Peraturan Longgar, Jangan Lengah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang masih sebatas wacana. Tapi, fakta di lapangan menunjukkan pelaksanaan aturan terlihat sudah mulai sangat longgar.
Kondisi ini secara konkret terlihat dengan kembali ramainya jalanan seperti di Jabodetabek, bahkan di sejumlah ruas terjadi kepadatan lalu lintas. Bukan hanya itu, aktivitas ekonomi masyarakat—termasuk di sejumlah pasar—sudah menggeliat. Sebelumnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta juga sudah kembali beroperasi.
Apa yang terjadinya mencerminkan bahwa ancaman pandemi corona (Covid-19) tidak bisa menghentikan masyarakat untuk melanjutkan aktivitas. Tapi, tentu kecenderungan ini jangan sampai serta-merta mengendurkan kesadaran masyarakat akan bahaya corona.
Pentingnya kewaspdaaan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan bukanlah mengada-ada, karena ancaman korona belum juga menyusut. Hingga kemarin kasus baru positif corona masih tinggi, yakni mencapai 496 orang. Dengan demikian, total kasus korona di Indonesia mencapai 18.010 orang, dengan 1.191 orang di antaranya meninggal dunia. (Baca: Epidemiolog Unpad Ingatkan Bahaya Penyebaran COVID-19 di Pusat Niaga)
Kemarin, Presiden Joko Widodo memastikan belum ada kebijakan untuk melonggarkan. Karena itu, dia meminta jangan sampai masyarakat menangkap bahwa pelonggaran PSBB sudah dilakukan. Ditegaskan bahwa sejauh ini pemerintah baru sebatas menyiapkan skenario pelonggaran. ”Yang akan diputuskan setelah ada timing yang tepat. Serta melihat data-data dan fakta-fakta di lapangan. Biar semuanya jelas. Karena kita harus hati-hati, jangan keliru kita memutuskan,” ujar Presiden saat membuka rapat terbatas kemarin.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan bahwa dalam dua pekan ke depan pemerintah masih akan tetap fokus pada larangan mudik. Selain itu, pemerintah akan mengendalikan arus balik. “Karena itu, saya minta kepada Kapolri dan dibantu Panglima TNI untuk memastikan larangan mudik ini berjalan efektif di lapangan,” tekannya.
Jokowi juga menegaskan bahwa yang dilarang pemerintah saat ini adalah mudik, bukan transportasinya. Menurut Presiden, transportasi harus tetap beroperasi untuk urusan yang penting seperti untuk mendukung urusan logistik, pemerintahan, kesehatan, kepulangan pekerja migran, dan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sampai saat ini belum ada kepastian kapan pelonggaran akan dilakukan. Namun, dia menjamin bahwa dalam waktu dua pekan mendatang tak akan ada pelonggaran.
Airlangga lantas menuturkan, pelonggaran PSBB akan dilakukan dengan kriteria tertentu, salah satu skenarionya pemerintah akan menggunakan sistem skor. “Sesuai arahan Presiden, akan kami kembangkan sistem scoring atau penilaian dari segi epidemiologi maupun dari segi kesiapan. Baik itu kesiapan daerah atau kesiapan kelembagaan,” kata Airlangga seusai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi kemarin.
Airlangga memaparkan, untuk penilaian dari sisi epidemiologi akan menggunakan skala R0 yang akan menghitung transmisi infeksi berdasarkan waktu. “Itu beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, sudah memonitor dan menggunakan formulasi ini. Formulasi ini akan disiapkan Bappenas di mana apabila R0 lebih besar dari 1, maka infection rate-nya masih tinggi dan apabila R0 kurang dari 1 maka itu sudah bisa dibuka untuk normal baru,” ungkapnya.
Selain itu, akan dilihat kesiapan daerah lain. Misalnya terkait dengan perkembangan penyakit, pengawasan virus, kapasitas kesehatan, dan kesiapan sektor publik masing-masing kementerian/lembaga. Termasuk tingkat kedisiplinan masyarakat atau respons publik terhadap bagaimana cara bekerja maupun bersosial di saat normal baru. (Baca juga: Kejar Target, Pemerintah Akan Salurkan BLT Besar-besaran Lima Hari ini)
“Karena itu, beberapa hal yang juga akan disiapkan, di mana daerah-daerah bisa menyiapkan levelnya. Seperti Jawa Barat dan beberapa wilayah di Jawa itu membuat lima level. Pertama adalah level krisis, belum siap. Kedua level parah, belum siap, tapi di Jawa Barat rata-rata tidak ada yang di level paling parah. Yang berikut adalah level substansial, moderat, dan rendah. Yang moderat adalah level di mana daerah bersiap untuk standar normal baru,” paparnya.
Lebih jauh dia menambahkan bahwa beberapa sektor sedang menyiapkan standard operating procedure (SOP). Berikutnya, SOP ini akan dikoordinasikan dengan Satgas Covid-19 terkait dengan normal baru atau standar baru untuk berkegiatan. “Seperti contoh untuk di kawasan industri sudah ada surat edaran yang sesuai dengan apa arahan Satgas Covid-19. Kemudian di sektor lain, apakah pendidikan, restoran, akomodasi, kegiatan peribadatan, dan sektor transportasi,” katanya.
Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo membenarkan pelonggaran PSBB saat ini masih dalam bentuk skenario. Menurut dia, pelonggaran masih akan tergantung data-data di lapangan. “Jadi, kami ulangi kembali, bahwa satu dua minggu ke depan belum ada kebijakan pengurangan pembatasan. Yang dibahas hari ini oleh Bapak Presiden adalah skenario yang mana seluruhnya tergantung dari data-data lapangan,” ungkapnya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa upaya cegah-tangkal penularan korona dengan pendekatan PSBB masih perlu dilanjutkan. Namun, para kepala daerah sebagai pelaksana dan penanggung jawab PSBB juga perlu mencermati indikator ekonomi, khususnya aspek ketenagakerjaan.
"Sudah jutaan pekerja yang dirumahkan maupun menerima pemutusan hubungan kerja (PHK). Perlu diingatkan bahwa ketika jumlah pengangguran terus bertambah, yang muncul kemudian adalah potensi masalah sosial. Kecenderungan inilah yang perlu diwaspadai semua kepala daerah," ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini, baik pemerintah maupun Kadin Indonesia sudah menerima laporan tentang jumlah pekerja yang dirumahkan maupun di-PHK. Dari laporan semua asosiasi pengusaha, Kadin mencatat sudah enam juta pekerja yang dirumahkan atau di-PHK. Mereka tersebar dai berbagai sektor industri dan jasa. (Baca juga: Fraksi Gerindra Minta Penyaluran Bansos dalam Bentuk Tunai)
"Penerapan PSBB memang diperlukan untuk cegah-tangkal penularan Covid-19. Tetapi, PSBB yang berkepanjangan berpotensi menghadirkan masalah sosial karena gelembung angka pengangguran," ungkap Bamsoet.
Agar persoalan bisa cepat selesai, dia mendorong semua kepala daerah memastikan PSBB bisa mengurangi atau menurunkan angka penularan Covid-19. Menurunnya jumlah penularan Covid-19 memungkinkan daerah bersangkutan melakukan pelonggaran PSBB sebagai modal utama bagi masyarakat memulai lagi semua kegiatan produktif.
"Semua kepala daerah harus bekerja lebih keras menurunkan angka penularan Covid-19 dengan periode PSBB yang tidak terlalu lama. Apalagi, pembatasan sosial yang berkepanjangan juga mulai membuat semua orang tidak nyaman, mulai dari orang tua, mahasiswa sampai pelajar," katanya. (Dita Angga/Mufarida/Abdul Rochim)
Kondisi ini secara konkret terlihat dengan kembali ramainya jalanan seperti di Jabodetabek, bahkan di sejumlah ruas terjadi kepadatan lalu lintas. Bukan hanya itu, aktivitas ekonomi masyarakat—termasuk di sejumlah pasar—sudah menggeliat. Sebelumnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta juga sudah kembali beroperasi.
Apa yang terjadinya mencerminkan bahwa ancaman pandemi corona (Covid-19) tidak bisa menghentikan masyarakat untuk melanjutkan aktivitas. Tapi, tentu kecenderungan ini jangan sampai serta-merta mengendurkan kesadaran masyarakat akan bahaya corona.
Pentingnya kewaspdaaan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan bukanlah mengada-ada, karena ancaman korona belum juga menyusut. Hingga kemarin kasus baru positif corona masih tinggi, yakni mencapai 496 orang. Dengan demikian, total kasus korona di Indonesia mencapai 18.010 orang, dengan 1.191 orang di antaranya meninggal dunia. (Baca: Epidemiolog Unpad Ingatkan Bahaya Penyebaran COVID-19 di Pusat Niaga)
Kemarin, Presiden Joko Widodo memastikan belum ada kebijakan untuk melonggarkan. Karena itu, dia meminta jangan sampai masyarakat menangkap bahwa pelonggaran PSBB sudah dilakukan. Ditegaskan bahwa sejauh ini pemerintah baru sebatas menyiapkan skenario pelonggaran. ”Yang akan diputuskan setelah ada timing yang tepat. Serta melihat data-data dan fakta-fakta di lapangan. Biar semuanya jelas. Karena kita harus hati-hati, jangan keliru kita memutuskan,” ujar Presiden saat membuka rapat terbatas kemarin.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan bahwa dalam dua pekan ke depan pemerintah masih akan tetap fokus pada larangan mudik. Selain itu, pemerintah akan mengendalikan arus balik. “Karena itu, saya minta kepada Kapolri dan dibantu Panglima TNI untuk memastikan larangan mudik ini berjalan efektif di lapangan,” tekannya.
Jokowi juga menegaskan bahwa yang dilarang pemerintah saat ini adalah mudik, bukan transportasinya. Menurut Presiden, transportasi harus tetap beroperasi untuk urusan yang penting seperti untuk mendukung urusan logistik, pemerintahan, kesehatan, kepulangan pekerja migran, dan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sampai saat ini belum ada kepastian kapan pelonggaran akan dilakukan. Namun, dia menjamin bahwa dalam waktu dua pekan mendatang tak akan ada pelonggaran.
Airlangga lantas menuturkan, pelonggaran PSBB akan dilakukan dengan kriteria tertentu, salah satu skenarionya pemerintah akan menggunakan sistem skor. “Sesuai arahan Presiden, akan kami kembangkan sistem scoring atau penilaian dari segi epidemiologi maupun dari segi kesiapan. Baik itu kesiapan daerah atau kesiapan kelembagaan,” kata Airlangga seusai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi kemarin.
Airlangga memaparkan, untuk penilaian dari sisi epidemiologi akan menggunakan skala R0 yang akan menghitung transmisi infeksi berdasarkan waktu. “Itu beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, sudah memonitor dan menggunakan formulasi ini. Formulasi ini akan disiapkan Bappenas di mana apabila R0 lebih besar dari 1, maka infection rate-nya masih tinggi dan apabila R0 kurang dari 1 maka itu sudah bisa dibuka untuk normal baru,” ungkapnya.
Selain itu, akan dilihat kesiapan daerah lain. Misalnya terkait dengan perkembangan penyakit, pengawasan virus, kapasitas kesehatan, dan kesiapan sektor publik masing-masing kementerian/lembaga. Termasuk tingkat kedisiplinan masyarakat atau respons publik terhadap bagaimana cara bekerja maupun bersosial di saat normal baru. (Baca juga: Kejar Target, Pemerintah Akan Salurkan BLT Besar-besaran Lima Hari ini)
“Karena itu, beberapa hal yang juga akan disiapkan, di mana daerah-daerah bisa menyiapkan levelnya. Seperti Jawa Barat dan beberapa wilayah di Jawa itu membuat lima level. Pertama adalah level krisis, belum siap. Kedua level parah, belum siap, tapi di Jawa Barat rata-rata tidak ada yang di level paling parah. Yang berikut adalah level substansial, moderat, dan rendah. Yang moderat adalah level di mana daerah bersiap untuk standar normal baru,” paparnya.
Lebih jauh dia menambahkan bahwa beberapa sektor sedang menyiapkan standard operating procedure (SOP). Berikutnya, SOP ini akan dikoordinasikan dengan Satgas Covid-19 terkait dengan normal baru atau standar baru untuk berkegiatan. “Seperti contoh untuk di kawasan industri sudah ada surat edaran yang sesuai dengan apa arahan Satgas Covid-19. Kemudian di sektor lain, apakah pendidikan, restoran, akomodasi, kegiatan peribadatan, dan sektor transportasi,” katanya.
Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo membenarkan pelonggaran PSBB saat ini masih dalam bentuk skenario. Menurut dia, pelonggaran masih akan tergantung data-data di lapangan. “Jadi, kami ulangi kembali, bahwa satu dua minggu ke depan belum ada kebijakan pengurangan pembatasan. Yang dibahas hari ini oleh Bapak Presiden adalah skenario yang mana seluruhnya tergantung dari data-data lapangan,” ungkapnya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa upaya cegah-tangkal penularan korona dengan pendekatan PSBB masih perlu dilanjutkan. Namun, para kepala daerah sebagai pelaksana dan penanggung jawab PSBB juga perlu mencermati indikator ekonomi, khususnya aspek ketenagakerjaan.
"Sudah jutaan pekerja yang dirumahkan maupun menerima pemutusan hubungan kerja (PHK). Perlu diingatkan bahwa ketika jumlah pengangguran terus bertambah, yang muncul kemudian adalah potensi masalah sosial. Kecenderungan inilah yang perlu diwaspadai semua kepala daerah," ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini, baik pemerintah maupun Kadin Indonesia sudah menerima laporan tentang jumlah pekerja yang dirumahkan maupun di-PHK. Dari laporan semua asosiasi pengusaha, Kadin mencatat sudah enam juta pekerja yang dirumahkan atau di-PHK. Mereka tersebar dai berbagai sektor industri dan jasa. (Baca juga: Fraksi Gerindra Minta Penyaluran Bansos dalam Bentuk Tunai)
"Penerapan PSBB memang diperlukan untuk cegah-tangkal penularan Covid-19. Tetapi, PSBB yang berkepanjangan berpotensi menghadirkan masalah sosial karena gelembung angka pengangguran," ungkap Bamsoet.
Agar persoalan bisa cepat selesai, dia mendorong semua kepala daerah memastikan PSBB bisa mengurangi atau menurunkan angka penularan Covid-19. Menurunnya jumlah penularan Covid-19 memungkinkan daerah bersangkutan melakukan pelonggaran PSBB sebagai modal utama bagi masyarakat memulai lagi semua kegiatan produktif.
"Semua kepala daerah harus bekerja lebih keras menurunkan angka penularan Covid-19 dengan periode PSBB yang tidak terlalu lama. Apalagi, pembatasan sosial yang berkepanjangan juga mulai membuat semua orang tidak nyaman, mulai dari orang tua, mahasiswa sampai pelajar," katanya. (Dita Angga/Mufarida/Abdul Rochim)
(ysw)