Kepemimpinan Apimorvi: Manifesto HMI Reborn

Sabtu, 06 Maret 2021 - 17:00 WIB
loading...
Kepemimpinan Apimorvi: Manifesto HMI Reborn
Riyanda Barmawi
A A A
Riyanda Barmawi
Calon Ketua Umum PB HMI Periode 2021 - 2023

BERTAHAN selama lebih dari tujuh dasawarsa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berdiri kokoh mengawal agenda-agenda kebangsaan – kendatipun harus melintasi jalanan yang teramat terjal. Tanggungjawab moral yang diemban HMI dalam mewujudkan masyarakat adil makmur saat ini dihadapkan dengan tantangan disrupsi tekhnologi yang terlampau sukar. Sebagaimana roh perjuangan HMI itu sendiri, securam dan sesukar apapun tantangan zaman menjadi keharusan untuk ditaklukkan.

Era disrupsi turut mendorong transfigurasi sosial yang signifikan. Secara perlahan-lahan orang mulai meninggalkan pemanfaatan tekhnologi analog ke tekhnologi digital. Konsekuensi logis dari kondisi ini adalah cara hidup masyarakat dan industri, termasuk organisasi, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman agar tetap menemukan relevansinya. Bukan perkara mudah untuk dapat beradaptasi dengan zaman yang dikenal dengan karakter kecepatan dan kekuatan inovasi.

Bagi HMI yang berstatus organisasi kemahasiswaan dengan fungsinya dalam perkaderan, tentu tidak dapat mengelak dari perkembangan zaman. Untuk itu revitalisasi sistem kaderisasi mesti dilakukan dalam rangka menjawab tantangan dan problem. Ini ditujukan untuk memantapkan peranan HMI di garis perjuangan.

Setiap zaman memiliki tantangannya sendiri. Tugas HMI sekarang adalah melewati tantangan dengan cara-cara baru tanpa mesti menegasi yang prinsip. Nilai keislaman dan keindonesiaan merupakan hal prinsipil yang menjadi fondasi perjuangan HMI untuk menuju tujuan kolektif. Menempatkan Islam dan keindonesiaan sebagai fondasi perjuangan membawa konsekuensi, mendorong HMI menyandarkan setiap langkah perjuangan pada: politik gagasan, emansipasi dan pembebasan yang disatupadukan dalam bingkai multikulturalisme.

Di titik ini, sebagai organisasi yang punya jejak panjang dalam sejarah bangsa Indonesia, HMI harus bisa menerjemahkan delapan nilai esensial yang menandai era baru ini, yakni aktivisme, penguasaan data dan informasi, inovasi, melek digital, open-mindedness, responsif, visioner dan ideologis. Nilai tersebut harus mengakar dalam diri organisasi dan setiap insan HMI. Saya menyebut kedelapan nilai itu sebagai Apimorvi yang menjadi spirit kepemimpinan HMI pada masa mendatang.

Bagaimanapun juga, kepemimpinan bukan sekadar urusan membangun pengaruh agar dapat menggerakkan orang yang dipimpinnya. Lebih sekadar itu, pemimpin dituntut untuk terus memastikan eksistensi organisasi yang berkelanjutan. Karenanya itu, kepemimpinan Apimorvi sebagai manifestasi dari delapan nilai itu dapat dijadikan sebagai alternatif bagi HMI Reborn.

(Baca: Abdul Rabbi Syahrir Maju Calon Ketum PB HMI 2021-2023)

Kepemimpinan HMI Reborn


Dalam evolusi sejarah peradaban manusia, perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Inilah karakter utama evolusi. Selalu ada implikasinya. Dewasa ini masyarakat global masuk dalam sebuah era yang dikenal dengan era disrupsi teknologi atau akrab disebut sebagai Industri 4.0. Keniscayaan akan perubahan menuntut setiap insan untuk dapat menyesuaikan diri jika tidak ingin terpental dari lingkungan yang semakin terdigitalisasi. Penyesuaian diri ini yang teramat sulit dielakkan HMI. Namun sekali lagi: menyesuaikan diri tanpa haru menegasi prinsip.

Karena perubahan merupakan keniscayaan, maka era disrupsi sejatinya perlu dibesar-besarkan. Bagaimana pun juga perubahan telah menjadi ciri khas di setiap evolusi sejarah. Rojko (2017) dan Xu (2018), semisal, mencatat lahirnya perubahan di setiap era. Menurutnya revolusi industri 1.0 melahirkan transisi dari kerja manual ke proses manufaktur dengan memanfaatkan mesin uap. Industri 2.0 dikenal sebagai zaman listrik dan industrial. Industri 3.0 merupakan sebuah era informasi, digitalisasi, dan otomatisasi elektronik. Industri 4.0 adalah zaman cyber physical systems atau otomatisasi cerdas.

Dengan demikian yang mesti dilakukan HMI adalah bagaimana mempersiapkan diri melalui revitalisasi sistem perkaderan yang sesuai dengan semangat zaman. Figur pemimpin memiliki peranan signifikan untuk itu. Tapi kepemimpinan semacam apa yang diperlukan HMI sekarang ini? Menurut hemat saya, HMI memerlukan pemimpin yang mudah beradaptasi cepat dengan perkembangan dan mampu membaca arah perubahan ke depan yang bertumpu pada prinsip organisasi! Itulah kepemimpinan Apimorvi.

Pertama, kepemimpinan di era disrupsi haruslah memiliki jiwa aktivisme, alih-alih teknokratis dan birokratis. Perkembangan sosial politik dan ekonomi yang berlangsung cepat dan dinamis mengharuskan seorang pemimpin untuk selalu aktif dalam menjawab situasi dan kondisi yang ada. Pemimpin yang aktif adalah mereka yang layak dijadikan sebagai teladan oleh setiap insan HMI. Kendati begitu, apakah dengan bermodal aktivisme saja sudah cukup? Tentu saja tidak!

Kedua, selain jiwa aktivisme, pemimpin harus memiliki kapasitas dalam penguasaan data dan informasi. Data-informasi merupakan dua variabel kunci yang mendeterminasi keberhasilan organisasi. Melalui penguasaan data-informasi, pemimpin akan dipermudah dalam mengambil keputusan-keputusan strategis berkenaan dengan masa depan organisasi. Pada titik ini terdapat pula variabel inovasi yang mesti tampak dalam diri pemimpin.

Ketiga, penguasaan data dan informasi menjadi tak berguna manakala tidak diimbangi dengan kemampuan seorang pemimpin dalam berinovasi. Ada banyak kasus dimana grup-grup bisnis jatuh bangun di tiap tikungan lantaran cenderung gagap berinovasi. Mustahil ada keberlanjutan atau kesinambungan jika seorang pemimpin gagal membuat inovasi dalam organisasi yang dipimpin. Tanpa inovasi HMI hanya dihadapkan pada dua pilihan: stagnasi atau dekadensi!

Keempat, pemimpin juga harus melek digital. Melek tidak bisa direduksi sebatas kemampuan memahami komputer semata. Apalagi fenomena digitalisasi dunia kehidupan telah menjadi kenormalan sekarang ini. Pemimpin di tuntut untuk selalu bisa memanfaatkan dan memahami setiap perkembangan teknologi digital. Melek digital merupakan satu langkah membuat HMI menjadi lebih kontekstual dengan perkembangan zaman yang teramat dinamis. Tentu ini harus ditopang oleh karakter open-mindedness.

Kelima, open-mindedness menegaskan bila pemimpin harus inklusif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi digital. Inklusifitas merupakan ciri dari seorang pembelajar. Hasrat untuk terus memahami, menggerakkan “pengikutnya”, mencari tahu segala sesuatu adalah cirinya. Ini senafas dengan prinsip responsivitas yang cenderung menitikberatkan pada dimensi praksis dari seorang pemimpin.

Keenam, menjadi pemimpin harus responsif dengan setiap perubahan dan persoalan yang ada, baik itu yang sifatnya internal organisasi maupun eksternal masyarakat. Pemimpin responsif lebih fleksibel, dinamis, gesit dan lebih menyatu dengan massa yang dipimpinnya. Karakter ini sangat penting, sebab, jiwa responsif akan mudah menggerakkan pemimpin bertindak cepat dan ditopang oleh “bawahannya”. Selain itu pemimpin responsif cenderung berorientasi pada aspek pencegahan. Mengapa demikian? Karena setiap masalah yang ada mendapat penanganan lebih cepat!

(Baca: Jawaban Artidjo ketika Mahfud MD Sampaikan Protes KAHMI soal Anas Urbaningrum)

Ketujuh, seorang pemimpin haruslah visioner. Visioner memiliki makna seseorang harus punya wawasan luas ke depan. Keputusan organisasi yang dibuatnya tidak hanya membawa dampak untuk hari ini saja, melainkan terus hingga masa mendatang. Mereka yang dapat membaca arah perkembangan zaman yang dapat membentangkan asa untuk organisasi dan insan di dalamnya. Dalam konteks tujuan HMI, menjadi seorang pemimpin harus mampu merumuskan roadmap berkenaan dengan orientasi besar organisasi.

Kedelapan, pemimpin ideologis. Pemimpin ideologis adalah mereka yang punya pendirian dan konsistensi terhadap nilai-nilai, cita-cita dan tujuan kolektif. Pemimpin ideologis dituntut untluk mengerahkan sumber daya kekuatan para pengikutnya demi mendobrak kebuntuan. Pemimpin ideologis adalah ia yang anti terhadap kemapanan. Dan, HMI bukanlah organisasi pro status-quo.

Perkuat Sinergitas dan Kolaborasi

Jika kedelapan nilai tadi itu dapat dimanifestasikan ke dalam diri pemimpin HMI mulai dari level Komisariat, Cabang, Badko hingga PB maka bukan hal mustahil HMI Reborn dapat menjawab tantangan zaman.

HMI Reborn dengan demikian tidak boleh silau mata dengan segala ikhwal terkait algoritmanya, Internet of Things (IoT), robot, AI (kecerdasan artifisial), komputasi awan dan sejenisnya yang menjadi ciri Industri 4.0. Apalagi era disrupsi sendiri tidak lantas menghilangkan fakta adanya ketimpangan kepemilikan dan akses produksi, serta relasi kekuasaan yang timpang (unequal).

HMI memegang tanggung jawab dalam mengawal agenda-agenda kebangsaan. Implikasinya bagi HMI adalah inklusivitas. Berjejaring dengan individu atau organisasi lainnya dalam rangka mempererat sinergi untuk kolaborasi menjadi penting dilakukan supaya peranan HMI dapat lebih maksimal. Adalah kenaifan jika memahami HMI sebagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan mempunyai surplus sumber daya. HMI pada dirinya terdapat keterbatasan. Untuk itu bersinergi dengan pihak lainnya merupakan keharusan di tengah keterbatasan yang ada. *
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2157 seconds (0.1#10.140)