Vonis Prasetijo dan Napoleon Dinilai Terlalu Ringan, ICW: Seharusnya Seumur Hidup

Kamis, 11 Maret 2021 - 00:01 WIB
loading...
Vonis Prasetijo dan Napoleon Dinilai Terlalu Ringan, ICW: Seharusnya Seumur Hidup
ICW menilai vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor terhadap Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam kasus red notice Djoko Tjandra terlalu ringan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam kasus red notice Djoko Tjandra terlalu ringan. Napoleon divonis 4 tahun penjara, sedangkan Prasetijo 3,5 Tahun.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menuturkan, vonis itu malah terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh dua perwira tinggi Polri tersebut. Menurut Kurnia, keduanya layak diberikan hukuman maksimal.

"ICW beranggapan vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup. Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar,” ungkap Kurnia dalam keterangannya, Rabu (10/3/2021). (Baca juga; Terlibat Pemalsuan Surat, Brigjen Prasetijo Utomo Divonis 3 Tahun Penjara )

Selain itu, dalam persidangan ini ICW juga mempertanyakan landasan putusan majelis hakim yang menggunakan Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor. Dengan menggunakan pasal itu, vonis terhadap yang bersangkutan malH menjadi sangat ringan, karena maksimal ancaman dalam pasal itu hanya lima tahun penjara.

"Semestinya Hakim dapat menggunakan Pasal 12 huruf a UU Tipikor, yang mengatur pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal seumur hidup," ucapnya. (Baca juga; Irjen Napoleon Bonaparte Divonis 4 Tahun Penjara )

Dia menjelaskan, setidaknya ada beberapa alasan mengapa Prasetijo dan Napoleon layak dihukum maksimal. Pertama, ketika melakukan kejahatan, keduanya tengah mengemban profesi sebagai penegak hukum. "Tentu, praktik suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan citra Polri di mata masyarakat," tuturnya.

Kedua, tambah Kurnia, Prasetijo dan Napoleon selaku penegak hukum malah bekerja sama dengan buronan. Menurut dia, dalam fakta persidangan terungkap bahwa Prasetijo membantu turut istri Djiko Tjandra membuat surat yang ditembuskan ke Interpol Polri dan dirinya juga bersurat ke Anna Boentaran terkait informasi red notice Djoko Tjandra

"Sedangkan Napoleon sendiri dianggap terbukti menyurati Dirjen Imigrasi agar status daftar pencarian orang Joko Tjandra dihapus," katanya.

Alasan ketiga, kata dia, akibat tindakan tercela yang dilakukan oleh keduanya justru menghambat proses hukum untuk dapat menjebloskan Djoko Tjandra ke lembaga pemasyarakatan. Bahkan, ICW membandingkan putusan ini dengan putusan kasus korupsi seorang kepala desa di Indramayu, Jawa Barat bernama Jenuri.

Kurnia memaparkan, pada Desember 2020 Jenuri terbukti melakukan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp168 juta dan mendapatkan vonis 4 tahun penjara. Oleh karenanya, ICW mendesak Polisi memberhentikan tidak dengan hormat kedua orang tersebut.

"Sedangkan Prasetijo dan Napoleon, dianggap telah menerima dana Rp8,4 miliar dari Djoko Tjandra malah hanya divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan 4 tahun penjara," ungkapnya.

Sekadar informasi, dalam perkara ini, Brigjen Prasetijo Utomo divonis hukuman 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Prasetijo terbukti menerima suap USD100.000 dari Djoko Tjandra.

Sementara untuk Irjen Napoleon divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Napoleon terbukti menerima suap USD370.000 dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2101 seconds (0.1#10.140)