Mengantisipasi Efek Taliban di Tanah Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Efek berkuasanya kembali Taliban di Afghanistan dikhawatirkan bisa berdampak luas, termasuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia merespons kemenangan Taliban dengan sikap waspada. Sejumlah organisasi di Tanah Air pun langsung diawasi. Namun, benarkah isu Taliban akan membangkitkan kelompok-kelompok teroris di Indonesia?
Kewaspadaan pemerintah akan isu Taliban ini tampak pada respons pejabat dua lembaga negara, yakni Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Petinggi kedua lembaga ini mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak terpengaruh dengan dinamika politik dan keamanan dalam negeri Afghanistan.
Bagi lembaga negara tersebut, isu Taliban layak diwaspadai karena alasan historis dan empiris. Dulu beberapa warga negara Indonesia pernah bergabung saat perang Afghanistan dengan Uni Soviet dan menjadi cikal bakal gerakan terorisme di Indonesia.
Direktur Penegakan Hukum BNPT Brigjen Eddy Hartono mengakui adanya antisipasi di Tanah Air dengan terus berkoordinasi dengan intelijen dan aparat penegak hukum lainnya. Dia pun mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bijak menyikapi isu Taliban dan memahami bahwa itu urusan dalam negeri Afganistan.
Menurut dia, penyebaran pengaruh dan penggalangan dukungan atas isu Taliban dinilai memungkinkan, terutama dengan massifnya pengaruh media sosial saat ini. Dalam pandangan Eddy, alumni Afghanistan tidak terstruktur dan tidak termasuk jaringan terorisme, melainkan hanya secara
individu. “Jangan sampai para individu ini bersatu di media sosial lalu menjadi stimulus terhadap apa yang terjadi di Afganistan. Jangan menjadi role model, ini yang harus kita pantau di media sosial,” ujarnya.
Dia lantas menuturkan, BNPT sesuai dengan UU No 5/2018 pencegahan merupakan kewajiban negara, pencegahan ini yakni kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasin dan deradikalisasi. BNPT telah membentuk tim sinergitas 46 kementerian lembaga. Menurut dia, dari sisi hulu sudah baik dilakukan oleh aparat densus 88 berupa pencegahan melalui hukum. Hal itu diatur dalam UU No 5 di mana mereka yang melakukan persiapan sudah bisa dipidana.
Dia menegaskan, BNPT terus melakukan pencegahan, edukasi dan literasi untuk meluruskan bersama-sama kementerian lembaga jangan sampai disalahgunakan menjadi distorsi terhadap peristiwa di Afganistan.
“Kita berharap dapat terus mereduksi bibit terorisme di Indonesia tidak mudah untuk menyelesaikan masalah ideologi ini, kita optimis dan terus melakukan upaya pencegahan,” ungkapnya Eddy.
Kewaspadaan pemerintah akan isu Taliban ini tampak pada respons pejabat dua lembaga negara, yakni Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Petinggi kedua lembaga ini mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak terpengaruh dengan dinamika politik dan keamanan dalam negeri Afghanistan.
Bagi lembaga negara tersebut, isu Taliban layak diwaspadai karena alasan historis dan empiris. Dulu beberapa warga negara Indonesia pernah bergabung saat perang Afghanistan dengan Uni Soviet dan menjadi cikal bakal gerakan terorisme di Indonesia.
Direktur Penegakan Hukum BNPT Brigjen Eddy Hartono mengakui adanya antisipasi di Tanah Air dengan terus berkoordinasi dengan intelijen dan aparat penegak hukum lainnya. Dia pun mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bijak menyikapi isu Taliban dan memahami bahwa itu urusan dalam negeri Afganistan.
Menurut dia, penyebaran pengaruh dan penggalangan dukungan atas isu Taliban dinilai memungkinkan, terutama dengan massifnya pengaruh media sosial saat ini. Dalam pandangan Eddy, alumni Afghanistan tidak terstruktur dan tidak termasuk jaringan terorisme, melainkan hanya secara
individu. “Jangan sampai para individu ini bersatu di media sosial lalu menjadi stimulus terhadap apa yang terjadi di Afganistan. Jangan menjadi role model, ini yang harus kita pantau di media sosial,” ujarnya.
Dia lantas menuturkan, BNPT sesuai dengan UU No 5/2018 pencegahan merupakan kewajiban negara, pencegahan ini yakni kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasin dan deradikalisasi. BNPT telah membentuk tim sinergitas 46 kementerian lembaga. Menurut dia, dari sisi hulu sudah baik dilakukan oleh aparat densus 88 berupa pencegahan melalui hukum. Hal itu diatur dalam UU No 5 di mana mereka yang melakukan persiapan sudah bisa dipidana.
Dia menegaskan, BNPT terus melakukan pencegahan, edukasi dan literasi untuk meluruskan bersama-sama kementerian lembaga jangan sampai disalahgunakan menjadi distorsi terhadap peristiwa di Afganistan.
“Kita berharap dapat terus mereduksi bibit terorisme di Indonesia tidak mudah untuk menyelesaikan masalah ideologi ini, kita optimis dan terus melakukan upaya pencegahan,” ungkapnya Eddy.