Penyelenggara Pemilu Wajib Lindungi Data Pribadi Pemilih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penyelenggara Pemilu wajib melindungi data pribadi pemilih. Menurut Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, pengaturan soal publikasi atau distribusi daftar pemilih tetap (DPT) belum dibarengi dengan kesadaran utuh untuk melindungi data pribadi.
(Baca juga: Respons Pemerintah Soal Data Pemilih di KPU Bocor Diretas)
"Meskipun data pemilih tersebut mesti bisa diakses untuk menjamin penyusunan daftar pemilih yang inklusif, transparan, dan akuntabel, penyelenggara pemilu juga harusnya tetap tunduk pada sejumlah prinsip perlindungan data pribadi," ujar Titi Anggraini dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/5/2020).
Titi pun membeberkan sejumlah prinsip itu. Pertama, pembatasan tujuan yang spesifik, eksplisit, dan sah. "Data pribadi dalam DPT hanya boleh diproses untuk tujuan tertentu (yaitu untuk menjamin akurasi data pemilih) yang harus dikomunkasikan pada subjek data," ungkapnya.
(Baca juga: Data KPU Bocor, Pengamat: Ada Peluang Bagi Kejahatan Siber)
Sementara Peneliti Perludem, Maharddhika menambahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa hanya berlindung pada regulasi yang mengamanatkan untuk membuka data pemilih dan abai pada perlindungan data pribadi.
Kedua, minimisasi data. Penyelenggara pemilu sebagai pengendali data hanya mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data yang relevan dan terbatas pada hal yang diperlukan dan berkaitan dengan tujuan.
Ketiga, pembatasan penyimpanan. Penyelenggara pemilu sebagai pengendali data harus menentukan batas waktu penyimpanan dan penghapusan data pribadi. "Data pribadi di DPT disimpan selama masih diperlukan untuk mencapai tujuan," ujarnya.
Keempat, perlindungan kerahasiaan. Penyelenggara pemilu harus memastikan kerahasiaan data pribadi dengan menerapkan langkah teknis yang memadai seperti pseudonymization dan enkripsi untuk melindungi keamanan penyimpanan data.
"Penyelenggara pemilu, dalam hal ini pengawas pemilu, juga harus menyiapkan sistem pengawasan secara teratur terhadap perlindungan data pribadi serta menyiapkan prosedur pelaporan dan penyelesaian jika ditemukan kebocoran data pribadi," katanya.
(Baca juga: Respons Pemerintah Soal Data Pemilih di KPU Bocor Diretas)
"Meskipun data pemilih tersebut mesti bisa diakses untuk menjamin penyusunan daftar pemilih yang inklusif, transparan, dan akuntabel, penyelenggara pemilu juga harusnya tetap tunduk pada sejumlah prinsip perlindungan data pribadi," ujar Titi Anggraini dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/5/2020).
Titi pun membeberkan sejumlah prinsip itu. Pertama, pembatasan tujuan yang spesifik, eksplisit, dan sah. "Data pribadi dalam DPT hanya boleh diproses untuk tujuan tertentu (yaitu untuk menjamin akurasi data pemilih) yang harus dikomunkasikan pada subjek data," ungkapnya.
(Baca juga: Data KPU Bocor, Pengamat: Ada Peluang Bagi Kejahatan Siber)
Sementara Peneliti Perludem, Maharddhika menambahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa hanya berlindung pada regulasi yang mengamanatkan untuk membuka data pemilih dan abai pada perlindungan data pribadi.
Kedua, minimisasi data. Penyelenggara pemilu sebagai pengendali data hanya mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data yang relevan dan terbatas pada hal yang diperlukan dan berkaitan dengan tujuan.
Ketiga, pembatasan penyimpanan. Penyelenggara pemilu sebagai pengendali data harus menentukan batas waktu penyimpanan dan penghapusan data pribadi. "Data pribadi di DPT disimpan selama masih diperlukan untuk mencapai tujuan," ujarnya.
Keempat, perlindungan kerahasiaan. Penyelenggara pemilu harus memastikan kerahasiaan data pribadi dengan menerapkan langkah teknis yang memadai seperti pseudonymization dan enkripsi untuk melindungi keamanan penyimpanan data.
"Penyelenggara pemilu, dalam hal ini pengawas pemilu, juga harus menyiapkan sistem pengawasan secara teratur terhadap perlindungan data pribadi serta menyiapkan prosedur pelaporan dan penyelesaian jika ditemukan kebocoran data pribadi," katanya.