Data KPU Bocor, Pengamat: Ada Peluang Bagi Kejahatan Siber
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekitar 2,3 juta data kependudukan warga Indonesia diduga bocor dan dibagikan lewat forum komunitas peretas atau hacker. Data tersebut diklaim merupakan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 yang diambil dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2013. (Baca juga: Ratusan Data KPU Bocor, Kominfo Lakukan Penyelidikan)
Kabar kebocoran ini diungkap pertama kali oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis, 21 Mei 2020. Menurut akun tersebut, data DPT Pemilu 2014 itu berbentuk file berformat Portable Document Format (PDF). (Baca juga: Data Pemilih di KPU Dikabarkan Bocor, Dukcapil Pastikan Server E-KTP Aman)
Berdasarkan bukti tangkapan gambar yang diunggah di forum tersebut, data tersebut berisi sejumlah informasi sensitif, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lainnya.
Pengamat teknologi informasi dan digital forensik, Ruby Alamsyah, menilai data yang diberikan pelaku memang sudah lama. Menurutnya, data DPT seperti itu biasanya adalah data yang KPU siapkan untuk dibagikan ke pihak partai politik.
“Tapi pelaku tidak mengklaim secara langsung bahwa dia mendapatkan data tersebut dari KPU atau dari pihak lain. Maka perlu dipastikan terlebih dahulu, data tersebut sebenarnya terbocor dari pihak mana,” kata Ruby kepada SINDOnews, Jumat (22/5/2020).
Walaupun yang diambil bukan data terbaru atau update, lanjut Ruby, setidaknya minimal ada tiga informasi yang mengandung data pribadi seperti NIK, nama lengkap, dan tanggal lahir. Dia pun menduga informasi tersebut berpotensi besar disalahgunakan untuk kepentingan tertentu seperti kelompok kejahatan siber.
“Data ini dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu seperti kelompok kejahatan siber yang biasa melakukan penipuan online dan memanfaatkan data pribadi korban sebagai alat tambahan untuk mendapatkan kepercayaan korban. Jadi, korban merasa di kontak oleh pihak/instansi resmi dan bisa menyebutkan data pribadi korban,” kata Chief Digital Forensic PT DFI itu.
Atas dasar itu, dirinya mengingatkan agar publik juga tetap waspada dalam menggunakan berbagai perangkat elektronik. Sebab, umumnya pelaku kejahatan siber memanfaatkan data pribadi itu untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Kabar kebocoran ini diungkap pertama kali oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis, 21 Mei 2020. Menurut akun tersebut, data DPT Pemilu 2014 itu berbentuk file berformat Portable Document Format (PDF). (Baca juga: Data Pemilih di KPU Dikabarkan Bocor, Dukcapil Pastikan Server E-KTP Aman)
Berdasarkan bukti tangkapan gambar yang diunggah di forum tersebut, data tersebut berisi sejumlah informasi sensitif, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lainnya.
Pengamat teknologi informasi dan digital forensik, Ruby Alamsyah, menilai data yang diberikan pelaku memang sudah lama. Menurutnya, data DPT seperti itu biasanya adalah data yang KPU siapkan untuk dibagikan ke pihak partai politik.
“Tapi pelaku tidak mengklaim secara langsung bahwa dia mendapatkan data tersebut dari KPU atau dari pihak lain. Maka perlu dipastikan terlebih dahulu, data tersebut sebenarnya terbocor dari pihak mana,” kata Ruby kepada SINDOnews, Jumat (22/5/2020).
Walaupun yang diambil bukan data terbaru atau update, lanjut Ruby, setidaknya minimal ada tiga informasi yang mengandung data pribadi seperti NIK, nama lengkap, dan tanggal lahir. Dia pun menduga informasi tersebut berpotensi besar disalahgunakan untuk kepentingan tertentu seperti kelompok kejahatan siber.
“Data ini dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu seperti kelompok kejahatan siber yang biasa melakukan penipuan online dan memanfaatkan data pribadi korban sebagai alat tambahan untuk mendapatkan kepercayaan korban. Jadi, korban merasa di kontak oleh pihak/instansi resmi dan bisa menyebutkan data pribadi korban,” kata Chief Digital Forensic PT DFI itu.
Atas dasar itu, dirinya mengingatkan agar publik juga tetap waspada dalam menggunakan berbagai perangkat elektronik. Sebab, umumnya pelaku kejahatan siber memanfaatkan data pribadi itu untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya.
(cip)