Transaksi Narkoba Sangat Tinggi, Junkie di Indonesia 5 Juta Orang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) mengungkapkan bahwa jumlah pemakai narkoba (junkie) di Indonesia cukup banyak, sudah hampir 5 juta orang. Banyaknya penggemar barang haram ini segaris lurus dengan transaksi narkoba yang mencapai Rp23 triliun.
"Bayangkan berdasarkan data BNN penggemar narkoba di Indonesia berjumlah 5 juta orang, ini seperti apa, jika dibandingkan penduduk Indonesia 265 juta mungkin itu sedikit, tetapi bandingkanlah dengan populasi Singapura yang hanya 5 juta. Betapa luar biasanya di Indonesia itu 5 juta orang, hanya menjadi penggemar narkoba itu," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae saat menjadi keynote speaker Webinar Diskusi Kontemporer dengan tema megupas urgensi pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa (6/4/2021).
Menurutnya, dari hasil penelusuran dan penelitian PPATK termutakhir, total transaksi dari jaringan narkoba mencapai Rp23 triliun. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya legal infrastructure dalam mengawasi sistem keuangan.
Baca juga: PPATK Sebut Berhasil Ungkap Transaksi Rp23 Triliun dari Jaringan Narkoba
Dian menjelaskan, persoalan tindak pidana di bidang keuangan ini sangat signifikan, sehingga ada beberapa hal-hal tertentu dalam pengawasannya yang memang perlu disempurnakan. Untuk itu RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana diperlukan bagi PPATK dalam konteks memerangi kejahatan ekonomi secara efektif.
"Tentu saja penyempurnaan itu dari A sampai Z, dari mulai pengaturan, pengawasan, assesment itu harus dilakukan secara menyeluruh, tapi hari ini kita berbicara dalam konteks dua tema utama kita yaitu dua RUU tersebut," katanya.
Menurutnya, dua RUU ini sangat penting sebagai legal infrastructure yang akan memungkinkan Indonesia menyambut masa depan untuk lebih baik ke depannya.
Baca juga: Selidiki Kasus Narkoba di Jakarta, Begini Penampilan Jenderal Hoegeng Menyamar Jadi Hippies
"Saya tidak bisa membayangkan sebetulnya, sebagai mantan orang BI saya banyak sekali merenungkan apa sih yang sedang terjadi dengan negara kita ini. Katakanlah kita saat sebelum COVID-19 pun growth economy kita itu more less hanya 5%. Bisa dikatakan ini long standing dispointing economic grow," katanya.
Menurutnya, ekonomi Indonesia bisa dipacu sedemikian rupa agar tumbuh lebih besar dari saat ini seandainya tindak kejahatan ekonomi berhasil diatasi.
"Indonesia secara luas yang disebut sebagai shadow economy 20-40 persen dari GDP, itu artinya kalau kita bisa memerangi ini, economic growth kita kesejahteraan rakyat kita itu akan bisa terjamin lebih baik," ungkapnya.
Menurutnya, banyak sekali penggunaan uang-uang tunai untuk tujuan-tujuan kejahatan pencucian uang. Misalnya dalam pengungkapan narkoba biasanya diikuti dengan penyitaan uang puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
"Bayangkan berdasarkan data BNN penggemar narkoba di Indonesia berjumlah 5 juta orang, ini seperti apa, jika dibandingkan penduduk Indonesia 265 juta mungkin itu sedikit, tetapi bandingkanlah dengan populasi Singapura yang hanya 5 juta. Betapa luar biasanya di Indonesia itu 5 juta orang, hanya menjadi penggemar narkoba itu," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae saat menjadi keynote speaker Webinar Diskusi Kontemporer dengan tema megupas urgensi pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa (6/4/2021).
Menurutnya, dari hasil penelusuran dan penelitian PPATK termutakhir, total transaksi dari jaringan narkoba mencapai Rp23 triliun. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya legal infrastructure dalam mengawasi sistem keuangan.
Baca juga: PPATK Sebut Berhasil Ungkap Transaksi Rp23 Triliun dari Jaringan Narkoba
Dian menjelaskan, persoalan tindak pidana di bidang keuangan ini sangat signifikan, sehingga ada beberapa hal-hal tertentu dalam pengawasannya yang memang perlu disempurnakan. Untuk itu RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana diperlukan bagi PPATK dalam konteks memerangi kejahatan ekonomi secara efektif.
"Tentu saja penyempurnaan itu dari A sampai Z, dari mulai pengaturan, pengawasan, assesment itu harus dilakukan secara menyeluruh, tapi hari ini kita berbicara dalam konteks dua tema utama kita yaitu dua RUU tersebut," katanya.
Menurutnya, dua RUU ini sangat penting sebagai legal infrastructure yang akan memungkinkan Indonesia menyambut masa depan untuk lebih baik ke depannya.
Baca juga: Selidiki Kasus Narkoba di Jakarta, Begini Penampilan Jenderal Hoegeng Menyamar Jadi Hippies
"Saya tidak bisa membayangkan sebetulnya, sebagai mantan orang BI saya banyak sekali merenungkan apa sih yang sedang terjadi dengan negara kita ini. Katakanlah kita saat sebelum COVID-19 pun growth economy kita itu more less hanya 5%. Bisa dikatakan ini long standing dispointing economic grow," katanya.
Menurutnya, ekonomi Indonesia bisa dipacu sedemikian rupa agar tumbuh lebih besar dari saat ini seandainya tindak kejahatan ekonomi berhasil diatasi.
"Indonesia secara luas yang disebut sebagai shadow economy 20-40 persen dari GDP, itu artinya kalau kita bisa memerangi ini, economic growth kita kesejahteraan rakyat kita itu akan bisa terjamin lebih baik," ungkapnya.
Menurutnya, banyak sekali penggunaan uang-uang tunai untuk tujuan-tujuan kejahatan pencucian uang. Misalnya dalam pengungkapan narkoba biasanya diikuti dengan penyitaan uang puluhan hingga ratusan miliar rupiah.