Tolak Revisi UU Pemilu, Sikap Mayoritas Fraksi di DPR Terus Dikritik

Rabu, 24 Februari 2021 - 14:31 WIB
loading...
Tolak Revisi UU Pemilu,...
Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research Hemi Lavour Febrinandez menyayangkan sikap mayoritas fraksi di DPR yang terkesan menolak untuk melanjutkan pembahasan RUU Pemilu. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Belum disahkannya daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 diduga akibat perbedaan pandangan antar fraksi dalam melihat beberapa undang-undang, salah satunya adalah RUU Pemilu. Mayoritas fraksi di DPR yang awalnya berencana merevisi UU Pemilu pada Prolegnas Prioritas 2021 malah berbalik arah dengan sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasannya.

Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Hemi Lavour Febrinandez menyayangkan sikap mayoritas fraksi di DPR yang terkesan menolak untuk melanjutkan pembahasan RUU Pemilu. Padahal terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi dan dibenahi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pesta demokrasi. "Salah satunya dengan kembali membahas dan menyelaraskan ketentuan yang terdapat pada UU Pemilu dan UU Pilkada," kata Hemi dalam keterangan persnya, Rabu (24/2/2021).

Dia menuturkan, munculnya perintah keserentakan penyelenggaraan pilkada secara nasional berawal dari ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) yang bertujuan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan. Menurutnya, pilkada yang dilaksanakan secara serentak akan mengurangi beban penyelenggara dalam mempersiapkan hingga melakukan pengawasan. Namun begitu, Hemi menganggap, bukan berarti pemilu dan pilkada harus diselenggarakan secara bersamaan pada tahun yang sama atau 2024.

Dia melihat, kondisi tersebut malah akan menambah beban penyelenggara yang harus mempersiapkan semuanya, dari tahap pendaftaran hingga rekapitulasi suara untuk pilkada dan pemilu. "Opsi untuk tetap menyelenggarakan Pilkada pada 2022 dan 2023 patut untuk dipertimbangkan, karena DPR bersama dengan pemerintah selaku pembuat kebijakan harus belajar dari penyelenggaraan pilkada dan pemilu periode sebelumnya," beber dia.

Hemi juga menjelaskan keserentakan pilkada secara nasional tetap akan tercapai pada 2027 jika pilkada serentak diselenggarakan pada 2022 dan 2023. Apabila langkah ini diambil, maka akan terdapat jarak waktu dua sampai tiga tahun antara pemilu ke pilkada. "Pilihan ini menjadi opsi terbaik karena memberikan waktu kepada penyelenggara untuk mempersiapkan diri dan mampu melaksanakan pemilu dan pilkada secara maksimal," ujarnya.

Lebih lanjut Hemi mengatakan, RUU Pemilu juga harus mampu menyelaraskan pengaturan tentang korupsi politik pada UU Pilkada dan UU Pemilu. Jika dibandingkan, dua undang-undang tersebut menunjukkan paradigma yang berbeda dalam mengatasi praktik politik uang. Contoh yang paling sering menjadi isu krusial kepemiluan adalah potensi mahar politik. Dibandingkan dengan UU Pilkada yang mengedepankan penjatuhan sanksi pidana, UU Pemilu lebih mengakomodasi sanksi administratif yang menjadi usaha untuk melakukan depenalisasi.

Ditambahkannya, pengaturan yang berbeda tentang korupsi politik akan memunculkan ketimpangan antara UU Pilkada dengan UU Pemilu dan secara langsung akan memengaruhi penyelenggaraan pesta demokrasi. Padahal objek pengaturannya sama, lalu kenapa sanksi yang diberikan malah berbeda. "Revisi terhadap UU Pemilu sebenarnya tidak hanya berbicara tentang kapan waktu penyelenggaraan pilkada atau pemilu. Karena paradigma hukum yang harus dibangun oleh DPR bersama pemerintah selaku pembentuk undang-undang adalah evaluasi dan harmonisasi antar regulasi terkait pemilu dan pilkada," pungkasnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Revisi UU Pemilu Ditargetkan...
Revisi UU Pemilu Ditargetkan Rampung Juli 2026, Baleg DPR Harap Dibahas Sejak Dini
Pimpinan Komisi VII...
Pimpinan Komisi VII Pertanyakan Sikap Kemenperin Tak Dukung Bali Bebas Sampah Plastik
Pengesahan RUU Perampasan...
Pengesahan RUU Perampasan Aset Tingkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Pemberantasan Korupsi
Demo Ricuh Pecah, Polisi...
Demo Ricuh Pecah, Polisi Pukul Mundur Massa Aksi Tolak UU TNI
Demo Ricuh, Massa Aksi...
Demo Ricuh, Massa Aksi Tolak UU TNI Masuk ke Jalan Tol Depan Gedung DPR
Puan Tegaskan DPR Belum...
Puan Tegaskan DPR Belum Terima Surpres RUU Polri
DPR Terima Surpres RUU...
DPR Terima Surpres RUU KUHAP
Ketua Umum HMI UNJ:...
Ketua Umum HMI UNJ: Pengesahan RUU TNI Jadi UU Momentum Perkuat Pertahanan Nasional
Korban Inventasi Bodong...
Korban Inventasi Bodong Datangi Komisi III Minta Penyelesaian Restorative Justice
Rekomendasi
Organisasi Advokat Tertua...
Organisasi Advokat Tertua PAI Rayakan HUT ke-62 di Bandung, Miliki 16 Ribu Anggota
Pramono Anung Ditemani...
Pramono Anung Ditemani Charles Honoris Melayat ke Rumah Duka Brando Susanto
Elnusa Petrofin Perluas...
Elnusa Petrofin Perluas Distribusi BBM Pembangkit di Kalimantan Barat
Berita Terkini
Ketua DPP Perindo: Kerja...
Ketua DPP Perindo: Kerja Keras dan Prestasi Jadi Kunci Peran Perempuan di Politik
27 menit yang lalu
Ledakan Dahsyat Guncang...
Ledakan Dahsyat Guncang Pelabuhan Iran, Kemlu Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban
41 menit yang lalu
Wamensesneg Ungkap Tujuan...
Wamensesneg Ungkap Tujuan Video Monolog Wapres Gibran: Supaya Tak Ada Lagi Informasi Bias
2 jam yang lalu
Mendagri Tito Buka Peluang...
Mendagri Tito Buka Peluang Revisi UU Ormas, DPR Terbuka: Kalau Urgen
3 jam yang lalu
PMRI Ajak Perantau Riau...
PMRI Ajak Perantau Riau Berkontribusi Membangun Bangsa
3 jam yang lalu
Inovasi AI Diyakini...
Inovasi AI Diyakini Bisa Bawa Dunia Teknologi Semakin Bermanfaat
4 jam yang lalu
Infografis
Garuda Biru Tolak PPN...
Garuda Biru Tolak PPN 12% Menggema di Media Sosial
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved