Poros Islam, Cita-Cita atau Angan-Angan Belaka?

Minggu, 25 April 2021 - 10:46 WIB
loading...
A A A


Menurut dia, Prabowo, Anies, dan Sandi selama ini dikenal memiliki pendukung yang kuat di kalangan parpol Islam. "Jadi bisa saja parpol Islam bersatu kalau mereka mencalonkan salah satu dari nama bakal capres tersebut,” ungkapnya.

Tetapi, kata dia, formula selama ini yang paling mungkin menang itu adalah menggabungkan parpol Islam dan nasionalis. "Kalau hanya parpol Islam saja yang bersatu mungkin sulit untuk menang. Harus digabungkan dengan parpol yang lebih nasionalis. Dengan demikian, meskipun terbentuk, poros Islam tetap memerlukan minimal satu partai nasionalis untuk menjadi kompetitif memenangkan pertarungan Pilpres 2024," pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari berpendapat bahwa ide Poros Islam itu sesuatu yang memang bersifat romantik. "Dan sudah dibayangkan oleh banyak tokoh partai Islam semenjak dulu, tetapi pada kenyataannya sulit diwujudkan karena partai-partai ini satu sisi memang memiliki katakanlah kesamaan ya ideologinya atau konstituennya itu Islam. Nilai-nilainya Islam, tetapi sesungguhnya mereka di antara satu dengan yang lain seringkali juga berkompetisi terutama yang memang akarnya sama,” kata Qodari.

Dia mengatakan, Islam pun terdiri dari tradisional dan modernis. Kata Qodari, Islam Tradisional begitu kental dengan tradisi lokasl, organisasinya Nahdlatul Ulama (NU) dan partai politikmya adalah PKB dan PPP. "Yang kedua Islam modernis yang orientasinya itu kepada pemurnian ajaran Islam yang menurut mereka memiliki bentuk asli, turunannya kan pada saat ini ada PKS, PAN, organisasinya Muhammadiyah. Lalu kemudian sekarang muncul Gelora dan Partai Ummat, jadi sebetulnya antar PKS dan PAN sulit ketemu karena mereka notabenenya memperebutkan segmen yang sama," tuturnya.

Buktinya, elite PAN sudah menyampaikan tidak akan ikut bergabung dalam koalisi Poros Partai Islam itu. "Dan mengatakan konsep poros tengah atau poros Islam tahun 1999 itu sebagai sebuah nostalgia atau sesuatu yang tidak relevan lagi kondisi sekarang dan sulit diulangi," imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, antara PKB dengan PPP juga sulit bertemu karena kedua partai itu juga merebutkan basis pemilih yang kurang lebih sama yaitu Islam tradisional. "Itu sebabnya mungkin yang menjelaskan kenapa yang ketemu adalah PPP dengan PKS, bukan PPP dengan PKB atau PKS dan PAN, jadi intinya sulit ya," ucapnya.

Namun, kata dia, tak tertutup kemungkinan parta-partai Islam disatukan oleh suatu momentum atau peristiwa. "Terutama misalkan kalau menemukan tokoh yang mau diusung sama-sama katakanlah misalnya Anies Baswedan pada pilpres yang akan datang, karena Anies naiknya di jabatan gubernur itu melalui nuansa warna dukungan kelompok-kelompok Islam, jadi isunya adalah penistaan agama, di luar isu-isu kebijakan Ahok, kemudian ada tokoh-tokoh seperti Rizieq Shihab GNPF, ulama, FPI, kemudian ada peristiwa 411 dan 212, jadi mungkin saja, menurut saya itu pun tidak akan mutlak atau semua partai Islam berbasis massa Islam berkumpul di sana, pasti nanti ada yang memilih calon yang lain, katakanlah calon dari nasionalis,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab menilai Koalisi Poros Partai Islam hanyalah sebuah angan-angan. "Hanya angan-angan. Apalagi melihat fragmentasi masing-masing Parpol yang cenderung memiliki kepentingan yang lebih besar atas golongannya ketimbang kepentingan koalisi yang berdasarkan pada Poros Islam itu sendiri," kata Fadhli secara terpisah.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2493 seconds (0.1#10.140)