Gelar Diskusi, Jaringan Mahasiswa Jakarta Bedah Insiden KM 50
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Mahasiswa Jakarta kembali menggelar diskusi hukum berkaitan dengan insiden KM 50 yang terjadi pada 8 Desember 2020 tepat di Jalan Tol Jakarta Cikampek KM 50.
Diskusi digelar di Warunk Upnormal Raden Saleh, Cikini Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021). Acara tersebut dikemas dalam dua konsep diskusi secara online dan ada juga yang hadir secara offline dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
Diskusi dengan mengangkat tema Insiden KM 50, Antara Fakta Hukum Lembaga Negara dan Opini Politik Kelompok Tertentu di hadiri oleh tiga narasumber kompeten di bidangnya.
Narasumber pertama hadir dari pengamat politik Ujang Komarudin selaku Direktur Eksekutif Indonesia Political Review yang juga Dosen Universitas Al Azhar.
"Dalam kasus yang terjadi di KM 50 itu harus adanya penegakkan kebenaran dan keadilan, serta jangan sampai kasus KM 50 ini di kaburkan, pointnya bahwa kasus ini harus kita kawal," katanya.
Menurut dia, kasus ini harus diselesaikan dengan tuntas. Menurut dia, di dalam kasus ini ada tindak pidana karena terbunuhnya enam orang anggota FPI.
"Pesan saya ada dua hal. Pertama, tegakkan kasus ini secara adil, apabila keadilan telah ditegakkan maka citra pemerintah juga akan baik dan citra kepolisian juga akan di selamatkan. Kedua, Ketika keadilan ditegakkan, maka tegakkan juga kebenaran. Karena jangan sampai kasus ini dikaburkan," tuturnya.
Albertus Wahyurudhanto selaku Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menjelaskan duduk perkara kasus ini. "Judul diskusi ini memang menarik sekali, secara normatif saya akan mendudukan posisi Kompolnas terlebih dahulu," katanya.
Dia menjelaskan Kompolnas sebagai lembaga pengawasan terhadap Polri sesuai Perpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional. Kompolnas mengawasi tugas kepolisian baik mengawasi langsung ataupun laporan dari masyarakat.
Dalam kasus KM 50 ini, lanjut beliau, Kompolnas mengikuti rekonstruksi di lokasi, ada koreksi secara norma langkah-langkahnya apakah sudah benar. "Tapi ada beberapa bagian yang harus dikoreksi, Kompolnas punya kewenangan melakukan penyelidikan selama ada kasus yang berhubungan dengan HAM, tapi bukan pelanggaran HAM berat," katanya.
Diskusi digelar di Warunk Upnormal Raden Saleh, Cikini Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021). Acara tersebut dikemas dalam dua konsep diskusi secara online dan ada juga yang hadir secara offline dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
Diskusi dengan mengangkat tema Insiden KM 50, Antara Fakta Hukum Lembaga Negara dan Opini Politik Kelompok Tertentu di hadiri oleh tiga narasumber kompeten di bidangnya.
Narasumber pertama hadir dari pengamat politik Ujang Komarudin selaku Direktur Eksekutif Indonesia Political Review yang juga Dosen Universitas Al Azhar.
"Dalam kasus yang terjadi di KM 50 itu harus adanya penegakkan kebenaran dan keadilan, serta jangan sampai kasus KM 50 ini di kaburkan, pointnya bahwa kasus ini harus kita kawal," katanya.
Menurut dia, kasus ini harus diselesaikan dengan tuntas. Menurut dia, di dalam kasus ini ada tindak pidana karena terbunuhnya enam orang anggota FPI.
"Pesan saya ada dua hal. Pertama, tegakkan kasus ini secara adil, apabila keadilan telah ditegakkan maka citra pemerintah juga akan baik dan citra kepolisian juga akan di selamatkan. Kedua, Ketika keadilan ditegakkan, maka tegakkan juga kebenaran. Karena jangan sampai kasus ini dikaburkan," tuturnya.
Albertus Wahyurudhanto selaku Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menjelaskan duduk perkara kasus ini. "Judul diskusi ini memang menarik sekali, secara normatif saya akan mendudukan posisi Kompolnas terlebih dahulu," katanya.
Dia menjelaskan Kompolnas sebagai lembaga pengawasan terhadap Polri sesuai Perpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional. Kompolnas mengawasi tugas kepolisian baik mengawasi langsung ataupun laporan dari masyarakat.
Dalam kasus KM 50 ini, lanjut beliau, Kompolnas mengikuti rekonstruksi di lokasi, ada koreksi secara norma langkah-langkahnya apakah sudah benar. "Tapi ada beberapa bagian yang harus dikoreksi, Kompolnas punya kewenangan melakukan penyelidikan selama ada kasus yang berhubungan dengan HAM, tapi bukan pelanggaran HAM berat," katanya.