Soal Polemik TWK, Tjahjo Persilakan Jika Hendak Diuji atau Digugat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membuat 75 orang terdepak masih terus berlanjut, meskipun 1.271 pegawai yang lolos telah dilantik sebagai ASN.
Terkait hal ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa pertanyaan TWK itu adalah pertanyaan psikotes yang komprehensif, bukan pertanyaan sederhana untuk memilih sesuatu.
"Saya enggak tau (pertanyaan Pancasila atau Alquran), itu bukan saya (yang buat). Yang saya tahu pertanyaan itu bukan pertanyaan kamu makan apa. Ini semacam psikotes yang komprehensif," ujar Tjahjo kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Namun, Tjahjo mempersilakan pihak-pihak yang ingin menguji ataupun menggugat TWK tersebut. Yang jelas, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan tim assessor independen telah menggunakan pola dalam membuat pertanyaan di TWK.
"Kalau mau diuji silakan diuji, mau digugat silakan digugat. Kami BKN gunakan pola seperti, kalau saya jadi saksi di KPK, video dan rekaman ada, rekaman A sampai Z, hingga selesai," terangnya.
Adapun pelatihan bagi pegawai KPK yang telah jadi ASN, menurut Politikus PDIP ini, kewenangan pelatihan ada di KPK, tidak bisa ikut pelatihan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) ataupun Kemenpan RB. Begitu juga anggaran, semua proses alih status pegawai KPK sebagai ASN itu menggunakan anggaran KPK.
"Kami ikut terlibat memantau bersama-sama tapi secara Perkom aturannya ada di KPK dan BKN," papar Tjahjo.
Tjahjo menegaskan TWK ini tes umum yang dilakukan mulai di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan untuk naik menjadi pejabat eleson 1 dan 2 semua ada TWK. Hanya saja, karena ada proses alih status menjadi ASN di KPK, maka kelihatannya TWK ini spesifik.
"Nanti semua sama termasuk Polri, masuk Akpol, IPDN, STIN, Sekolah Imigrasi sama. Ini kan masalah-masalah kewarganegaraan," tegasnya.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar jika dalam tes itu ada yang tidak lolos karena tes itu kemungkinannya berhasil atau tidak. Dan ada 1.300 orang lebih yang mengikuti tes tanpa paksaan.
"Soal hasil tes ada yang gagal dan tidak, itu kan wajar," tutup Tjahjo.
Terkait hal ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa pertanyaan TWK itu adalah pertanyaan psikotes yang komprehensif, bukan pertanyaan sederhana untuk memilih sesuatu.
"Saya enggak tau (pertanyaan Pancasila atau Alquran), itu bukan saya (yang buat). Yang saya tahu pertanyaan itu bukan pertanyaan kamu makan apa. Ini semacam psikotes yang komprehensif," ujar Tjahjo kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Namun, Tjahjo mempersilakan pihak-pihak yang ingin menguji ataupun menggugat TWK tersebut. Yang jelas, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan tim assessor independen telah menggunakan pola dalam membuat pertanyaan di TWK.
"Kalau mau diuji silakan diuji, mau digugat silakan digugat. Kami BKN gunakan pola seperti, kalau saya jadi saksi di KPK, video dan rekaman ada, rekaman A sampai Z, hingga selesai," terangnya.
Adapun pelatihan bagi pegawai KPK yang telah jadi ASN, menurut Politikus PDIP ini, kewenangan pelatihan ada di KPK, tidak bisa ikut pelatihan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) ataupun Kemenpan RB. Begitu juga anggaran, semua proses alih status pegawai KPK sebagai ASN itu menggunakan anggaran KPK.
"Kami ikut terlibat memantau bersama-sama tapi secara Perkom aturannya ada di KPK dan BKN," papar Tjahjo.
Tjahjo menegaskan TWK ini tes umum yang dilakukan mulai di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan untuk naik menjadi pejabat eleson 1 dan 2 semua ada TWK. Hanya saja, karena ada proses alih status menjadi ASN di KPK, maka kelihatannya TWK ini spesifik.
"Nanti semua sama termasuk Polri, masuk Akpol, IPDN, STIN, Sekolah Imigrasi sama. Ini kan masalah-masalah kewarganegaraan," tegasnya.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar jika dalam tes itu ada yang tidak lolos karena tes itu kemungkinannya berhasil atau tidak. Dan ada 1.300 orang lebih yang mengikuti tes tanpa paksaan.
"Soal hasil tes ada yang gagal dan tidak, itu kan wajar," tutup Tjahjo.
(kri)