Kasus Jiwasraya, Majelis Hakim Dinilai Keliru Tafsirkan Pasal 19 UU Tipikor
loading...
A
A
A
Di sisi lain, jika gugatan keberatan hanya bisa diajukan setelah adanya kekuatan hukum tetap, artinya pengadilan telah merampas atau mengurangi hak pihak ketiga untuk menikmati atau menggunakan aset-asetnya.
“Dengan menunggu putusan inkracht untuk mengajukan keberatan, berarti majelis hakim di pengadilan telah mengurangi hak pihak ketiga untuk menikmati barang miliknya sendiri,” tambahnya.
Perkara gugatan keberatan oleh pihak ketiga kembali mencuat setelah majelis hakim PN Tipikor menolak seluruh gugatan keberatan yang diajukan pihak ketiga dalam kasus megakorupsi Jiwasraya.
Terakhir, pada hari Senin 19 Juli kemarin PN Tipikor juga menolak gugatan dari sejumlah pihak yang merasa dirugikan dalam kasus Jiwasraya.
Setidaknya ada lebih dari 100 gugatan keberatan yang masuk ke PN Tipikor. Termasuk gugatan yang dilayangkan oleh ribuan nasabah pemegang polis asuransi Wana Artha yang sub rekening efek-nya ikut disita penyidik kejaksaan.
Para penggugat, yakni pihak ketiga yang dinilai tidak terkait dengan perkara ini mengajukan keberatan karena merasa dirugikan setelah asetnya ikut disita dalam perkara korupsi Jiwasraya.
Terhadap putusan penolakan oleh majelis hakim tipikor ini, Profesor Nur Basuki mengatakan, pihak ketiga yang mengajukan keberatan bisa mengajukan kasasi untuk memperjuangkan haknya.
Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam ayat 5 pasal 19 UU Tipikor dimana penetapan hakim atas surat keberatan tersebut, dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pemohon maupun penuntut umum.
Namun ini pun berpotensi menimbulkan masalah baru. Apakah misalnya putusan kasasi ini akan membatalkan putusan PN. Dan bagaimana hakim pengadilan kasasi melakukan penilaian karena putusan majelis hakim PN tipikor itu sendiri belum memeriksa alat bukti yang diajukan pemohon maupun termohon.
Sebab diakui memang belum ada ketentuan dan aturan yang lebih jelas terkait pelaksanaan hal itu.
Karena itu saran saya, dalam hal ini kita harus memahami secara komprehensif ketentuan dalam pasal 19 UU Tipikor ini, dimana pasal ini dibuat untuk melindungi hak pihak ketiga yang beriktikad baik atas aset mereka yang ikut tersita dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, tutupnya.
“Dengan menunggu putusan inkracht untuk mengajukan keberatan, berarti majelis hakim di pengadilan telah mengurangi hak pihak ketiga untuk menikmati barang miliknya sendiri,” tambahnya.
Perkara gugatan keberatan oleh pihak ketiga kembali mencuat setelah majelis hakim PN Tipikor menolak seluruh gugatan keberatan yang diajukan pihak ketiga dalam kasus megakorupsi Jiwasraya.
Terakhir, pada hari Senin 19 Juli kemarin PN Tipikor juga menolak gugatan dari sejumlah pihak yang merasa dirugikan dalam kasus Jiwasraya.
Setidaknya ada lebih dari 100 gugatan keberatan yang masuk ke PN Tipikor. Termasuk gugatan yang dilayangkan oleh ribuan nasabah pemegang polis asuransi Wana Artha yang sub rekening efek-nya ikut disita penyidik kejaksaan.
Para penggugat, yakni pihak ketiga yang dinilai tidak terkait dengan perkara ini mengajukan keberatan karena merasa dirugikan setelah asetnya ikut disita dalam perkara korupsi Jiwasraya.
Terhadap putusan penolakan oleh majelis hakim tipikor ini, Profesor Nur Basuki mengatakan, pihak ketiga yang mengajukan keberatan bisa mengajukan kasasi untuk memperjuangkan haknya.
Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam ayat 5 pasal 19 UU Tipikor dimana penetapan hakim atas surat keberatan tersebut, dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pemohon maupun penuntut umum.
Namun ini pun berpotensi menimbulkan masalah baru. Apakah misalnya putusan kasasi ini akan membatalkan putusan PN. Dan bagaimana hakim pengadilan kasasi melakukan penilaian karena putusan majelis hakim PN tipikor itu sendiri belum memeriksa alat bukti yang diajukan pemohon maupun termohon.
Sebab diakui memang belum ada ketentuan dan aturan yang lebih jelas terkait pelaksanaan hal itu.
Karena itu saran saya, dalam hal ini kita harus memahami secara komprehensif ketentuan dalam pasal 19 UU Tipikor ini, dimana pasal ini dibuat untuk melindungi hak pihak ketiga yang beriktikad baik atas aset mereka yang ikut tersita dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, tutupnya.