Viva Yoga Mauladi: Kok Ikan Lele Dipolitisasi? Apa Kesalahan Ikan Lele?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Istilah politisi ikan lele lagi jadi perbincangan dan menuai kontroversi. Politisi PAN asal Lamongan, Viva Yoga Mauladi , mengkritisi munculnya istilah ini.
Viva Yoga Mauladi menilai istilah itu kurang bijaksana karena melukai masyarakat Lamongan, Jawa Timur. Yoga mempersilakan SINDOnews mengutip utas yang dibuatnya.
"Kok ikan lele dipolitisasi? Apa kesalahan ikan lele? Jika memakai kata perumpamaan (kiasan), pilihlah dengan bijaksana. Yang mempertimbangkan historis, etnologi, & sosiokultural masyarakat. Tanpa itu, kiasan akan kehilangan substansi, cenderung melecehkan & tidak bijak bestari," demikian dikutip dari utas Twitter @vivayogamauladi, Jumat (6/8/2021).
Yoga menambahkan, kiasan politisi/aktivis politik yang busuk, bermain di arena keruh (sekeruh air sungai di kala kemarau), mendulang kenikmatan, dan suka adu domba dengan personifikasi ikan lele itu tidak tepat sekaligus kurang bijaksana. "Kok ikan lele? Kenapa tidak tikus got?"
Waketum PAN ini ini menjelaskan, setiap daerah di Indonesia (provinsi, kabupaten/ kota) memiliki lambang daerah. Lambang itu bermakna filosofis, sosiologis, dan historis. Ada nilai terdalam dari masyarakat atas lambang itu.
Misalnya:
1.Kota Surabaya: Sura (buaya) dan Baya (Ikan Hiu);
2.Kabupaten Tuban dan Sumba Timur: Kuda hitam;
3.Kabupaten Sumenep : Kuda Terbang;
4.Kabupaten Sidoarjo : Bandeng dan Udang;
5.Kabupaten Gowa : Ayam. Dan lainnya.
Bahkan suatu lambang negara juga memakai hewan.
1.Indonesia : burung Garuda;
2.Amerika Serikat dan Meksiko : burung elang;
3.Inggris : Singa;
4.Nigeria : Kuda;
5.Malaysia : Harimau;
6.Australia : Kanguru.
Menurutnya, ikan lele di Indonesia memiliki banyak nama daerah, di antaranya: ikan limbek (Sumatera Barat), ikan kalang (Sumatera Selatan), ikan maut (Gayo) ikan seungko (Aceh), ikan sibakut (Karo), ikan pintet (Kalimantan Selatan), dan lainnya.
Ikan lele disebut juga catfish (Inggris). Nama ilmiahnya, Clarias (Yunani) yang berarti : lincah, kuat. Ikan lele termasuk ikan yang unik. Tubuhnya licin memanjang tak bersisik dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang berguna untuk bergerak di air yang gelap, memiliki alat pernapasan tambahan. Ada sepasang patil tajam, beracun. Bisa hidup di air yang tercemar karena bisa menghilangkan kotoran-kotoran dan pemakan hama.
"Dari seluruh daerah di Indonesia yang berlambang ikan lele hanya Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tempat salah satu dari Wali Sanga, yakni Sunan Drajad."
Cerita rakyat (folktale) atau legenda soal ikan lele sampai sekarang masih diyakini masyarakat Lamongan, terutama di Utara daerah Glagah, Karangbinangun, Deket, dan sekitarnya. Ada cerita soal Sunan Giri III, muridnya yang bernama Boyopati, Mbok Rondo Barang, dan ikan lele, yang sudah menjadi cerita rakyat.
"Bagi orang Lamongan, ikan lele melambangkan sikap ulet, sabar, tahan menderita dalam apa pun, meski di air keruh, bahkan tanpa air, masih bisa hidup. Dan Jangan diganggu karena punya senjata patil. Kok mengapa ikan lele saat ini dibuat metafora sosial politik sebagai ikan busuk, tidak berguna, jahat, dan konotasi buruk, sebagai personifikasi para politisi/aktivis politik busuk?"
Dia menambahkan, jika tidak mengerti asal-usul suatu perlambang, jangan buat kiasan hewan sembarangan. Namanya melakukan framing negatif terhadap ikan lele.
Jadi, kata Juru Bicara DPP PAN ini, setop wacana kiasan politisi ikan lele ditempelkan atau dipersonifikasikan dengan politisi/aktivis busuk. "Cobalah sekali-kali merasakan bagaimana rasanya kena patil lele (saya sudah pernah 3 kali). Badan akan meriang, panas, sakit. Mungkin seperti kena Covid 19. Pasti Anda akan menangis."
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengingatkan perlunya mewaspadai manuver politisi 'ikan lele' di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, buruknya penanganan pandemi tidak hanya disebabkan oleh dampak sosial dan ekonomi semata, tapi juga karena ulah mereka.
Mu'ti menjelaskan, istilah politisi ikan lele ini dipinjamnya dari ungkapan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif untuk menunjuk mereka yang senang tampil memperkeruh suasana dan mengadu domba.
“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” jelas Mu’ti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (5/8/2021).
Viva Yoga Mauladi menilai istilah itu kurang bijaksana karena melukai masyarakat Lamongan, Jawa Timur. Yoga mempersilakan SINDOnews mengutip utas yang dibuatnya.
"Kok ikan lele dipolitisasi? Apa kesalahan ikan lele? Jika memakai kata perumpamaan (kiasan), pilihlah dengan bijaksana. Yang mempertimbangkan historis, etnologi, & sosiokultural masyarakat. Tanpa itu, kiasan akan kehilangan substansi, cenderung melecehkan & tidak bijak bestari," demikian dikutip dari utas Twitter @vivayogamauladi, Jumat (6/8/2021).
Yoga menambahkan, kiasan politisi/aktivis politik yang busuk, bermain di arena keruh (sekeruh air sungai di kala kemarau), mendulang kenikmatan, dan suka adu domba dengan personifikasi ikan lele itu tidak tepat sekaligus kurang bijaksana. "Kok ikan lele? Kenapa tidak tikus got?"
Waketum PAN ini ini menjelaskan, setiap daerah di Indonesia (provinsi, kabupaten/ kota) memiliki lambang daerah. Lambang itu bermakna filosofis, sosiologis, dan historis. Ada nilai terdalam dari masyarakat atas lambang itu.
Misalnya:
1.Kota Surabaya: Sura (buaya) dan Baya (Ikan Hiu);
2.Kabupaten Tuban dan Sumba Timur: Kuda hitam;
3.Kabupaten Sumenep : Kuda Terbang;
4.Kabupaten Sidoarjo : Bandeng dan Udang;
5.Kabupaten Gowa : Ayam. Dan lainnya.
Bahkan suatu lambang negara juga memakai hewan.
1.Indonesia : burung Garuda;
2.Amerika Serikat dan Meksiko : burung elang;
3.Inggris : Singa;
4.Nigeria : Kuda;
5.Malaysia : Harimau;
6.Australia : Kanguru.
Menurutnya, ikan lele di Indonesia memiliki banyak nama daerah, di antaranya: ikan limbek (Sumatera Barat), ikan kalang (Sumatera Selatan), ikan maut (Gayo) ikan seungko (Aceh), ikan sibakut (Karo), ikan pintet (Kalimantan Selatan), dan lainnya.
Ikan lele disebut juga catfish (Inggris). Nama ilmiahnya, Clarias (Yunani) yang berarti : lincah, kuat. Ikan lele termasuk ikan yang unik. Tubuhnya licin memanjang tak bersisik dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang berguna untuk bergerak di air yang gelap, memiliki alat pernapasan tambahan. Ada sepasang patil tajam, beracun. Bisa hidup di air yang tercemar karena bisa menghilangkan kotoran-kotoran dan pemakan hama.
"Dari seluruh daerah di Indonesia yang berlambang ikan lele hanya Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tempat salah satu dari Wali Sanga, yakni Sunan Drajad."
Cerita rakyat (folktale) atau legenda soal ikan lele sampai sekarang masih diyakini masyarakat Lamongan, terutama di Utara daerah Glagah, Karangbinangun, Deket, dan sekitarnya. Ada cerita soal Sunan Giri III, muridnya yang bernama Boyopati, Mbok Rondo Barang, dan ikan lele, yang sudah menjadi cerita rakyat.
"Bagi orang Lamongan, ikan lele melambangkan sikap ulet, sabar, tahan menderita dalam apa pun, meski di air keruh, bahkan tanpa air, masih bisa hidup. Dan Jangan diganggu karena punya senjata patil. Kok mengapa ikan lele saat ini dibuat metafora sosial politik sebagai ikan busuk, tidak berguna, jahat, dan konotasi buruk, sebagai personifikasi para politisi/aktivis politik busuk?"
Dia menambahkan, jika tidak mengerti asal-usul suatu perlambang, jangan buat kiasan hewan sembarangan. Namanya melakukan framing negatif terhadap ikan lele.
Jadi, kata Juru Bicara DPP PAN ini, setop wacana kiasan politisi ikan lele ditempelkan atau dipersonifikasikan dengan politisi/aktivis busuk. "Cobalah sekali-kali merasakan bagaimana rasanya kena patil lele (saya sudah pernah 3 kali). Badan akan meriang, panas, sakit. Mungkin seperti kena Covid 19. Pasti Anda akan menangis."
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengingatkan perlunya mewaspadai manuver politisi 'ikan lele' di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, buruknya penanganan pandemi tidak hanya disebabkan oleh dampak sosial dan ekonomi semata, tapi juga karena ulah mereka.
Mu'ti menjelaskan, istilah politisi ikan lele ini dipinjamnya dari ungkapan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif untuk menunjuk mereka yang senang tampil memperkeruh suasana dan mengadu domba.
“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” jelas Mu’ti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (5/8/2021).
(zik)