Menakar Dampak Kerja Sama Sister City
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berbagai cara dilakukan untuk membangun kerja sama antar-negara, di antaranya dilakukan lewat sister city . Jakarta, misalnya, tercatat telah membangun hubungan dalam kerangka tersebut dengan 21 kota di dunia, mulai dari Jeddah, Seoul, Tokyo, Los Angles, Casablanca, Beijing, Moskow, hingga Al Qud's As Shareef atau Jerusalem.
Selain menjalan kemitraan dan kerja sama satu-sama lain secara inklusif, sister city bisa memperkuat penguatan kota sebagai basis untuk Sustainable Development Goals . Melalui langkah ini kota bisa berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dunia pada 2030.
Di sisi lain, sister city juga tidak bisa terhindarkan karena dunia saat ini sudah saling terkoneksi dan teknologi sudah mendekatkan semua orang di dunia. Kehadiran sister city mampu memperkuat pemerintah lokal untuk menjalin kerja sama berskala global. Hingga 2019 lalu, sedikitnya sudah ada 138 negara yang tergabung dalam Sister Cities International.
Direktur Diplomasi Publik (Diplik) pada Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Yusron B Ambary mengakui pentingnya peran sister city. Melalui pendekatan ini, kota-kota di Tanah Air melakukan membangun kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan pariwisata.
Selain itu, masing-masing kota yang menjalin sister city bisa berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan administrasi. Juga menjalin kerja sama pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan sosial, pemuda, olahragam atau bidang lainnya yang disepakati.
"Tantangan utama biasanya muncul dari kapasitas kota/daerah berupa SDM (sumber daya manusia), anggaran, dan peraturan setempat," ujar dia, kemarin.
Dengan berbagai kerja sama yang dibangun dalam kerangka sister city, kota-kota di dunia bisa saling transfer pengetahuan dan pengalaman dalam pengeolaan pembangunan bidang yang dikerjasamakan; bisa secara bersama-sama melakukan stimulasi ide, gagasan, kreativitas, dan partisipasi pemerintah daerah dan stakeholder terkait dalam konteks ATM yang merupakan akronim kepanjangan amati, tiru, dan modifikasi.
Selanjutnya, di antara negara bisa saling mempererat hubungan persahabatan kedua belah pihak, baik antara pemerintah (g-to-g) maupun dalam skala masyarakat (p-to-p); dan memunculkan kesempatan transfer of culture berupa enriching the nations culture.
Selain menjalan kemitraan dan kerja sama satu-sama lain secara inklusif, sister city bisa memperkuat penguatan kota sebagai basis untuk Sustainable Development Goals . Melalui langkah ini kota bisa berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dunia pada 2030.
Di sisi lain, sister city juga tidak bisa terhindarkan karena dunia saat ini sudah saling terkoneksi dan teknologi sudah mendekatkan semua orang di dunia. Kehadiran sister city mampu memperkuat pemerintah lokal untuk menjalin kerja sama berskala global. Hingga 2019 lalu, sedikitnya sudah ada 138 negara yang tergabung dalam Sister Cities International.
Direktur Diplomasi Publik (Diplik) pada Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Yusron B Ambary mengakui pentingnya peran sister city. Melalui pendekatan ini, kota-kota di Tanah Air melakukan membangun kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan pariwisata.
Selain itu, masing-masing kota yang menjalin sister city bisa berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan administrasi. Juga menjalin kerja sama pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan sosial, pemuda, olahragam atau bidang lainnya yang disepakati.
"Tantangan utama biasanya muncul dari kapasitas kota/daerah berupa SDM (sumber daya manusia), anggaran, dan peraturan setempat," ujar dia, kemarin.
Dengan berbagai kerja sama yang dibangun dalam kerangka sister city, kota-kota di dunia bisa saling transfer pengetahuan dan pengalaman dalam pengeolaan pembangunan bidang yang dikerjasamakan; bisa secara bersama-sama melakukan stimulasi ide, gagasan, kreativitas, dan partisipasi pemerintah daerah dan stakeholder terkait dalam konteks ATM yang merupakan akronim kepanjangan amati, tiru, dan modifikasi.
Selanjutnya, di antara negara bisa saling mempererat hubungan persahabatan kedua belah pihak, baik antara pemerintah (g-to-g) maupun dalam skala masyarakat (p-to-p); dan memunculkan kesempatan transfer of culture berupa enriching the nations culture.