Akankah Benyamin Netanyahu Ditetapkan Penjahat Perang di Palestina?

Senin, 24 Mei 2021 - 16:10 WIB
loading...
A A A
Pascakerusuhan di Masjidil Aqsa pada Jumat 7 Mei 2021 lalu, ketegangan semakin memanas. Kala itu, polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah menunaikan salat tarawih di penghujung Ramadhan, Senin 10 Mei 2021. Hal ini menyebabkan Faksi Hamas di Jalur Gaza menembakkan roket ke arah Tel Aviv dan sejumlah wilayah Israel lainnya sebagai balasan atas tindakan Israel yang brutal.

Serangan itu dibalas Israel dengan membombardir Jalur Gaza dengan jet tempur dan bom sulfur. Akibatnya, sejumlah bangunan penting dan appartemen padat penduduk mengalami kerusakan dan merenggut ratusan korban jiwa

Hamas dan Palestina mulai memberlakukan gencatan senjata, mengakhiri 11 hari pertempuran kedua pihak yang telah menewaskan lebih dari 253 orang sebagian besar korban di Gaza. Warga Palestina tumpah ke jalan-jalan di Gaza tak lama setelah pengumuman gencatan senjata dimulai, sementara Hamas memperingatkan mereka tetap berwaspada.

Tak lama setelah gencatan senjata berlaku pada Jumat pukul 02.00 waktu setempat (05.00 WIB), banyak warga Palestina di turun ke jalan dengan mobil ataupun berjalan kaki untuk merayakan kemenangan Syaeful Quds. Di Gaza, pengemudi membunyikan klakson sementara pengeras suara dari masjid-masjid meneriakkan "kemenangan kelompok perlawanan." Militer Israel mengatakan mereka mencabut pembatasan darurat di seluruh wilayah.

Kabinet Israel yang juga disambut gembira oleh Penduduk Israel yang tidak siap perang dan selama 15 hari tinggal dalam banker perlindungan mendukung dikeluarkan keputusan untuk menyetujui gencatan senjata dengan Hamas

Mengapa Israel Salah dan Kalah?
Beberapa hari sebelum terjadi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina, sejumlah media di Israel memberikan catatan buruk terhadap operasi militer yang membabi-buta yang dilakukan pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu. Israel menjadi sorotan dunia internasional atas kekerasan, pembantaian dan pembunuhan terhadap warga sipil, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Citra Israel semakin buruk dan menegaskan Israel sebagai penjajah, penindas, dan sekaligus pelaku apartheid.

Kritik dan protes di dalam Israel sendiri dapat menggambarkan bahwa Israel-Netanyahu benar-benar salah dan kalah. Israel telah mempertontonkan kebiadaban, penjajahan, penindasan, kekerasan, dan kejahatan.

Dalam 11 hari serangan pesawat dan mesin tempur Israel yang bombardir Gaza dan agresi militer di Tepi Barat, setidaknya 253 warga Palestina yang tewas. Di antaranya 65 anak-anak, 39wanita, 17 warga lanjut usia, dan ribuan warga lainnya luka-luka. Mereka yang tewas adalah penduduk sipil non kombatan yang sepatutnya dilindungi. Sedangkan dari pihak Israel ada 12 warga yang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Di Era sosmed warga Jalur Gaza dan Tepi Barat dapat menyiarkan peristiwa yang terjadi di wilayahnya secara langsung melalui WA, Instagram, Tik-Tok, Twitter, Facebook, Youtube, dan lain-lainnya. Padahal beberapa layanan media sosial tersebut berusaha untuk menyensor informasi yang disebarluaskan warga Gaza dan Tepi Barat. Namun protes keras dari warga dunia akhirnya membuat penyedia layanan media sosial luluh karena khawatir ditinggalkan para penggunanya.

Israel menjadi tidak mampu menghadapi banjirnya informasi di media sosial yang mempertontonkan kebiadaban. Israel tidak bisa lagi menggunakan dalih bahwa mereka membalas dalam rangka melindungi diri (self defense) seperti yang selama ini dijadikan tameng sehingga seakan mendapatkan keabsahan dalam melakukan kebrutalan di Palestina dan yang diakupasi Israel.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0831 seconds (0.1#10.140)