Penembakan di Cengkareng, DPD Pertanyakan Fenomena Oknum Polisi Konsumsi Miras-Narkoba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus penembakan yang dilakukan oknum polisi berinisial Bripka CS di Cengkareng, Jakarta Barat pada Kamis (25/2/2021) menewaskan tiga orang dan satu lainnya mengalami luka-luka. Salah satu korban adalah anggota TNI.
Insiden penembakan terjadi setelah sebelumnya cekcok. Pelaku diketahui dalam kondisi mabuk. Melihat insiden tersebut, anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha mempertanyakan apakah penyalahgunaan narkoba dan konsumsi miras sudah menjadi fenomena di lingkungan Polri?
Diperlukan data untuk memastikannya. Namun, sejumlah data global bisa dipakai untuk meramalnya. Misal, estimasi penyalahgunaan narkoba di kalangan sipil adalah 10%, sementara di kepolisian 20% hingga 30%. "Pada personel baru, problem miras 0%. Tapi masuk ke tahun kedua, naik menjadi 27%. Naik karir ke tahun keempat, bertambah ke 36%," katanya, Sabtu (27/2/2021).
Baca juga: Kafe Lokasi Penembakan yang Tewaskan 3 Orang di Cengkareng Ditutup Permanen
Mengacu data tersebut, kata senator asal Sulawesi Tengah ini, perlu diambil langkah cepat agar problem serupa tidak terjadi di Tribrata.
"Masalah penyalahgunaan narkoba dan konsumi miras jangan dinilai mengkhawatirkan hanya ketika dikaitkan ke perilaku brutal oknum polisi, seperti kasus Cengkareng. Penting ditelisik pengaruh narkoba dan miras terhadap tingkat perceraian dan KDRT di kalangan personel," katanya.
Menurutnya, dampak paling serius narkoba dan miras justru pada dimensi profesionalisme polisi sendiri. Yaitu, tingkat absensi, kelambanan respons personel, ketidakkompakan kerja antarpersonel, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan pada penanganan kasus-kasus pidana.
Baca juga: Kronologis Penembakan 3 Orang di Jakarta Barat oleh Oknum Polisi
Karena itu, ketika diketahui ada personel yang memakai narkoba dan miras, Rachman menyarankan agar selekasnya Polri perlu melakukan audit kerja personel yang bersangkutan. "Periksa ulang berkas yang ia kerjakan, evaluasi instruksi dan disposisi yang ia keluarkan, cek perjalanan dinas dan kerja lapangan yang ia lakukan. Intinya, jangan sampai kasus dan laporan masyarakat terbengkalai apalagi ditangani secara tidak keruan," tuturnya.
Demikian pula ketika Polri memutuskan untuk memecat personelnya yang memakai narkoba dan miras. Dia meminta agar Polri terus monitor personel yang sudah dipecat tersebut agar tidak memunculkan persoalan baru di tengah masyarakat.
"Anggap saja ini kisi-kisi bahwa pada rapat mendatang dengan Polri, saya akan tanyakan ihwal data itu. Sekaligus, saya akan meminta penjelasan Polri tentang di mana keberadaan para personel yang sudah diberhentikan secara tidak hormat. Dukungan penuh saya kepada Polri untuk memberantas habis penyalahgunaan narkoba dan konsumsi miras di dalam lingkup lembaga Tribrata," katanya.
Insiden penembakan terjadi setelah sebelumnya cekcok. Pelaku diketahui dalam kondisi mabuk. Melihat insiden tersebut, anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha mempertanyakan apakah penyalahgunaan narkoba dan konsumsi miras sudah menjadi fenomena di lingkungan Polri?
Diperlukan data untuk memastikannya. Namun, sejumlah data global bisa dipakai untuk meramalnya. Misal, estimasi penyalahgunaan narkoba di kalangan sipil adalah 10%, sementara di kepolisian 20% hingga 30%. "Pada personel baru, problem miras 0%. Tapi masuk ke tahun kedua, naik menjadi 27%. Naik karir ke tahun keempat, bertambah ke 36%," katanya, Sabtu (27/2/2021).
Baca juga: Kafe Lokasi Penembakan yang Tewaskan 3 Orang di Cengkareng Ditutup Permanen
Mengacu data tersebut, kata senator asal Sulawesi Tengah ini, perlu diambil langkah cepat agar problem serupa tidak terjadi di Tribrata.
"Masalah penyalahgunaan narkoba dan konsumi miras jangan dinilai mengkhawatirkan hanya ketika dikaitkan ke perilaku brutal oknum polisi, seperti kasus Cengkareng. Penting ditelisik pengaruh narkoba dan miras terhadap tingkat perceraian dan KDRT di kalangan personel," katanya.
Menurutnya, dampak paling serius narkoba dan miras justru pada dimensi profesionalisme polisi sendiri. Yaitu, tingkat absensi, kelambanan respons personel, ketidakkompakan kerja antarpersonel, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan pada penanganan kasus-kasus pidana.
Baca juga: Kronologis Penembakan 3 Orang di Jakarta Barat oleh Oknum Polisi
Karena itu, ketika diketahui ada personel yang memakai narkoba dan miras, Rachman menyarankan agar selekasnya Polri perlu melakukan audit kerja personel yang bersangkutan. "Periksa ulang berkas yang ia kerjakan, evaluasi instruksi dan disposisi yang ia keluarkan, cek perjalanan dinas dan kerja lapangan yang ia lakukan. Intinya, jangan sampai kasus dan laporan masyarakat terbengkalai apalagi ditangani secara tidak keruan," tuturnya.
Demikian pula ketika Polri memutuskan untuk memecat personelnya yang memakai narkoba dan miras. Dia meminta agar Polri terus monitor personel yang sudah dipecat tersebut agar tidak memunculkan persoalan baru di tengah masyarakat.
"Anggap saja ini kisi-kisi bahwa pada rapat mendatang dengan Polri, saya akan tanyakan ihwal data itu. Sekaligus, saya akan meminta penjelasan Polri tentang di mana keberadaan para personel yang sudah diberhentikan secara tidak hormat. Dukungan penuh saya kepada Polri untuk memberantas habis penyalahgunaan narkoba dan konsumsi miras di dalam lingkup lembaga Tribrata," katanya.
(abd)