Tim Kajian Pastikan Adanya Revisi pada Pasal-pasal Karet UU ITE
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo membantah pernyataan sejumlah pihak yang menyebut bahwasanya pemerintah hanya akan membuat pedoman implementasi UU ITE serta tidak akan melakukan revisi UU Nomor 19 Tahun 2016.
Sugeng kembali menegaskan, sedikitnya ada dua hasil yang nanti dikeluarkan oleh tim kajian UU ITE. Hasil pertama yaitu revisi terbatas UU ITE, terutama pada pasal-pasal yang selama ini dinilai sebagai pasal karet. Kedua, pedoman implementasi UU ITE yang akan dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).
Dalam revisi terbatas UU ITE itu pemerintah akan mereformulasi pasal yang mengatur tindak pidana dalam Pasal 27, 28, 29, dan 36. Reformulasi pasal dilakukan salah satunya lantaran putusan MK terkait Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
"Pasal 27 nantinya akan dijabarkan dalam tindak pidana menyerang kehormatan atau nama baik dan fitnah, termasuk diatur tentang dihapusnya pidana apabila hal itu dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri," ujar Sugeng, Selasa (25/5/2021).
Kemudian, Pasal 36 akan direvisi untuk mempertegas apa yang dimaksud dengan kerugian, dan sifatnya hanya kerugian materiil sebagai akibat langsung dan hanya dibatasi dalam Pasal 30 hingga 34. Lalu, akan ada penambahan pasal baru, yakni pasal 45 C, yang akan mengatur pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran.
"Karena selama ini UU ITE hanya mengatur ketentuan tindak pidana pemberitaan bohong terkait konsumen transaksi elektronik sebagaimana termuat dalam Pasal 28 ayat 1 UU ITE. Keonaran yang dimaksud di sini terjadi di ruang fisik atau nyata dan bukan di ruang digital dan maya," ungkapnya.
“Selanjutnya, Kemenkominfo dan Kemenkumham akan menjadi leading sector. Kemenkumham akan memproses usulan revisi masuk dalam perubahan prolegnas prioritas pada Juni 2021. Ini sudah disepakati menjadi prioritas untuk diusulkan dan tugas kemenkumham menyampaikan kepada DPR,” katanya.
Hal kedua adalah SKB antara Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung tentang Pedoman Implementasi UU ITE Menurut dia, SKB itu akan menjadi pedoman penanganan kasus pelanggaran Pasal 27, 28, 29, dan Pasal 36 UU Nomor 11/2008 tentang ITE yang telah diubah menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019.
Dia memastikan, pedoman tersebut disusun agar ada pemahaman yang sama dan tidak multi tafsir di kalangan aparat penegak hukum. "Setelah ditandatangani, SKB akan disosialisasikan kepada aparat penegak hukum, yaitu Kemenkominfo, Kepolisian, dan Kejaksaan. Kemenko Polhukam akan memfasilitasi sosialisasi agar tidak ada lagi multitafsir dan penegakan hukum yang diskriminatif di lapangan,” paparnya.
Pedoman implementasi yang berbentuk SKB akan menjadi pegangan bagi aparat penegak hukum karena tahapan untuk melakukan revisi membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pada prinsipnya UU ITE diterapkan dengan prinsip penegakan hukum dilakukan sebagai upaya terakhir atau ultimum remidium.
"Sehingga Kepolisian dan Kejaksaan diminta mengedepankan aspek keadilan restoratif," pungkasnya
Sugeng kembali menegaskan, sedikitnya ada dua hasil yang nanti dikeluarkan oleh tim kajian UU ITE. Hasil pertama yaitu revisi terbatas UU ITE, terutama pada pasal-pasal yang selama ini dinilai sebagai pasal karet. Kedua, pedoman implementasi UU ITE yang akan dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).
Dalam revisi terbatas UU ITE itu pemerintah akan mereformulasi pasal yang mengatur tindak pidana dalam Pasal 27, 28, 29, dan 36. Reformulasi pasal dilakukan salah satunya lantaran putusan MK terkait Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
"Pasal 27 nantinya akan dijabarkan dalam tindak pidana menyerang kehormatan atau nama baik dan fitnah, termasuk diatur tentang dihapusnya pidana apabila hal itu dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri," ujar Sugeng, Selasa (25/5/2021).
Kemudian, Pasal 36 akan direvisi untuk mempertegas apa yang dimaksud dengan kerugian, dan sifatnya hanya kerugian materiil sebagai akibat langsung dan hanya dibatasi dalam Pasal 30 hingga 34. Lalu, akan ada penambahan pasal baru, yakni pasal 45 C, yang akan mengatur pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran.
"Karena selama ini UU ITE hanya mengatur ketentuan tindak pidana pemberitaan bohong terkait konsumen transaksi elektronik sebagaimana termuat dalam Pasal 28 ayat 1 UU ITE. Keonaran yang dimaksud di sini terjadi di ruang fisik atau nyata dan bukan di ruang digital dan maya," ungkapnya.
“Selanjutnya, Kemenkominfo dan Kemenkumham akan menjadi leading sector. Kemenkumham akan memproses usulan revisi masuk dalam perubahan prolegnas prioritas pada Juni 2021. Ini sudah disepakati menjadi prioritas untuk diusulkan dan tugas kemenkumham menyampaikan kepada DPR,” katanya.
Hal kedua adalah SKB antara Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung tentang Pedoman Implementasi UU ITE Menurut dia, SKB itu akan menjadi pedoman penanganan kasus pelanggaran Pasal 27, 28, 29, dan Pasal 36 UU Nomor 11/2008 tentang ITE yang telah diubah menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019.
Dia memastikan, pedoman tersebut disusun agar ada pemahaman yang sama dan tidak multi tafsir di kalangan aparat penegak hukum. "Setelah ditandatangani, SKB akan disosialisasikan kepada aparat penegak hukum, yaitu Kemenkominfo, Kepolisian, dan Kejaksaan. Kemenko Polhukam akan memfasilitasi sosialisasi agar tidak ada lagi multitafsir dan penegakan hukum yang diskriminatif di lapangan,” paparnya.
Pedoman implementasi yang berbentuk SKB akan menjadi pegangan bagi aparat penegak hukum karena tahapan untuk melakukan revisi membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pada prinsipnya UU ITE diterapkan dengan prinsip penegakan hukum dilakukan sebagai upaya terakhir atau ultimum remidium.
"Sehingga Kepolisian dan Kejaksaan diminta mengedepankan aspek keadilan restoratif," pungkasnya
(thm)