uang untuk lolos seleksi sangat mungkin terjadi," kata Lucius kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/9).
Menurut dia, praktik transaksional dalam perekrutan pejabat publik ini selalu saja muncul. Dia mencontohkan pemilihan pejabat Bank Indonesia yang menyeret Miranda Goeltom.
"Praktik membeli dukungan untuk mendapatkan jabatan seperti menjadi anggota BPK juga bisa saja terjadi karena toh suara anggota DPR akan menjadi penentu di satu sisi dan di sisi lain nafsu para calon untuk bisa duduk di BPK sangat tinggi. Karena itu ya mungkin saja itu permainan uang itu," bebernya.
Oleh karena itu, proses seleksi anggota BPK harus dilakukan terbuka. Keseriusan DPR untuk taat pada aturan terkait syarat pencalonan juga mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan adanya permainan. "Dengan proses yang terbuka pun jaminan tidak adanya permainan masih mungkin terjadi karena negosiasi bisa saja terjadi sebelum proses seleksi terbuka dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi seleksi tersebut. Dengan adanya pengawasan KPK, diharapkan proses seleksi lebih transparan dan kredibel.
Diketahui, satu dari sembilan anggota BPK akan berakhir masa jabatannya. Maka sesuai dengan ketentuan pasal 14 UU 15/2006 Tentang BPK, maka diperlukan pergantian untuk mengisi kekosongan. Fit and proper test calon anggota BPK akan digelar tak lama lagi. Rencananya, Komisi XI DPR akan menggelarnya pada awal September 2021.
(poe)