Perjalanan Kasus BLBI yang Rugikan Negara Rp4,58 T Hingga Akhirnya Dihentikan KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menghentikan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang menjerat, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Sjamsul sendiri merupakan pengendali BDNI. Dalam kasus ini, kerugian negara mencapai Rp4,58 triliun.
Mulanya, Sjamsul Nursalim dan Itjih ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini pada 10 Juni 2019. Penetapan tersangka terhadap Sjamsul dan Itjih merupakan pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Pimpinan KPK jilid IV yang diketuai oleh Agus Rahardjo meyakini Sjamsul Nursalim dan istrinya terlibat dalam perkara ini. Terlebih, saat itu Syafruddin Arsyad Temenggung telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara korupsi penerbitan SKL BLBI. Di mana, dalam putusan Syafruddin, Sjamsul dan istrinya disebut sebagai pihak yang diperkaya.
"Terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan Putusan Pengadilan Tipikor No.39/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,58 triliun," kata Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, 10 Juni 2019.
Jauh sebelum Sjamsul dan Itjih, KPK telah lebih dulu menjerat Syafruddin. Syafruddin resmi berstatus tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-19/01/03/2017 tanggal 20 Maret 2017. Setelah proses penyidikan rampung, KPK melimpahkan berkas perkara Syafruddin ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam proses persidangan, pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan hukuman kepada Syafruddin dengan pidana 13 tahun penjara dan denda sejumlah Rp700 juta. Hal itu tertuang dalam amar putusan 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018.
Tak sampai disitu, ternyata ada upaya hukum lanjutan setelah Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonisnya terhadap Syafruddin. Syafruddin membawa vonis tersebut ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI. Di tingkat banding, hakim justru memperberat hukuman terhadap Syafruddin dengan pidana 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.
Kembali tak terima, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada saat proses kasasi itulah, KPK kemudian menetapkan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka dalam perkara ini merujuk putusan di tingkat pertama sebagai pihak yang diperkaya.
Sprindik untuk Sjamsul dan Itjih diterbitkan pada 13 Mei 2019 yang kemudian resmi diumumkan ke publik pada 10 Juni 2019. Sjamsul dan Itjih diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN.
Namun kemudian, pada 9 Juli 2019, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung. Sebagaimana putusan bernomor 1555 K/Pid.Sus/2019 itu, hakim mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin yang intinya, membatalkan putusan di tingkat kasasi atau vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Putusan kasasi berubah 100% di tingkat banding. Di mana, majelis hakim agung menyatakan bahwa Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.
Di tingkat banding tersebut, hakim agung juga memutuskan melepas Syafruddin Arsyad Temenggung dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Bahkan hakim memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan KPK.
Kemudian, jaksa eksekutor pada KPK melaksanakan putusan dengan cara mengeluarkan Syafruddin dari tahanan Rutan KPK pada Selasa, 9 Juli 2019. KPK kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi Syafruddin bernomor 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 09 Juli 2019. Sayangnya, usaha KPK sia-sia. Pada 16 Juli 2020, permohonan PK KPK ditolak berdasarkan Surat MA RI Nomor : 2135/Panmud.Pidsus/VII/2020 tertanggal 16 Juli 2020.
"Maka KPK (kemudian) meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021).
Dengan mengingat ketentuan Pasal 11 Undang-Undang KPK, maka pimpinan lembaga antirasuah jilid V yang dikomandoi oleh Firli Bahuri kemudian berkesimpulan bahwa penyidikan terhadap Sjamsul dan istrinya tidak bisa dilanjutkan.
Sebab, penyelenggara negara yang dalam kasus ini adalah Syafruddin Arsyad Temenggung, dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum. Sedangkan Sjamsul dan Itjih, dalam perkara ini hanya berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku penyelenggara negara. "Maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," jelas Alexander Marwata.
Mulanya, Sjamsul Nursalim dan Itjih ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini pada 10 Juni 2019. Penetapan tersangka terhadap Sjamsul dan Itjih merupakan pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Pimpinan KPK jilid IV yang diketuai oleh Agus Rahardjo meyakini Sjamsul Nursalim dan istrinya terlibat dalam perkara ini. Terlebih, saat itu Syafruddin Arsyad Temenggung telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara korupsi penerbitan SKL BLBI. Di mana, dalam putusan Syafruddin, Sjamsul dan istrinya disebut sebagai pihak yang diperkaya.
Baca Juga
"Terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan Putusan Pengadilan Tipikor No.39/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,58 triliun," kata Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, 10 Juni 2019.
Jauh sebelum Sjamsul dan Itjih, KPK telah lebih dulu menjerat Syafruddin. Syafruddin resmi berstatus tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-19/01/03/2017 tanggal 20 Maret 2017. Setelah proses penyidikan rampung, KPK melimpahkan berkas perkara Syafruddin ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam proses persidangan, pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan hukuman kepada Syafruddin dengan pidana 13 tahun penjara dan denda sejumlah Rp700 juta. Hal itu tertuang dalam amar putusan 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018.
Tak sampai disitu, ternyata ada upaya hukum lanjutan setelah Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonisnya terhadap Syafruddin. Syafruddin membawa vonis tersebut ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI. Di tingkat banding, hakim justru memperberat hukuman terhadap Syafruddin dengan pidana 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.
Kembali tak terima, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada saat proses kasasi itulah, KPK kemudian menetapkan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka dalam perkara ini merujuk putusan di tingkat pertama sebagai pihak yang diperkaya.
Sprindik untuk Sjamsul dan Itjih diterbitkan pada 13 Mei 2019 yang kemudian resmi diumumkan ke publik pada 10 Juni 2019. Sjamsul dan Itjih diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN.
Namun kemudian, pada 9 Juli 2019, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung. Sebagaimana putusan bernomor 1555 K/Pid.Sus/2019 itu, hakim mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin yang intinya, membatalkan putusan di tingkat kasasi atau vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Putusan kasasi berubah 100% di tingkat banding. Di mana, majelis hakim agung menyatakan bahwa Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.
Di tingkat banding tersebut, hakim agung juga memutuskan melepas Syafruddin Arsyad Temenggung dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Bahkan hakim memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan KPK.
Kemudian, jaksa eksekutor pada KPK melaksanakan putusan dengan cara mengeluarkan Syafruddin dari tahanan Rutan KPK pada Selasa, 9 Juli 2019. KPK kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi Syafruddin bernomor 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 09 Juli 2019. Sayangnya, usaha KPK sia-sia. Pada 16 Juli 2020, permohonan PK KPK ditolak berdasarkan Surat MA RI Nomor : 2135/Panmud.Pidsus/VII/2020 tertanggal 16 Juli 2020.
"Maka KPK (kemudian) meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021).
Dengan mengingat ketentuan Pasal 11 Undang-Undang KPK, maka pimpinan lembaga antirasuah jilid V yang dikomandoi oleh Firli Bahuri kemudian berkesimpulan bahwa penyidikan terhadap Sjamsul dan istrinya tidak bisa dilanjutkan.
Sebab, penyelenggara negara yang dalam kasus ini adalah Syafruddin Arsyad Temenggung, dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum. Sedangkan Sjamsul dan Itjih, dalam perkara ini hanya berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku penyelenggara negara. "Maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," jelas Alexander Marwata.
(cip)