Koalisi Guru Besar Ingatkan Jokowi Ada yang Ingin Intervensi KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Guru Besar Antikorupsi mengingatkan Presiden Jokowi terkait polemik penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab masalah ini hanya salah satu titik dari dari serangkaian puncak polemik internal KPK sejak beberapa lama. Bila berlarut-larut tanpa penyelesaian, polemik internal KPK dikhawatirkan berimbas pada citra Indonesia di mata dunia.
”Polemik tak berujung semacam ini berpotensi mempengaruhi citra Indonesia, khususnya dalam konteks indeks persepsi korupsi,” tulis Koalisi Guru Besar Antikorupsi dalam surat kepada Presiden Jokowi yang diterima SINDOnews, Senin (24/5/2021) .
Koalisi ini terdiri atas Prof Sigit Riyanto (UGM), Prof Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah), Prof Sulistyowati Irianto (UI), Prof Ningrum Natasya Sirait (USU), Prof Hibnu Nugroho (Unsoed), dan Prof Marwan Mas (Universitas Bosowa).
Kepada Jokowi mereka mengingatkan bahwa akhir Januari lalu Transparency International mempublikasikan IPK Indonesia yang sangat disayangkan. Baik skor maupun peringkat Indonesia turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
”Segenap masyarakat berharap besar agar penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi di KPK, dapat berjalan sebagaimana mestinya, tanpa gangguan kekisruhan internal lembaganya,” tulis Prof Azyumardi dkk.
Lebih dari itu, para guru besar itu menilai bahwa sebagian besar pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan Penyelidik dan Penyidik perkara dugaan tindak pidana korupsi. Mereka sedang menangani perkara yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, dan lain sebagainya.
Melihat hal itu, Prof Azyumardi dkk menduga besar kemungkinan ada sejumlah pihak yang merancang dan ingin mengintervensi proses penindakan di KPK. Indikasinya adalah salah satu poin dari perintah Pimpinan KPK terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat tersebut, yaitu menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasannya.
”Jika itu benar, maka hal tersebut berpotensi melanggar hukum (Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/obstruction of justice),” ujar Azyumardi dkk.
”Polemik tak berujung semacam ini berpotensi mempengaruhi citra Indonesia, khususnya dalam konteks indeks persepsi korupsi,” tulis Koalisi Guru Besar Antikorupsi dalam surat kepada Presiden Jokowi yang diterima SINDOnews, Senin (24/5/2021) .
Koalisi ini terdiri atas Prof Sigit Riyanto (UGM), Prof Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah), Prof Sulistyowati Irianto (UI), Prof Ningrum Natasya Sirait (USU), Prof Hibnu Nugroho (Unsoed), dan Prof Marwan Mas (Universitas Bosowa).
Kepada Jokowi mereka mengingatkan bahwa akhir Januari lalu Transparency International mempublikasikan IPK Indonesia yang sangat disayangkan. Baik skor maupun peringkat Indonesia turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
”Segenap masyarakat berharap besar agar penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi di KPK, dapat berjalan sebagaimana mestinya, tanpa gangguan kekisruhan internal lembaganya,” tulis Prof Azyumardi dkk.
Lebih dari itu, para guru besar itu menilai bahwa sebagian besar pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan Penyelidik dan Penyidik perkara dugaan tindak pidana korupsi. Mereka sedang menangani perkara yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, dan lain sebagainya.
Melihat hal itu, Prof Azyumardi dkk menduga besar kemungkinan ada sejumlah pihak yang merancang dan ingin mengintervensi proses penindakan di KPK. Indikasinya adalah salah satu poin dari perintah Pimpinan KPK terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat tersebut, yaitu menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasannya.
”Jika itu benar, maka hal tersebut berpotensi melanggar hukum (Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/obstruction of justice),” ujar Azyumardi dkk.
(muh)