Menjaga Resiliensi UMKM dan Koperasi

Senin, 12 Juli 2021 - 10:40 WIB
loading...
Menjaga Resiliensi UMKM...
Ketua Umum PB PMII 2021-2024, Muhammad Abdullah Syukri. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Muhammad Abdullah Syukri
Ketua Umum PB PMII 2021-2024

SEKTOR koperasi dan UMKM menjadi salah satu penopang ekonomi nasional. Setidaknya terdapat lebih dari 64 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap total tenaga kerja dan 60 persen PDB nasional. Oleh sebab itu, memperkuat daya ungkit UMKM dan koperasi adalah prioritas utama untuk memastikan rotasi ekonomi stabil dan keberlanjutan ditengah pandemi yang tak kunjung usai.

Kondisi ini tampaknya agak mirip dengan badai krisis moneter yang pernah menghantam lebih dari 22 tahun lalu, ketika itu sektor koperasi dan UMKM menjadi penumpu kebangkitan ekonomi Indonesia. Ketika perusahaan dan pemodal besar ambruk lantaran ketergantungan yang besar pada perbankan yang krisis, UMKM yang mandiri demikian fleksibel menggerakkan arus ekonomi Indonesia di level terbawah.

Namun, yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah situasi krisis akibat pandemi Covid 19 justru menghantam mereka yang berbeda di sektor riil dengan amat keras. Banyak UMKM dan koperasi tiba-tiba jatuh berguguran. Utamanya mereka yang tak terhubung langsung dengan teknologi digital.

Kementerian Koperasi dan UKM dalam dua bulan sejak awal terjadi pandemi di Indonesia menerima aduan dari sebanyak 163.713 UMKM dan 1.785 koperasi yang melaporkan diri secara langsung terdampak. Turunnya permintaan secara signifikan menjadi permasalahan utama dari aduan yang diterima oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Arahan pemerintah untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah secara langsung mengurangi kesempatan UMKM untuk menjalankan aktivitas ekonominya.

Dilema Koperasi
Koperasi juga mengalami kemandekan dan semakin tidak populer di kalangan milenial. Koperasi yang terdaftar sekitar 123.048 (2019) dan hampir 60 persennya bergerak di usaha simpan pinjam. Sumbangan koperasi terhadap PDB juga hanya 5,54 persen. Koperasi belum berperan signifikan menjadi penghela usaha kecil dan perorangan. Slogan koperasi sebagai “soko guru” perekonomian nasional masih merupakan sebuah cita-cita luhur yang harus diperjuangkan.

Di sisi lain, angka pengangguran cukup besar, 6,9 juta orang, belum termasuk pengangguran baru akibat pandemi Covid-19. Indonesia setiap tahun harus menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 3 juta Angkatan kerja baru. Rata-rata angka pertumbuhan ekonomi 5 persen dalam lima tahun terakhir jelas tidak cukup memadai untuk menyediakan lapangan kerja di Indonesia.

Koperasi belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam memperbesar kapasitas usahanya. Ekonomi rakyat lebih memilih bergerak secara perorangan daripada berkelompok dalam skala ekonomi.

Di banyak negara dengan perkembangan koperasi yang baik, seperti Finlandia, Australia, dan Amerika Serikat, pembentukan koperasi cukup lima orang. Di Inggris, Denmark, dan Belgia tiga orang. Bahkan, di Belanda hanya dua orang. Muhammad Halilintar (2018) dalam tulisannya, Cooperatives and Economic Growth in Indonesia, menemukan lima komponen yang mempengaruhi pertumbuhan koperasi di Indonesia. Pengaruh human capital lebih besar ketimbang empat faktor lainnya, masing-masing adalah money capital, knowledge capital, social capital, dan economic system.

Pelbagai kemudahan harus diberikan untuk memperbesar keterlibatan generasi muda membangun bisnis koperasi dan merespon peluang usaha yang serba digital dewasa ini. Sebagaimana Aliansi Koperasi Internasional (ICA) telah meluncurkan program Global Cooperative Entrepreneurs yang memberikan ruang luas bagi anak-anak muda untuk bereksperimen dan berinovasi menjawab tantangan zaman, seperti climate change, migrasi, transformasi, ataupun otomasi dalam bekerja.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1013 seconds (0.1#10.140)