67 Tahun GMNI: Nasionalisme Kita dan Lanscape Tata Dunia Baru

Senin, 29 Maret 2021 - 10:37 WIB
loading...
A A A
Kemunculan kembali xenofobia yang mengkhawatirkan sebagai ideologi dan gerakan sosial adalah manifestasi lain dari bagaimana budaya dan identitas memengaruhi politik kontemporer negara dan agama. Mereka mengambil budaya dan identitas sebagai alat untuk memanipulasi politik internasional, untuk memprovokasi dan memperbesar konflik.

Di tataran global, populisme sayap kanan dan politik identitas menemukan ekspresi mereka dalamseruan untuk menentang segala bentuk multilateralisme. Erosi norma dan institusi abad ke-20 terjadi terus menerus, ketidakpercayaan terhadap institusi-institusi global yang mapan yang dibangun pasca PD II semakin meluas.

Semua ini berakar dari pegeseran kekuatan ekonomi-politik yang kemudian mengguncang infrastruktur politik neoliberal. Dan femonena populisme akhir-akhir ini seperti Donald Trump adalah hanya sebuah reaksi atas pergeseran tata dunia baru yang diakibatkan dari pergeseran formasi ekonomi-politik global.

Dalam bahasa Bung Karno, situasi tersebut hanya sebagai bentuk epifenomena dari sepak terjangnya kapitalisme yang menurun. Jika kita melihat dari perspektif Bung Karno, kebijakan Trump seperti proteksionisme ekonomi dalam bentuk penerapan tarif secara unilateral yang memicu perang dagang yang sejatinya sangat kontras dengan identitas Amerika Serikat sebagai pelopor sistem perdagangan multilateral merupakan upaya kapitalisme melakukan mekanisme pertahanan dari gelombang malaise (krisis 2008) yang menghasilkan merosotnya daya beli masyarakat, kemiskinan dan pengangguran.

Artinya, bisa dikatakan gaya xenofobia dan politik identitas adalah ekspresi dari krisis struktural yang mendalam dari kapitalisme lanjut, dan muncul dari kecenderungan kapitalisme monopoli (seperti yang dibahas oleh Hilferding) untuk “mengorganisir” seluruh kehidupan sosial dengan cara yang totalitarian.

Franz Neumann, seorang teoritisi Mazhab Frankfurt, menyebut politik xenofobic sebagai sebuah konsekuensi dalam sebuah sistem yang monopolistik, dimana laba tidak dapat dihasilkan dan dipertahankan tanpa kekuatan politik yang totalitarian. Artinya, proses sentralisasi dan konsentrasi kapital yang mengarah pada monopoli bersamaan dengan krisis ekonomi telah memberi ruang bagi prakondisi bangkitnya politik xenofobic.

Semua ini melahirkan sebuah model nasionalisme tribal dimana rasa kesatuan primordial menjadi instrumen ekspansionisme imperial suatu bangsa. Bung Karno menyebutnya dengan istilah nasionalisme Eropa, yakni suatu nasionalisme yang bersifat menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi,

Namun yang perlu menjadi catatan penting, di tengah bangkitnya gelombang populisme dan politik xenofobic, kita menyaksikan sebuah pergeseran yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni sebuah revolusi teknologi telah membentuk kembali semua aspek kehidupan manusia.

Geopolitik tidak lagi hanya dibentuk oleh negara, tetapi juga oleh platform teknologi besar, aktor non-negara dan komunitas dan individu yang dimobilisasi secara digital; dengan skala dan kecepatan pergeseran teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya; dan kita sekarang hidup ditengah "planet platform" di mana elemen-elemen masyarakat, seperti identitas, pasar, dan partisipasi politik, melampaui batas yang tegas. Semua ini merekonstruksi ulang hubungan dalam batas-batas nasional antara negara, perusahaan, dan warga negara.

Gilles Babinet menyebutnya sebuah era pasca nation-statedimana peran, wewenang, tanggung jawab bahkan kedaulatan negara-bangsa diterupsi hingga diambil alih oleh perusahaan teknologi raksasa dengan kekuatan algoritma (big data) yang mampu membentuk dan mengarahkan kesadaran warga, ikut membentuk keputusan politik negara. yang dengan itu kekuasaanya tidak dapat dibatasi oleh kekuasaan yang dimiliki negara-bangsa. Artinya, kekuatan algoritma yang dimiliki oleh perusahaan platform raksasa dapat mendekontruksi kekuasaan negara dan mendekonsentrasi pasar. Hal ini menciptakan tuntutan untuk mendesain ulangperan negara bangsa secara lebih luas.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2017 seconds (0.1#10.140)