Komnas HAM Didesak Tetapkan Kasus Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 101 organisasi yang terdiri dari berbagai elemen membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) . Tujuannya, tiada lain untuk mendesak Ahmad Taufan Damanik dkk agar menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
Dalam keterangannya, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menerangkan bahwa hal tersebut sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM Pasal 9.
"Hampir 17 tahun berlalu kematian Munir dan penanganan kasus ini masih berhenti pada penjatuhan hukuman terhadap aktor di lapangan. Beriringan dengan hal itu, Komnas HAM juga urung menunjukkan langkah yang konkrit dan signifikan untuk menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat," tulis KASUM dalam surat terbuka yang diterima, Kamis (19/8/2021).
Mereka mengatakan penegakan hukum dalam kasus pembunuhan Munir haruslah ditinjau secara lebih luas. Pasalnya fakta yang terungkap dalam persidangan yang mengadili aktor lapangan ialah adanya keterlibatan aktor negara ketika merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap Munir.
"Apabila menilik UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam Pasal 9, pada intinya menyebutkan bahwa pelanggaran HAM yang berat dilakukan sebagai bagian dari serangan yang sistemik ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil," jelasnya.
KASUM menilai penuntasan kasus pembunuhan Munir berada di ujung tanduk, lantaran Komnas HAM yang memiliki kewenangan penuh sebagaimana amanat undang-undang untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM belum melakukan penetapan bahwa kasus pembunuhan Munir adalah pelanggaran HAM berat.
"Pada September 2020 lalu berbagai lapisan dari masyarakat sipil telah membantu Komnas HAM dengan menyampaikan pendapat hukum yang disusun berdasarkan berbagai bukti-bukti yang aktual terkait kasus ini," tuturnya.
Akan tetapi dalam prosesnya, lanjut KASUM, Komnas HAM juga tidak menyampaikan perkembangan secara transparan dan akuntabel terkait apa yang menjadi hambatan terkait penyelesaian hal tersebut. Sehingga penetapan kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat belum menemukan titik terang.
"Tidak ditetapkannya kasus pembunuhan Munir ini sebagai pelanggaran HAM yang berat akan sangat berdampak pada terhentinya upaya pencarian keadilan. Selain itu, akan turut meniadakan pengungkapan fakta yang sebenarnya, akhirnya melepaskan aktor-aktor pembunuhan dari jerat hukuman," paparnya.
Oleh karenanya, demi menjaga mandat Komnas HAM sebagai satu-satunya lembaga yang dapat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat, KASUM mendesak Komnas HAM untuk memberikan informasi seluas-luasnya mengenai perkembangan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Adapun yang pihak yang mendesak Komnas HAM meliputi YLBHI LBH Jakarta, Imparsial, KontraS, Amnesty International Indonesia, dan Badan Ekekutif Mahasiswa (BEM) dari beberapa kampus.
Dalam keterangannya, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menerangkan bahwa hal tersebut sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM Pasal 9.
"Hampir 17 tahun berlalu kematian Munir dan penanganan kasus ini masih berhenti pada penjatuhan hukuman terhadap aktor di lapangan. Beriringan dengan hal itu, Komnas HAM juga urung menunjukkan langkah yang konkrit dan signifikan untuk menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat," tulis KASUM dalam surat terbuka yang diterima, Kamis (19/8/2021).
Mereka mengatakan penegakan hukum dalam kasus pembunuhan Munir haruslah ditinjau secara lebih luas. Pasalnya fakta yang terungkap dalam persidangan yang mengadili aktor lapangan ialah adanya keterlibatan aktor negara ketika merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap Munir.
"Apabila menilik UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam Pasal 9, pada intinya menyebutkan bahwa pelanggaran HAM yang berat dilakukan sebagai bagian dari serangan yang sistemik ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil," jelasnya.
KASUM menilai penuntasan kasus pembunuhan Munir berada di ujung tanduk, lantaran Komnas HAM yang memiliki kewenangan penuh sebagaimana amanat undang-undang untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM belum melakukan penetapan bahwa kasus pembunuhan Munir adalah pelanggaran HAM berat.
"Pada September 2020 lalu berbagai lapisan dari masyarakat sipil telah membantu Komnas HAM dengan menyampaikan pendapat hukum yang disusun berdasarkan berbagai bukti-bukti yang aktual terkait kasus ini," tuturnya.
Akan tetapi dalam prosesnya, lanjut KASUM, Komnas HAM juga tidak menyampaikan perkembangan secara transparan dan akuntabel terkait apa yang menjadi hambatan terkait penyelesaian hal tersebut. Sehingga penetapan kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat belum menemukan titik terang.
"Tidak ditetapkannya kasus pembunuhan Munir ini sebagai pelanggaran HAM yang berat akan sangat berdampak pada terhentinya upaya pencarian keadilan. Selain itu, akan turut meniadakan pengungkapan fakta yang sebenarnya, akhirnya melepaskan aktor-aktor pembunuhan dari jerat hukuman," paparnya.
Oleh karenanya, demi menjaga mandat Komnas HAM sebagai satu-satunya lembaga yang dapat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat, KASUM mendesak Komnas HAM untuk memberikan informasi seluas-luasnya mengenai perkembangan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Adapun yang pihak yang mendesak Komnas HAM meliputi YLBHI LBH Jakarta, Imparsial, KontraS, Amnesty International Indonesia, dan Badan Ekekutif Mahasiswa (BEM) dari beberapa kampus.
(kri)