Terobos Kekakuan Hukum Normatif, Ketua MA Kedepankan Teori Heuristika

Kamis, 18 Februari 2021 - 10:05 WIB
loading...
Terobos Kekakuan Hukum...
Ketua Mahkamah Agung (MA), HM Syarifuddin. Foto/MA/Dok
A A A
JAKARTA - Problematika penegakan hukum korupsi di Indonesia terkadang sangat kaku dan kurang memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak akibat penjatuhan sanksi pidana oleh hakim di pengadilan.

(Baca juga: Ketua MA Klaim Catat Rekor Sejarah, Putuskan 20.562 Perkara Sepanjang 2020)

Hal tersebut diungkap Ketua Mahkamah Agung (MA) HM Syarifuddin. Menurutnya, permasalahan tersebut muncul sebagai akibat dari ketentuan hukum normatif dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memberikan ruang yang sangat lebar bagi penegak hukum.

"Termasuk para hakim, untuk menentukan besaran dan lamanya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi," kata Syarifuddin, Kamis (18/2/2021).

(Baca juga: Jokowi Lantik Andi Samsan Nganro sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial)

Selama kurang lebih 35 tahun menjalankan tugas sebagai Hakim, Syarifuddin menyadari, terdapat suatu problematika klasik yang belum mendapatkan jawaban secara tuntas, tidak saja dalam dunia akademis, melainkan juga dalam dunia praktik.

"Tantangan yang dimaksud adalah dalam hal disparitas pemidanaan. Lebih spesifik lagi dalam contoh kasus putusan perkara tindak pidana korupsi yang memiliki isu hukum yang sama maupun adanya kesamaan pada unsur-unsur tindak pidana korupsi. Namun, tetap saja terdapat kesenjangan hukuman tanpa alasan yang jelas terkait adanya disparitas pemidanaan tersebut dalam putusan hakim," jelasnya.

(Baca juga: Ridwan Mansyur Resmi Jadi Panitera, Begini Amanah Ketua MA)

Disparitas ini kata dia, menyebabkan terjadinya degradasi bagi kepercayaan masyarakat terhadap berbagai putusan pengadilan yang dianggap tidak konsisten. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini semakin melebarkan jarak antara ekspektasi masyarakat terhadap putusan hakim dan apa yang menjadi tujuan hukum itu sendiri.

Oleh karena itu, saat pengukuhannya sebagai Guru Besar Tidak Tetap pada Fakuktas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Syarifuddin menyampaikan sebuah gagasan dan konsep yang sangat penting dan menarik dalam mengatasi permasalahan penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi.

Konsep tersebut dikenal dengan penyebutan heuristika hukum. Sebuah metode pendekatan dalam memahami hukum, baik dalam formulasi (penormaan), penegakan, maupun pembaruan hukum.

Syarifuddin mengatakan, pendekatan heuristika hukum melihat hukum tidak hanya sekedar pendekatan normatif semata. Pendekatan heuristika hukum memandang hukum dalam berbagai perspektif dengan tujuan akhirnya adalah terwujudnya keadilan substantif.

"Pendekatan heuristika hukum adalah bagaimana seni memahami dan mendalami suatu permasalahan hukum (law is an art of legal problem solving) yang kemudian diakhiri dengan suatu putusan hakim yang dapat menjawab sisi keadilan bagi masyarakat pencari keadilan," ungkapnya.

“Kepada teman sejawat para hakim di seluruh Indonesia, janganlah hanya terpaku pada aturan normatifnya saja. Tetapi, haruslah berpikir secara holistik dan progresif, dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam mewujudkan keadilan sejati," tambah Syarifuddin.

Beberapa pakar hukum menyambut baik konsep dan gagasan heuristika hukum, terutama dalam menjawab kelakuan hukum normatif dalam penegakan hukum korupsi bagi para hakim di Pengadilan.

Guru Besar Fakuktas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof Zainal Arifin Husin menilai, gagasan Ketua MA tersebut dapat mengatasi problematika penegakan hukum di Indonesia.

Menurut Zainal, pendekatan heuristika dalam pemidanaan juga dapat memperkuat kebijakan-kebijakan negara. Sebab, melalui teori ini, hakim memiliki keleluasaan dalam menganalisis sebuah peristiwa hukum.

"Dengan demikian, diharapkan dapat melahirkan putusan yang berpedoman pada kebenaran. Sehingga masyarakat terpacu untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran," ucap Zainal.

Sedangkan Guru Besar Antropologi Hukum Fakuktas Hukum Univiversitas Indoneaia Prof Sulistyowati Irianto juga merespons positif konsep heuristika hukum. Sulis menyebut, konsep tersebut sangat penting untuk didiskusikan di kalangan akademik.

Rektor Universitas Muhamadiyah yang juga pakar hukum pidana Prof Syaiful Bakhri menyebut pendekatan heuristika hukum yang dikemukakan Ketua MA mencerminkan kematangan pemikiran.

"Heuristika hukum buah dari pergumulan mencari dan menemukan jawaban atas setiap permasalahan hukum yang ujungnya adalah penjatuhan putusan oleh hakim," ujar Syaiful Bakhri.

Pekerjaan hakim sebagaimana Ketua MA kata Syaiful, menguraikan secara lugas dalam pidato pengukuhannya, yakni upaya menyelaraskan hukum dan keadilan melalui kegiatan menafsirkan aturan, membentuk norma baru, mendorong gerak pembaruan hukum adalah representasi proses kreatif dalam menerima dan memutus perkara.

"Puncaknya adalah menjatuhkan pidana, sebagai kulminasi dari pergulatan nurani dan kerja kreatif Hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan," tutupnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1912 seconds (0.1#10.140)