Soal Perempuan di Parlemen, Indonesia di bawah Filipina dan Timor Leste
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Demokrasi dan Demokrasi (Perludem),Titi Anggraini mengatakan angka keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen masih di bawah rata-rata Filipina dan Timor Leste.
“Kalau kita lihat, bahkan di Asia Tenggara ini rata-rata kita masih di bawah Filipina, kita masih di bawah Timor Leste,” kata Titi dalam Audiensi Virtual Kaukus Perempuan Politik Indonesia National Meeting, Minggu (28/2/2021).
Titi menjelaskan, di Timor Leste angka keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 38%. Sementara di Indonesia hanya 20,5% saja. “Jadi Timor Leste sudah 38%, tapi kan mereka punya afirmasi kebijakan, affirmative action yang lebih mengikat. Misalnya kalau di Bangladesh mereka punya afirmasi yang resersive atau blocksite. Nah kalau kita kan belum punya begitu,” ungkap Titi.
Namun, Titi mengingatkan untuk mendorong gerakan afirmatif keterwakilan perempuan di parlemen hingga 30% juga harus ada konsolidasinya. “Tapi kita juga harus hati-hati nih, karena kalau jangan sampai aktor politik mendorong tapi justru konsolidasinya menjadi teralihkan gitu. Jadi dikasih mimpi-mimpi, dikasih bunga-bunga, tapi enggak konkret begitu. Nah, itu juga jangan sampai begitu,” tegasnya.
“Memang penting bagi kita untuk punya dorongan gerakan penguatan afirmasi yang solid, yang konkret sehingga tidak mudah diberi janji-janji dan bunga-bunga oleh para pihak yang lain,” sambung Titi.
Selain itu, Titi mengatakan ada dua strategi yang bisa dilakukan untuk mewujudkan keterwakilan 30% perempuan di parlemen. “Kita harus punya strategi, dua strategi bagaimana kemudian kalau Undang-Undang Pemilu tidak direvisi. Dan yang kedua bagaimana kalau direvisi.”
“Kalau direvisi, kita sudah punya nih strateginya. Bahwa perempuan kita minta untuk ditempatkan pada nomor urut satu di paling sedikit 30 persen daerah pemilihan (dapil), itu sudah menjadi soliditas gerakan yang kita akan kawal bersama,” ungkap Titi.
Namun jika UU Pemilu tidak direvisi, Titi mengatakan harus segera dilakukan pembahasan agar kelemahan Pemilu pada 2019 tidak terulang kembali. “Nah, tetapi kalau tidak direvisi maka ini yang sekiranya perlu kita ingatkan bersama,” katanya.
“Kalau kita lihat, bahkan di Asia Tenggara ini rata-rata kita masih di bawah Filipina, kita masih di bawah Timor Leste,” kata Titi dalam Audiensi Virtual Kaukus Perempuan Politik Indonesia National Meeting, Minggu (28/2/2021).
Titi menjelaskan, di Timor Leste angka keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 38%. Sementara di Indonesia hanya 20,5% saja. “Jadi Timor Leste sudah 38%, tapi kan mereka punya afirmasi kebijakan, affirmative action yang lebih mengikat. Misalnya kalau di Bangladesh mereka punya afirmasi yang resersive atau blocksite. Nah kalau kita kan belum punya begitu,” ungkap Titi.
Namun, Titi mengingatkan untuk mendorong gerakan afirmatif keterwakilan perempuan di parlemen hingga 30% juga harus ada konsolidasinya. “Tapi kita juga harus hati-hati nih, karena kalau jangan sampai aktor politik mendorong tapi justru konsolidasinya menjadi teralihkan gitu. Jadi dikasih mimpi-mimpi, dikasih bunga-bunga, tapi enggak konkret begitu. Nah, itu juga jangan sampai begitu,” tegasnya.
“Memang penting bagi kita untuk punya dorongan gerakan penguatan afirmasi yang solid, yang konkret sehingga tidak mudah diberi janji-janji dan bunga-bunga oleh para pihak yang lain,” sambung Titi.
Selain itu, Titi mengatakan ada dua strategi yang bisa dilakukan untuk mewujudkan keterwakilan 30% perempuan di parlemen. “Kita harus punya strategi, dua strategi bagaimana kemudian kalau Undang-Undang Pemilu tidak direvisi. Dan yang kedua bagaimana kalau direvisi.”
“Kalau direvisi, kita sudah punya nih strateginya. Bahwa perempuan kita minta untuk ditempatkan pada nomor urut satu di paling sedikit 30 persen daerah pemilihan (dapil), itu sudah menjadi soliditas gerakan yang kita akan kawal bersama,” ungkap Titi.
Namun jika UU Pemilu tidak direvisi, Titi mengatakan harus segera dilakukan pembahasan agar kelemahan Pemilu pada 2019 tidak terulang kembali. “Nah, tetapi kalau tidak direvisi maka ini yang sekiranya perlu kita ingatkan bersama,” katanya.
(dam)