Bijak Mengonsumsi Obat Covid-19

Senin, 28 Juni 2021 - 05:50 WIB
loading...
A A A
BPOM juga terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 melalui komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.

”Apabila Ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19, harus atas perse tujuan dan di bawah pengawasan dokter,” demikian bunyi penjelasan tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah tidak sembarang mendukung suatu obat jika belum dilakukan pembuktian ilmiah. Dalam kasus Ivermectin, BPOM jelas memberikan izin edar sebagai obat cacing, bukan obat terapi pengobatan Covid-19.

“Setiap pernyataan pemerintah yang keluar ke publik harus dipastikan didukung oleh data dan fakta yang akurat. Jangan sembarangan mengendorse sejenis obat sebagai terapi Covid-19 padahal belum melalui rangkaian uji klinis yang standar,” kata Netty saat dihubungi Sabtu, (26/6).

Dia mempertanyakan motif pemerintah di balik dukungannya untuk Ivermectin, termasuk keinginan untuk mem produksi obat tersebut secara massal, karena negara-negara lain di dunia disebutnya,justru sudah menghentikan penggunaannya.

Ditandaskannya, agar dalam menangani pandemi Covid-19 pemerintah selalu mengutamakan keselamatan rakyat dengan mengedepankan prinsip scientific based policy, bukan justru kepentingan politik atau ekonomi.

Dia pun berharap tidak ada pihak yang mencari keuntungan di balik melonjaknya kasus Covid-19, terutama dalam beberapa pekan terakhir. ‘’Jangan aada moral hazard dalam menangani pandemi ini untuk men capai tujuan politik atau ekonomi. Pastikan semua kebijakan berprinsip scientific based policy, untuk tujuan keselamatan rakyat,” kata dia.

Sebagai informasi, Ivermectin pertama kali dibuat pada tahun 1975 oleh Profesor Omura dari Jepang tujuannya untuk memusnahkan cacing gelang dan jenis cacing parasit lainnya. Tahun 1981 disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menjadi anti parasit.

Kemudian pada 1985, Ivermectin didonasikan ke Afrika yang pada waktu itu yang masih banyak kasus berkaitan dengan cacing parasit seperti filaria atau kaki gajah. Semakin lama karena tingkat kepedulian mengenai Kebersihan semakin tinggi membuat kasus-kasu seperti itu sudah jarang terjadi di dunia termasuk di Indonesia.

Tergantung Uji Klinik
Peneliti dari Pusat Penlitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Masteria Yunovilsa Putra melihat, kendati Ivermectin izin edarnya adalah obat anti-parasit atau obat cacing, namun bisa saja itu efektif untuk anti-virus. Dia pun menyebut, barubaru ini dilaporkan oleh para peneliti di Australia bahwa Ivermectin secara in vitro (pengujian di luar makhluk hidup) memang bisa menghambat pertumbuhan virus SARS-Cov-2.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2841 seconds (0.1#10.140)