Menakar Dampak Kerja Sama Sister City

Jum'at, 05 Maret 2021 - 05:53 WIB
loading...
Menakar Dampak Kerja Sama Sister City
Program sister city dengan negara lain harus dipastikan memberikan dampak positif terhadap perkembangan sebuah daerah. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Berbagai cara dilakukan untuk membangun kerja sama antar-negara, di antaranya dilakukan lewat sister city . Jakarta, misalnya, tercatat telah membangun hubungan dalam kerangka tersebut dengan 21 kota di dunia, mulai dari Jeddah, Seoul, Tokyo, Los Angles, Casablanca, Beijing, Moskow, hingga Al Qud's As Shareef atau Jerusalem.

Selain menjalan kemitraan dan kerja sama satu-sama lain secara inklusif, sister city bisa memperkuat penguatan kota sebagai basis untuk Sustainable Development Goals . Melalui langkah ini kota bisa berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dunia pada 2030.

Di sisi lain, sister city juga tidak bisa terhindarkan karena dunia saat ini sudah saling terkoneksi dan teknologi sudah mendekatkan semua orang di dunia. Kehadiran sister city mampu memperkuat pemerintah lokal untuk menjalin kerja sama berskala global. Hingga 2019 lalu, sedikitnya sudah ada 138 negara yang tergabung dalam Sister Cities International.



Direktur Diplomasi Publik (Diplik) pada Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Yusron B Ambary mengakui pentingnya peran sister city. Melalui pendekatan ini, kota-kota di Tanah Air melakukan membangun kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan pariwisata.

Selain itu, masing-masing kota yang menjalin sister city bisa berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan administrasi. Juga menjalin kerja sama pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan sosial, pemuda, olahragam atau bidang lainnya yang disepakati.

"Tantangan utama biasanya muncul dari kapasitas kota/daerah berupa SDM (sumber daya manusia), anggaran, dan peraturan setempat," ujar dia, kemarin.



Dengan berbagai kerja sama yang dibangun dalam kerangka sister city, kota-kota di dunia bisa saling transfer pengetahuan dan pengalaman dalam pengeolaan pembangunan bidang yang dikerjasamakan; bisa secara bersama-sama melakukan stimulasi ide, gagasan, kreativitas, dan partisipasi pemerintah daerah dan stakeholder terkait dalam konteks ATM yang merupakan akronim kepanjangan amati, tiru, dan modifikasi.

Selanjutnya, di antara negara bisa saling mempererat hubungan persahabatan kedua belah pihak, baik antara pemerintah (g-to-g) maupun dalam skala masyarakat (p-to-p); dan memunculkan kesempatan transfer of culture berupa enriching the nations culture.

Namun di sisi lain, sister city juga bisa memunculkan negative impact, di antaranya ketidaksetaraan manfaat yang didapat, sehingga lebih menguntungkan salah satu pihak.

‘’Karenanya, dalam kerja sama Sister City dan pelaksanaannya maka berlaku ungkapan "It takes two to tango". Maksudnya, dibutuhkan komitmen dan kerjasama kedua belah pihak agar kerjasama Sister City bisa dikembangkan dan memberikan hasil yang diharapkan,’’ ujar dia.

Dia lantas menuturkan, Indonesia memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan berbagai negara. Indonesia juga banyak berperan aktif dalam forum-forum Internasional. Posisi Indonesia yang penting dalam kerja sama internasional antara lain sebagai Anggota G-20, penduduk Muslim terbesar di dunia, Demokrasi terbesar ke-3 di dunia. Posisi penting Indonesia tersebut merupakan magnet bagi negara lain untuk menjalin kerjasama.



Yusron membeberkan, ada tiga aspek yang menjadi potensi peluang pengembangan Sister City di Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, dengan sumber daya alam yang besar. Ruang lingkup kerja sama untuk pengembangan Sister City antara lain pengelolaan laut, manajemen limbah/sampah, konservasi hutan, perikanan, pertanian, dan tata kota. Kedua, dengan jumlah penduduk yang sangat besar, kerja sama di sektor pendidikan, kesehatan, budaya, dan olah raga dapat menjadi alternatif.

Ketiga, pandemi Covid-19 membuka kesempatan untuk pengembangan Sister City secara maksimal dalam dua hal. Satu, transfer of knowledge and sharing best expertise untuk berbagai isu perkotaan, yang muncul akibat pandemi.

Contohnya, kerjasama pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan smart city pasca pandemi. Dua, kerjasama ekonomi yang terukur dan tepat sasaran untuk menunjang pemulihan ekonomi nasional.

"Revolusi digital membuat dua kota dapat terhubung dengan lebih mudah," ujar Yusron.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menilai, kerja sama dan program Sister City merupakan program bagus. Dengan program ini, dua kota bisa saling mendekat dan bekerjasama. Dengan demikian kota di Indonesia bisa mengambil pelajaran dari good goverrnace kota sister-nya.

"Manfaatnya lebih banyak jika kita siap. Ada banyak peluang pertukaran pelajar hingga pembukaan pasar UMKM. Plus bisa mendatangkan wisatawan dari kota Sister ke Indonesia dan jadi pemasukan bagi devisa kita. Tapi jika kita tidam siap dan hanya seremonial, jadinya tidak ada leverage (daya ungkit)," ujar Mardani kepada KORAN SINDO, di Jakarta, kemarin.



Lalu, bagaimana sejauh ini laporan implementasi sister city? Dia menuturkan, Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum pernah melakukan evaluasi tentang bagaimana hasil nyata kota-kota di Indonesia melaksanakan program Sister City.

Belum adanya evaluasi tersebut, karena Komisi II DPR berpandangan progam tersebut bukan program wajib bagi daerah. Selain itu, Kemendagri juga tidak pernah melaporkan ke Komisi II.

"Tapi bagus jika Kemendagri memberikan dorongan agar pola Sister City bisa digunakan bagi Kota/Kabupaten/Provinsi untuk menjalin relasi bisnis, sosial, dan budaya termasuk pariwisata daerah bersangkutan," ungkap Mardani.

Pengamat sosial dan politik Musni Umar melihat adanya kerja sama antar kota di Indonesia dengan berbagai kota di negara lain banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, dan pemerintah. Karena lewat kerja sama ini, pemerintah bisa saling memberikan pandangan mengenai kota yang ramah lingkungan, damai, dan bisa saling melihat kelebihan dan kelemahan masing-masing kota.

Tidak hanya pemerintah, masyarakat pun bisa merasakan manfaat dari kerja sama ini. Salah satunya dengan diberikan kesempatan untuk berkunjung untuk mengembangkan berbagai macam bidang, seperti kebudayaan, dan pendidikan dengan melakukan pertukaan pelajar melalui beasiswa. Hal ini menjadi sangat penting bagi pemerintah dalam membangun segala bidang.

"Selain mendekatkan penduduk dari dua daerah yang berbeda, sister city mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di kedua daerah sehingga dapat pula menciptakan lapangan kerja,"ujarnya saat dihubungi Koran SINDO.

Tidak hanya di sektor pariwisata, hadirnya Sister city ikut mempengaruhi bidang ekonomi. Melalui sister city, kota-kota di Indonesia bisa saling mempelajari mengenai bisnis dari berbagai kota di negara yang memang memiliki sistem bisnis yang bagus, agar nantinya tidak terjadi kesenjangan antara pengusaha besar dan kecil.

Program kota kembar ini juga dapat memudahkan masyarakat kedua daerah mencari mitra bisnis yang ideal serta membuka peluang bisnis dan investasi bagi para pelaku usaha yang ingin merambah pasar baru.

"Sister city sangat memberikan manfaat besar, tinggal bagaimana kita bisa atau tidak memanfaatkannya. Dengan saling melengkapi kita bisa memajukan kota dan masyarakatnya," tuturnya.

Namun, Musni melihat masih ada tantangan yang harus dihadapi dari kerja sama ini salah satunya adalah komunikasi. Misalnya, Gubernur, bupati, dan Walikota tidak mahir berbahasa asing. Hal ini akan berpengaruh terhadap hubungan yang masif antar satu kota dengan kota yang lain.

Kendala lain terkait bergesernya prioritas ke kondisi dalam negeri dapat mempengaruhi pemerintah kota dan pembuat keputusan di tingkat kota dalam mengambil kebijakan. Sehingga, dapat menghambat progam kerja sama selanjutnya. "Pandemi tentu mengubah prioritas anggaran dan pasti akan berimbas pada program terkait sister city ini,"kata Musni.

Walau banyak tantangan yang dihadapi, namun dia melihat banyak sekali hasil nyata dari kerja sama melalui program sister city. Seperti Bandung yang menjalin kerja sama dengan Okinowa dalam bidang ekonomi khususnya ekspor buah nanas. Terbukti dari kerja sama tersubut Kabupaten Subang memiliki jumlah lahan pertanian nanas sekitar 1.630 hektare dengan kapasitas produksi sebesar 296.000 ton.

Selain Subang, Surabaya banyak menjalin kerja sama dengan kota-kota luar negeri. Yang baru-baru ini, kerja sama Surabaya dengan Kitakyushu untuk pengembangan dibidang lingkungan yaitu penelitian ekosistem mangrove, hasilnya dari pengembangan ini ditemukan 43 jenis mangrove.

"Dari hasil kerja sama tersebut tentunya masyarakat ikut merasakan manfaatnya, bisa ikut belajar dari pengalaman kota di negara lain. Masyarakat yang terlibat dalam program tersebut, akan terbiasa berinteraksi dengan kebiasaan budaya kerja dan hal ini akan membuka wawasan masyakat kita," tambahnya.

Pengamat tata kota Nirwono Joga juga melihat pengembangan sister city membawa manfaat sangat besar untuk belajar denga cepat serta pendampingan dalam pemulihan dan pembangunan kota di era normal baru. Misalnya di bidang infrastruktur kesehatan masyarakat, peremajaan kawasan yg sehat dan layak huni. "Kemudian juga pengembangan jaringan air bersih, dan teknologi informasi," paparnya.

Dalam pengembangannya tentu perlu dukungan pemerintah. Baik pemerintah pusat, Kementrian Perdaganan dan Kementrian Luar Negeri. Dukungan pemerintah sangat diperlukan daerah mendukung memfasilitasi peluang kerjasama sister city.

‘’Dukungan pemerintah sangat diperlukan daerah untuk meningkatkan pembangunan yang lebih merata di kota-kota dan daerah di Indonesia. Tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi kota tersebut dengan calon kota yang akan diajak kerjasama,’’ tambahnya.

Nirwono mengatakan kerjasama Sister City harus dipertahankan dan dikembangkan lebih intensif lagi dengan kota-kota potensial dan telah berhasil dalam program pengembangan kotanya. Kerjasama dengan sister city bisa dilakukan antar kota dalam negeri. ‘’Kerjasama siater city harus lebih dipertahankan dan dikembangkan lebih intensif lagi. Baik dalam negeri, Asean, Asia, Eropa dan Amerika Serikat,’’ pungkasnya

Atasi Tantangan Global
Nina Hachigian, Deputi Wali Kota Los Angeles untuk Hubungan Internasional Los, memenandang program sister city bisa mengatasi tantangan global. Itu dikarenakan tantangan global bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat semata, tetapi juga kontribusi kota sangatlah besar. "Sister City yang melibatkan banyak mitra di seluruh dunia diharapkan bisa mengatasi tantangan global," kata Hachigian.

Mantan duta besar AS untuk ASEAN itu menilai , sejauh ini sister city memiliki peran mengatasi tantangan global, seperti memperkuat komitmen terhadap Kesepakatan Iklim Paris dan advokasi dampak migrasi global.

’’Sister City juga bisa menjadi kesempatan kota untuk belajar dalam menghadapi berbagai bencana, seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan lainnya," kata Hachigian.

Ron Nirenberg, Chairman Sister Cities International, lembaga yang mengurusi Sister City di Amerika Serikat memaparkan, tujuan program tersebut adalah memperkuat perdamaian antarwarga dunia dan hubungan antarmasyarakat, berbagi rasa, saling menghormati, dan saling memahami. "Ke depannya, Sister City juga bisa memperkuatkerja sama investasi yang saling menguntungkan," katanya.

CEO Sister City International Forth Worth, Mae Ferguson menyampaikan bahwa pandemi ini sangat mempengaruhi hubungan internasional, pertukaran informasi dan pengalaman melalui pertemuan virtual tersebut menjadi penting dan tepat waktu. Mae sangat optimistis bahwa hubungan kedua kota akan semakin berkembang bukan hanya di bidang pendidikan, tapi juga di bidang ekonomi.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2323 seconds (0.1#10.140)