Teddy Tjokro Tersangka, Praktisi Hukum Ingatkan Jaksa Agung Anggaran Dasar Asabri

Minggu, 29 Agustus 2021 - 15:10 WIB
loading...
A A A
"Terlalu bahaya bagi dunia pasar modal Tanah Air. Tidak bagus buat kesehatan investasi Indonesia karena sejak adanya putusan kasasi kasus Jiwasraya dimana 2 swasta dihukum seumur hidup, maka sudah lahir Yurisprudensi Mahkamah Agung di mana beli saham lalu turun dan kebetulan yang beli adalah perusahaan BUMN maka jadi kasus korupsi. Ini bahaya. Sudah menganggu psikologi investor swasta karena ngeri juga kalau saham perusahaan swastanya dimiliki perusahaan BUMN lalu harga saham turun dianggap kasus korupsi," tandasnya.

Dirinya pun juga mempertanyakan apakah beberapa aksi korporasi yang biasa dilakukan perusahaan swasta yang berkaitan dengan peredaran saham di pasar bursa yang berakibat pada nilai saham turun apakah dapat dikategorikan merugikan negara jika ada BUMN yang memiliki saham swasta tersebut.

"Bagaimana kalau stock split awalnya harga saham 30.000/lot menjadi 6.000/lot dan di dalamnya ada PT BUMN? Apakah itu Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor? Kalau iya, sungguh mengerikan bagi swasta yang saham-sahamnya ada dimiliki PT BUMN. Padahal stock split itu kan hanya pemecahan saham yang tujuannya agar jumlah saham yang beredar menjadi bertambah dan harganya jadi lebih murah."

"Ibaratnya uang pecahan 100.000 dipecah sebanyak 10 lembar tetap sama dengan 100.000. Jadi kasus Jiwasraya kemarin mau tak mau sudah jadi Yurisprudensi Mahkamah Agung karena semua terdakwa dinyatakan melakukan Tipikor yang merugikan negara gegara harga saham turun. Bahaya ini. Harusnya penegakkan hukum kasus Jiwasraya dan Asabri lebih hati-hati," sambungnya.

Menurutnya kalaupun ada PMN atau penyertaan modal negara yang masuk ke Asabri pun tetap saja tidak merugikan negara karena penyertaan modal negara ketika diterima PT BUMN maka langsung otomatis milik PT BUMN sebagai korporasi, tidak ada lagi kaitan dengan keuangan negara karena PMN sudah dipisahkan dari APBN dan dikelola secara korporasi.

Argumentasi tersebut diperkuat Pasal 1 ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

"Penyertaan modal negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi. Jadi, tidak seharusnya Kejagung mengusut kasus Asabri sebagai kasus tindak pidana korupsi," kata tandasnya.

Sebelumnya diketahui bahwa pekan ini Kejagung menetapkan tersangka ke-10 dari kasus dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di PT Asabri (Persero). Tersangka baru ini adalah TT atau Teddy Tjokrosaputro, Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO).

Teddy merupakan adik dari tersangka sebelumnya, Benny Tjokrosaputro (Bentjok). Dia diduga turut melakukan upaya yang sama atas perusahaan dana pensiun TNI/Polri ini.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer mengatakan Teddy Tjokrosaputro terlibat dalam kasus pencucian uang Asabri. Ia punya andil pada periode 2012-2019.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2571 seconds (0.1#10.140)