Hasil Riset, 158 Wilayah Dinilai Bisa Mulai New Normal Bertahap

Sabtu, 30 Mei 2020 - 20:23 WIB
loading...
Hasil Riset, 158 Wilayah Dinilai Bisa Mulai New Normal Bertahap
LSI Denny JA melakukan riset yang menyatakan 158 daerah dinilai siap untuk masuk era kenormalan baru atau new norma. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sebanyak 158 wilayah di Indonesia dinilai bisa mulai kembali beraktivitas secara bertahap per 5 Juni 2020 mendatang.

Sebagian wilayah tersebut dinilai telah siap untuk masuk era kenormalan baru atau “ new normal ”. Warga bisa kembali bekerja dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat.

Hal ini mengacu pada hasil kajian LSI Denny JA. Di 158 wilayah, sektor bisnis berskala besar maupun bisnis kecil dan menengah dapat kembali beroperasi dengan panduan kesehatan di tempat kerja masing-masing.

Dengan begitu, Indonesia dinilai akan mampu memulihkan ekonomi lebih cepat dan sekaligus menghindari melonjaknya kasus baru mereka yang terpapar virus Corona.

Peneliti senior LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan, kajian itu dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu studi data sekunder periode. Tiga sumber data yang digunakan, yakni data Gugus Tugas, Worldometer, dan data WHO.

Pihaknya menemukan lima alasan yang menjadi pertimbangan mengapa Indonesia bisa kembali bekerja pada 5 Juni 2020. Pertama, wilayah yang dibuka adalah wilayah yang penyebaran virus Corona relatif terkontrol.

Dari riset yang dilakukan LSI Denny JA, kata Ikrama, ada 158 wilayah di Indonesia yang siap untuk bekerja kembali. Sebanyak 158 wilayah tersebut terdiri dari tiga gabungan kategori wilayah.

Pertama, 124 wilayah Indonesia yang sejak awal pandemi virus Corona masuk ke Indonesia hingga saat ini belum ada laporan warganya terpapar virus corona. Ini tersebar di sejumlah provinsi.

Kedua, 33 wilayah Indonesia yang tercatat punya kasus Covid-19 dan telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Grafik tambahan kasus harian di wilayah tersebut menunjukkan bahwa masih terjadi fluktuasi (naik-turun), tambahan kasus harian yang berbeda-beda di setiap wilayah tersebut. Namun secara umum, pasca memberlakukan PSBB, penyebaran virus di wilayah tersebut relatif terkontrol.

"Hal ini dikuatkan dengan keputusan wilayah-wilayah tersebut untuk tidak lagi memperpanjang periode PSBB," ujarnya, Sabtu (30/5/2020).

Sebanyak 33 wilayah yang telah siap untuk masuk era new normal adalah wilayah yang masa PSBB-nya berakhir sebelum 5 Juni 2020.

Ketiga, Provinsi Bali. Bali adalah wilayah yang mampu mengontrol penyebaran virus Corona, meskipun tanpa memberlakukan PSBB.

"Oleh karena itu, Bali melengkapi wilayah lain sehingga menjadi total 158 wilayah yang siap bekerja kembali pada 5 Juni 2020," katanya.( )

Menurut dia, strategi penanganan Covid-19 diubah. Sejak awal pandemi, strategi penanganan penyebaran virus Corona bersifat top down.

Dengan diikuti keputusan PSBB, masyarakat diminta tetap di rumah, dan pemerintah secara aktif melakukan kontrol terhadap penyebaran virus. Melakukan tes virus terhadap mereka yang punya gejala (testing), melacak sejarah kontak (contact tracing), dan melakukan perawatan.

"Sejauh ini strategi yang dilakukan memang menunjukan bahwa penyebaran virus relatif terkontrol. Namun strategi ini membutuhkan waktu yang lama," katanya.

Mengingat populasi Indonesia yang padat dan geografisnya yang berpulau-pulau, dibutuhkan peran serta masyarakat yang lebih luas untuk mengontrol penyebaran virus. Kontrol penyebaran bisa dilakukan secara bottom-up.

"Artinya kontrol penyebaran virus secara aktif dilakukan oleh level organisasi paling bawah yang bersentuhan dengan masyarakat yaitu RT/RW ataupun desa. Sehingga tak perlu lagi menutup wilayah atau kota yang lebih luas," tuturnya.

Jika terdapat wilayah yang dikategorikan zona merah penyebaran virus, wilayah tersebut dikontrol lebih ketat. Kontrol berbasis klaster seperti ini memang mensyaratkan adanya peta atau mapping wilayah yang akurat dari pemerintah. Mana wilayah yang hijau (tak ada kasus), kuning (sedikit kasus) dan merah (banyak kasus).

"Bali merupakan model strategi berbasis pengawasan grassroot. Bali melibatkan komunitas adat dan perangkat organisasi paling bawah yaitu RT/RW untuk mengawasi penyebaran virus. Sehingga, walaupun tanpa memberlakukan PSBB, data harian di Bali sejak awal Mei 2020 hingga saat ini menunjukan tren menurun," paparnya.

Data rata-rata kematian akibat covid-19 di Bali juga lebih rendah dibanding data rata-rata kematian di level nasional.

LSI Denny JA juga menegaskan perlunya menumbuhkan ekonomi. Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi.

Menurut Ikrama, para ekonom telah menunjukan bahwa pandemi virus corona juga ikut memperburuk kondisi ekonomi.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) merilis data bahwa per April 2020, sekitar 2 juta orang telah di-PHK. Namun Kadin menyampaikan bahwa data riil PHK bisa mencapai 15 juta orang. Karena mayoritas pelaku usaha kecil-menengah yang terdampak biasanya tidak melaporkan data mereka ke pemerintah.

"Apindo bahkan memprediksi bahwa terdapat 30 juta orang yang berpotensi di-PHK dari sektor properti akibat pandemi Corona. Data-data tersebut menunjukan bahwa dampak negatif keterpurukan ekonomi sama bahanya dengan dampak kesehatan virus corona," urainya.

Ikrama berpendapat jika Indonesia tak segera kembali bekerja, jika ekonomi tak segera dibuka maka dampak buruknya akan lebih mematikan.

Syarat lain pelaksanaan new normal, yakni bekerja kembali dengan protokol kesehatan yang ketat. Penyebaran virus Corona dapat dikontrol secara efektif jika vaksinnya telah ditemukan.

Saat ini para ahli di berbagai negara telah berlomba-lomba membuat vaksin tersebut. Namun para ahli ini juga menyatakan bahwa paling cepat, jika berhasil, vaksin ini baru bisa tersedia 12 hingga 18 bulan sejak mulai dikembangkan. "Artinya bahwa paling cepat pertengahan atau akhir 2021 baru vaksinnya akan tersedia," katanya.

Di Indonesia, tutur Ikrama, pemerintah melalui Balitbangkes dibantu sejumlah universitas dan lembaga swasta mulai melakukan pengembangan vaksin sendiri. Jika berhasil baru tersedia di tahun 2022.

"Tak mungkin, ekonomi dibuka kembali menunggu vaksin ditemukan. Oleh karena itu, warga harus 'berdamai', istilah Presiden Jokowi, dengan virus ini. Hidup di era new normal, yaitu bekerja kembali, beraktivitas kembali, dengan cara yang paling aman karena kita 'hidup berdampingan' bersama virus Corona yang setiap saat bisa mengancam," urainya.

Kementerian kesehatan telah menyusun protokol kesehatan di tempat kerja. Panduan tersebut harus menjadi panduan bagi semua sektor bisnis.

Indonesia tak sendiri, negara tetangga juga sudah lebih dulu membuka ekonomi. Banyak negara di dunia telah melonggarkan pembatasan-pembatasan aktivitas di ruang publik dan membuka kembali aktivitas ekonominya. Termasuk negara-negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara.

Pemerintah Malaysia telah mengizinkan berbagai sektor bisnis untuk kembali membuka usahanya pada 4 Mei 2020. Thailand membolehkan pasar tradisonal, restoran dan bisnis kecil menengah lainnya untuk bertahap membuka usahanya pada 3 Mei 2020.

Di Filipina, pemerintah mengijinkan pusat-pusat perbelanjaan (mal) dan sejumlah sektor bisnis lainnya di Manila, membuka kembali usahanya pada 16 Mei 2020 lalu.

Singapura meskipun data kasus harian nasionalnya menunjukkan tren kenaikan, secara bertahap telah membuka sejumlah sektor bisnis sejak 12 Mei 2020 (tahap 1). Pada akhir Juni, akan membuka semua sektor bisnisnya (tahap 2).

"Artinya membuka ekonomi di saat pandemi belum selesai telah dilakukan berbagai negara di dunia. Jika Indonesia memutuskan untuk serentak membuka aktivitas ekonomi di 158 wilayah pada 5 Juni 2020, maka keputusan tersebut didasarkan pada data perkembangan kasus, perubahan strategi, dan pengalaman negara- negara lain," katanya.

Namun demikian, ada empat catatan yang perlu diperhatikan dalam riset ini. Pertama, ancaman gelombang kedua virus Corona, yang dari pengalaman sebelumnya lebih berbahaya, perlu diantisipasi. Oleh karena itu, menurut Ikrama, penting bagi semua pihak untuk ikut mengawasi terpenuhinya protokol kesehatan ketika kembali beraktivitas.

Kedua, untuk daerah yang membuka ekonominya namun kasus harianya justru menanjak maka perlu dilakukan pembatasan sosial kembali namun dalam skala yang lebih kecil (RT/RW atau klaster tertentu saja), tak perlu menutup keseluruhan wilayah.

Ketiga, demi berjalan dengan baik pengawasan di level bawah, pemerintah perlu membuat mapping wilayah (zona hijau, kuning, merah) yang selalu di-update di setiap daerah.

"Keempat, sejumlah daerah yang tidak tersebut dalam riset ini, belum menjadi objek penelitian saat ini," tuturnya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2261 seconds (0.1#10.140)