Refleksi Hari Kebangkitan Nasional: Pandemi dan Transformasi Menuju The New Normal
loading...
A
A
A
Meskipun apresiasi kita terhadap perubahan tumbuh subur, seringkali kita tidak serta merta melakukannya. Resistensi terhadap perubahan cukup tinggi.
Covid-19 yang datangnya mak bendunduk (tiba-tiba, tanpa peringatan) sepertinya mempercepat perubahan dan transformasi. Resistensi (keengganan) terhadap bekerja jarak jauh dan digitalisasi, misalnya, seperti lenyap seketika setelah adanya Covid-19. Tiba-tiba orang menjadi berani (dipaksa) mencoba teknologi remote working, memiliki tekad yang tinggi terhadap digitalisasi, dan berusaha tidak gaptek (gagap teknologi).
Mengelola Transisi: Menuju The New Normal
Bridges Transition Model menyimpulkan bahwa dalam setiap transformasi selalu dua peristiwa yang terjadi yaitu perubahan dan transisi. Perubahan adalah sesuatu yang terjadi pada seseorang, baik orang tersebut setuju atau tidak dengan perubahan tersebut. Perubahan datangnya dari luar orang tersebut. Perubahan bisa terjadi dengan cepat.
Sedangkan transisi, adanya di dalam diri pelaku perubahan, yakni yang terjadi dalam fikiran pelaku tersebut sembari yang bersangkutan mengalami perubahan. Transisi adalah proses psikologis yang dialami pelaku perubahan. Transisi biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
Covid-19 sepertinya sudah membuat berbagai ‘perubahan’ terjadi (atau terpaksa terjadi). Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari the new normal.
Untuk memastikan suksesnya transfromasi, kita perlu melengkapi dengan aspek kedua dari teorinya Briges, yakni mengelola transisi. Dalam menjalani transisi, pelaku perubahan mengalami tiga fase, yaitu ending, neutral zone, dan new beginning.
Dalam fase pertama, ending, pelaku harus mengakhiri sesuatu yang tidak boleh diteruskan lagi di masa datang. Pelaku harus bersedia melepaskan (let go) sesuatu yang mungkin selama ini nyaman baginya. Dalam fase ending, pelaku akan mengalami perasaan negatif, seperti menolak, marah, sedih, disorientasi, frustasi, dan ketidak pastian.
Fase kedua, neutral zone adalah fase dimana cara atau rezim lama sudah ditinggalkan, namun manfaat dari cara baru belum terlihat. Pada fase ini, pelaku sering merasa bingung, bimbang, tidak pasti dan tidak sabar.
Pada dua fase awal ini, pelaku perubahan bisa merasa ragu dan skeptis dengan prakarsa perubahan yang dilakukan. Pada tahap awal dari semua transformasi tersebut di atas, banyak pelaku perubahan yang merasa bimbang dan ingin kembali ke cara lama, yang dianggap lebih baik.
Covid-19 yang datangnya mak bendunduk (tiba-tiba, tanpa peringatan) sepertinya mempercepat perubahan dan transformasi. Resistensi (keengganan) terhadap bekerja jarak jauh dan digitalisasi, misalnya, seperti lenyap seketika setelah adanya Covid-19. Tiba-tiba orang menjadi berani (dipaksa) mencoba teknologi remote working, memiliki tekad yang tinggi terhadap digitalisasi, dan berusaha tidak gaptek (gagap teknologi).
Mengelola Transisi: Menuju The New Normal
Bridges Transition Model menyimpulkan bahwa dalam setiap transformasi selalu dua peristiwa yang terjadi yaitu perubahan dan transisi. Perubahan adalah sesuatu yang terjadi pada seseorang, baik orang tersebut setuju atau tidak dengan perubahan tersebut. Perubahan datangnya dari luar orang tersebut. Perubahan bisa terjadi dengan cepat.
Sedangkan transisi, adanya di dalam diri pelaku perubahan, yakni yang terjadi dalam fikiran pelaku tersebut sembari yang bersangkutan mengalami perubahan. Transisi adalah proses psikologis yang dialami pelaku perubahan. Transisi biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
Covid-19 sepertinya sudah membuat berbagai ‘perubahan’ terjadi (atau terpaksa terjadi). Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari the new normal.
Untuk memastikan suksesnya transfromasi, kita perlu melengkapi dengan aspek kedua dari teorinya Briges, yakni mengelola transisi. Dalam menjalani transisi, pelaku perubahan mengalami tiga fase, yaitu ending, neutral zone, dan new beginning.
Dalam fase pertama, ending, pelaku harus mengakhiri sesuatu yang tidak boleh diteruskan lagi di masa datang. Pelaku harus bersedia melepaskan (let go) sesuatu yang mungkin selama ini nyaman baginya. Dalam fase ending, pelaku akan mengalami perasaan negatif, seperti menolak, marah, sedih, disorientasi, frustasi, dan ketidak pastian.
Fase kedua, neutral zone adalah fase dimana cara atau rezim lama sudah ditinggalkan, namun manfaat dari cara baru belum terlihat. Pada fase ini, pelaku sering merasa bingung, bimbang, tidak pasti dan tidak sabar.
Pada dua fase awal ini, pelaku perubahan bisa merasa ragu dan skeptis dengan prakarsa perubahan yang dilakukan. Pada tahap awal dari semua transformasi tersebut di atas, banyak pelaku perubahan yang merasa bimbang dan ingin kembali ke cara lama, yang dianggap lebih baik.