API Mendukung Upaya Kejaksaan Agung Bongkar Mafia Tekstil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai tahun 2018-2020. Beberapa waktu lalu, Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan pemeriksaan dan penggeledahan dua rumah milik petinggi Bea Cukai tipe B Batam, guna mencari serta mengumpulkan barang bukti dan menemukan tersangkanya.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman menyambut positif upaya pengungkapan kasus impor tekstil tersebut. Dia menilai hal itu menjadi bagian dari perbaikan kondisi industri tekstil Indonesia secara umum. (Baca juga: Rusak Pasar Domestik,Tekstil Impor Ilegal dari China Harus Diusut)
“Bagus, positif itu bagian dari perbaikan kondisi tekstil kita secara umum, secara menyeluruh kita sih berharap ke depan tidak terjadi lagi hal serupa. Karena ini bukan hanya soal merugikan Negara secara pajak. Industri tekstil kita juga dirugikan amat sangat besar,” ujar Rizal dalam keterangannya yang diterima SINDOnews, Rabu (20/5/2020).
Menurut Rizal, banyak aspek yang terdapat dalam persoalan tekstil, di antaranya menyangkut soal tenaga kerja, perputaran ekonomi masyarakat, perdagangan dan sebagainya. “Kalau semakin banyak penyelundupan-penyelundupan serupa yang ditangkap, dibongkar maka seharusnya industri tekstil kita semakin aman dari tindakan-tindakan tidak fair, dan itu sangat membantu kita untuk tumbuh,” jelasnya.
Rizal melanjutkan dampak dari adanya mafia tekstil sangat besar bagi industri tekstil Indonesia sebab sederhananya dari setiap meter kain yang diproduksi dalam proses pembuatanya melibatkan banyak orang, mulai dari benang sampai menjadi kain. “Industri tekstil jelas menghidupi masyarakat dan menyerap banyak tenaga kerja,” tutur Rizal.
Namun permainan mafia tekstil yang menyelundupkan tekstil ilegal berpotensi kehilangan pendapatan bagi negara, secara sosial sangat merugikan bagi masyarakat. “Inikan industri faktur, industri yang menyerap banyak tenaga kerja, kita berharap tidak terjadi lagi kedepan, tidak terjadi lagi yang seperti itu. Kita berharap ke Bea Cukai, Kejaksaan Agung, kepolisian mudah-mudahan, ini demi bangsa dan negara,” papar Rizal.
Sebagaimana diketahui, penyidikan atas kasus dugaan penyelundupan 27 kontainer berisi tekstil premium ini berawal dari Ditjen Bea Cukai yang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 27 kontainer berisi tekstil premium di Pelabuhan Tanjung Priok pada 2 Maret lalu.
Seluruh kontainer ini diketahui berlayar dari Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Dari 27 kontainer yang diamankan, 10 kontainer diketahui diimpor oleh PT Peter Garmindo Prima dan hanya membayar Rp730 juta.
Sementara 17 kontainer lainnya diimpor oleh PT Flemings Indo Batam yang membayar Rp1,09 miliar. Keseluruhan kontainer dikirimkan menuju satu alamat yang sama yakni Komplek Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur.
Dalam dokumen pengiriman, kontainer tersebut tercatat berisi kain poliester. Namun faktanya, 27 kontainer tersebut berisikan kain premium jenis sutra, satin, brokat dan lainnya.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman menyambut positif upaya pengungkapan kasus impor tekstil tersebut. Dia menilai hal itu menjadi bagian dari perbaikan kondisi industri tekstil Indonesia secara umum. (Baca juga: Rusak Pasar Domestik,Tekstil Impor Ilegal dari China Harus Diusut)
“Bagus, positif itu bagian dari perbaikan kondisi tekstil kita secara umum, secara menyeluruh kita sih berharap ke depan tidak terjadi lagi hal serupa. Karena ini bukan hanya soal merugikan Negara secara pajak. Industri tekstil kita juga dirugikan amat sangat besar,” ujar Rizal dalam keterangannya yang diterima SINDOnews, Rabu (20/5/2020).
Menurut Rizal, banyak aspek yang terdapat dalam persoalan tekstil, di antaranya menyangkut soal tenaga kerja, perputaran ekonomi masyarakat, perdagangan dan sebagainya. “Kalau semakin banyak penyelundupan-penyelundupan serupa yang ditangkap, dibongkar maka seharusnya industri tekstil kita semakin aman dari tindakan-tindakan tidak fair, dan itu sangat membantu kita untuk tumbuh,” jelasnya.
Rizal melanjutkan dampak dari adanya mafia tekstil sangat besar bagi industri tekstil Indonesia sebab sederhananya dari setiap meter kain yang diproduksi dalam proses pembuatanya melibatkan banyak orang, mulai dari benang sampai menjadi kain. “Industri tekstil jelas menghidupi masyarakat dan menyerap banyak tenaga kerja,” tutur Rizal.
Namun permainan mafia tekstil yang menyelundupkan tekstil ilegal berpotensi kehilangan pendapatan bagi negara, secara sosial sangat merugikan bagi masyarakat. “Inikan industri faktur, industri yang menyerap banyak tenaga kerja, kita berharap tidak terjadi lagi kedepan, tidak terjadi lagi yang seperti itu. Kita berharap ke Bea Cukai, Kejaksaan Agung, kepolisian mudah-mudahan, ini demi bangsa dan negara,” papar Rizal.
Sebagaimana diketahui, penyidikan atas kasus dugaan penyelundupan 27 kontainer berisi tekstil premium ini berawal dari Ditjen Bea Cukai yang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 27 kontainer berisi tekstil premium di Pelabuhan Tanjung Priok pada 2 Maret lalu.
Seluruh kontainer ini diketahui berlayar dari Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Dari 27 kontainer yang diamankan, 10 kontainer diketahui diimpor oleh PT Peter Garmindo Prima dan hanya membayar Rp730 juta.
Sementara 17 kontainer lainnya diimpor oleh PT Flemings Indo Batam yang membayar Rp1,09 miliar. Keseluruhan kontainer dikirimkan menuju satu alamat yang sama yakni Komplek Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur.
Dalam dokumen pengiriman, kontainer tersebut tercatat berisi kain poliester. Namun faktanya, 27 kontainer tersebut berisikan kain premium jenis sutra, satin, brokat dan lainnya.
(kri)