Cerita Pembebasan Sandera Woyla, Calon Perwira Kopassus Ini Gugur Ditembak Pembajak Garuda

Selasa, 13 April 2021 - 05:27 WIB
loading...
Cerita Pembebasan Sandera...
Operasi pembebasan sandera penumpang pesawat Garuda DC-9 Woyla oleh Kopassus. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - “Kami Sudah Beri Apa yang Kami Punya”

Itulah sepenggal kalimat menggetarkan yang terpahat di sebuah prasasti untuk mengenang para prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang gugur saat mengemban tugas mulia. Prasasti yang berada di Mako Kopassus Cijantung ini mengingatkan kita akan perjuangan dan keberanian para prajurit pasukan elite TNI AD tersebut.

Ya, bagi seorang prajurit Kopassus memenuhi panggilan Ibu Pertiwi merupakan sebuah kehormatan yang harus dijalankan meski nyawa sebagai taruhannya. Hal itu yang dilakukan calon perwira (Capa) prajurit Kopassandha yang saat ini dikenal sebagai Kopassus bernama Lettu Anumerta Ahmad Kirang saat menjalankan misi membebaskan sandera penumpang pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak oleh kelompok teroris di Thailand.

Lettu Anumerta Ahmad Kirang dilahirkan di Mamuju, Sulawesi Selatan pada 8 November 1941. Dia adalah personel Kopassus. Saat berpangkat Capa Kopassus, dia mendapat tugas dan kepercayaan dari pimpinan TNI AD sebagai salah seorang tim pembebasan sandera pesawat Garuda DC-9 yang dibajak oleh kelompok teroris. Tanpa keraguan tugas mulia tersebut dia tunaikan. Tugas tersebut terlaksana dengan sukses, namun Capa Ahmad Kirang menjadi korban dan gugur dalam menunaikan tugas tersebut.

Kisah tersebut bermula pada 28 Maret 1981, ketika sebuah pesawat Garuda DC-9 Woyla dengan rute penerbangan Jakarta – Medan dibajak saat transit di Palembang. Pembajak yang menyamar sebagai penumpang tersebut terdiri dari lima orang. Para pembajak yang menyebut dirinya sebagai Komando Jihad memaksa kapten Pilot Herman Rante dengan todongan pistol agar mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilangka.

Cerita Pembebasan Sandera Woyla, Calon Perwira Kopassus Ini Gugur Ditembak Pembajak Garuda


Karena kehabisan bahan bakar, pesawat sempat mendarat di Bandara Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar selanjutnya mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand. Selama empat hari drama pembajakan berlangsung di Bandara Don Mueang, Bangkok. Pembajak yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein tersebut menuntut pemerintah Indonesia agar membebaskan 80 angggota kelompok Komando Jihad yang telah ditangkap karena beberapa kasus atau teror yang mereka lakukan. Seperti kasus Cicendo yang terjadi pada 11 Maret 1981 dimana 14 anggota Komando Jihad telah membuh empat anggota Polri.

Selain itu, pembajak juga menuntut tebusan berupa uang tunai USD1,5 juta. Mereka juga meminta pesawat untuk pembebasan tahanan dan terbang ke tujuan yang dirahasiakan. Di samping itu mereka juga mengancam telah memasang bom di pesawat Woyla dan tidak segan untuk meledakkan diri bersama pesawat tersebut.

Tuntutan pembajak/teroris tersebut tidak dipenuhi pemerintah Indonesia. Pemerintah menjawab tuntutan tersebut dengan melakukan aksi militer guna membebaskan para sandera. Dalam upaya membebaskan para sandera, pada 29 Maret 1981 di Mako Kopassandha Cijantung, dibentuk satu tim pembebasan sandera yang dipimpin oleh Letkol Inf Sintong Pandjaitan. Salah satu prajurit terbaik dan terpilih untuk melaksanakan misi itu adalah Capa Ahmad Kirang.

Sebagai prajurit Komando, maka tugas adalah kehormatan. Tidak ada kata ragu dan terdadak bagi Capa Ahmad Kirang dan sekitar 30 prajurit Kopassandha lainnya karena sebagai prajurit satuan tempur, mereka siap ditugaskan kemanapun dan kapanpun juga bila negara membutuhkannya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2222 seconds (0.1#10.140)