Jadikan Taliban Inspirasi, Pengamat Sebut Kelompok Teror Salah Alamat
loading...
A
A
A
PEMERINTAH Indonesia mewaspadai kemenangan Taliban di Afghanistan akan membangkitkan aksi terorisme di Tanah Air. Apalagi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melihat ada gelagat dari kelompok-kelompok tertentu yang menggalang simpati atas isu Taliban tersebut di media sosial.
Apakah benar Taliban mampu menginspirasi kelompok radikal di Tanah Air untuk bangkit kembali? Pengamat politik dan keamanan Muradi menilai, isu Taliban tidak bisa berpengaruh banyak pada kelompok radikal, termasuk di Indonesia.
“Kalaupun misalnya Taliban diinspirasi oleh kelompok-kelompok radikal di Indonesia, itu salah alamat. Saya sangsi Taliban ini mau mengulangi kesalahan yang sama,” ujarnya, Minggu, (22/8/2021).
Kesalahan yang dimaksud adalah ketika Taliban melindungi Al-Qaida bersama Osama Bin Laden seusai tragedi WTC pada September 2001. Taliban setelah itu mendapatkan predikat sebagai kelompok teroris dan menjadi musuh dunia.
Menurut Muradi, Taliban saat ini jauh berbeda dengan dengan generasi pertama pada zaman 80-an saat mereka melawan Uni Soviet, atau generasi kedua pada 2000-an awal saat melawan Amerika Serikat (AS). Sekarang ini yang dilawan Taliban adalah hanyalah orang-orang yang dianggapnya tidak cinta pada tanah air.
“Mereka, para generasi ketiga ini pendekatannya lebih soft. Mereka sepertinya belajar pada pengalaman dua generasi sebelumnya, mereka tidak ingin ulangi kesalahan yang sama ketika melindungi Al-Qaida. Mereka juga tidak nyaman dengan kelompok ISIS,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, ini.
Menurut Muradi, Taliban yang saat ini dipimpin Mullah Abdul Ghani Baradar sadar bahwa untuk mendapatkan kekuasaan tidak mudah, butuh waktu belasan tahun, butuh upaya luar biasa dan juga biaya. Karena itu mereka tidak ingin mengulangi kesalahan di masa lalu.
Muradi menambahkan, Taliban saat ini ingin punya kekuatan yang lebih, ingin ada pemerintahan yang bisa dikuasai, pemerintahan yang bisa dikontrol, agar mereka bisa mengadopsi demokrasi, seraya tetap menjaga entitas talibanismenya tanpa harus dimusuhi.
Langkah pemerintahan Taliban menemui China baru-baru ini untuk meminta bantuan dan melakukan kerja sama, disebutnya sebagai indikasi bahwa Taliban versi sekarang memang telah berubah dan ingin diterima semua pihak. Indikasi perubahan lainnya, lanjut dia, juga tampak ketika Taliban mau bertemu dengan AS di Qatar. Indikasi keterbukaan Taliban juga tampak ketika pemimpin mereka mau diwawancarai media, hal berbeda dengan generasi Mullah Mohammed Omar yang sangat tertutup.
Apakah benar Taliban mampu menginspirasi kelompok radikal di Tanah Air untuk bangkit kembali? Pengamat politik dan keamanan Muradi menilai, isu Taliban tidak bisa berpengaruh banyak pada kelompok radikal, termasuk di Indonesia.
“Kalaupun misalnya Taliban diinspirasi oleh kelompok-kelompok radikal di Indonesia, itu salah alamat. Saya sangsi Taliban ini mau mengulangi kesalahan yang sama,” ujarnya, Minggu, (22/8/2021).
Baca Juga
Kesalahan yang dimaksud adalah ketika Taliban melindungi Al-Qaida bersama Osama Bin Laden seusai tragedi WTC pada September 2001. Taliban setelah itu mendapatkan predikat sebagai kelompok teroris dan menjadi musuh dunia.
Menurut Muradi, Taliban saat ini jauh berbeda dengan dengan generasi pertama pada zaman 80-an saat mereka melawan Uni Soviet, atau generasi kedua pada 2000-an awal saat melawan Amerika Serikat (AS). Sekarang ini yang dilawan Taliban adalah hanyalah orang-orang yang dianggapnya tidak cinta pada tanah air.
“Mereka, para generasi ketiga ini pendekatannya lebih soft. Mereka sepertinya belajar pada pengalaman dua generasi sebelumnya, mereka tidak ingin ulangi kesalahan yang sama ketika melindungi Al-Qaida. Mereka juga tidak nyaman dengan kelompok ISIS,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, ini.
Menurut Muradi, Taliban yang saat ini dipimpin Mullah Abdul Ghani Baradar sadar bahwa untuk mendapatkan kekuasaan tidak mudah, butuh waktu belasan tahun, butuh upaya luar biasa dan juga biaya. Karena itu mereka tidak ingin mengulangi kesalahan di masa lalu.
Muradi menambahkan, Taliban saat ini ingin punya kekuatan yang lebih, ingin ada pemerintahan yang bisa dikuasai, pemerintahan yang bisa dikontrol, agar mereka bisa mengadopsi demokrasi, seraya tetap menjaga entitas talibanismenya tanpa harus dimusuhi.
Langkah pemerintahan Taliban menemui China baru-baru ini untuk meminta bantuan dan melakukan kerja sama, disebutnya sebagai indikasi bahwa Taliban versi sekarang memang telah berubah dan ingin diterima semua pihak. Indikasi perubahan lainnya, lanjut dia, juga tampak ketika Taliban mau bertemu dengan AS di Qatar. Indikasi keterbukaan Taliban juga tampak ketika pemimpin mereka mau diwawancarai media, hal berbeda dengan generasi Mullah Mohammed Omar yang sangat tertutup.