Terbitkan Perpres Kenaikan Iuran BPJS, DPR Anggap Pemerintah Tak Taat Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dinilai sebagai bentuk ketidakpatuhan hukum. Sebab, sebelumnya pada Maret 2020 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Perpres Nomor 75 yang mengatur tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid mengatakan, penerbitan perpres itu pertama mengesankan pemerintah tidak taat hukum karena tidak menaati putusan MA. "Seharusnya pemerintah memberi contoh yang baik kepada masyarakat bagaimana taat asas bahwa semua orang sama di hadapan hukum. Putusan MA adalah putusan yang memiliki kekuatan hukum pasti, wajib hukumnya pemerintah melaksanakan putusan tersebut," ujarnya, Senin (19/5/2020). (Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Akan Munculkan Sengketa Hukum Kembali)
Selain itu, kata Anwar, kebijakan ini semakin tidak tepat dari sisi waktu dikeluarkannya saat bangsa dan rakyat hari ini sedang mengalamami tekanan ekonomi dan psikologis akibat dampak pandemi Covid-19. "Seharusnya pemerintah membuat keputusan yang bisa membuat rakyat tenang sehingga bisa dengan sabar menghadapi problem kehidupan ini," katanya.
Alih-alih demikian, kata Anwar, pemerintah justru membuat keputusan yang bisa membuat perasaan rakyat kecil yang sekarang sedang susah hati karena tekanan ekonomi, kehilangan pekerjaan dan usaha, tidak bisa pulang kampung dan mudik. (Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Permainkan Hukum dan Rakyat)
"Termasuk pemerintah daerah akan tergerus kemampuan fiskalnya karena mereka harus memikirkan PBU (peserta bukan penerima upah) daerah yang menjadi tanggungan daerah sementara APBD mereka saat ini terkuras habis untuk mengatasi Covid-19," urainya.
Karena itu, politikus Partai Demokrat itu meminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali perpres tersebut demi kebaikan semua. Anwar Hafid juga mengingatkan bahwa dampak pandemi ini khususnya di bidang ekonomi sudah sangat dalam sehingga meminta pemerintah memutihkan semua tunggakan BPJS Kelas III Mandiri.
Anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid mengatakan, penerbitan perpres itu pertama mengesankan pemerintah tidak taat hukum karena tidak menaati putusan MA. "Seharusnya pemerintah memberi contoh yang baik kepada masyarakat bagaimana taat asas bahwa semua orang sama di hadapan hukum. Putusan MA adalah putusan yang memiliki kekuatan hukum pasti, wajib hukumnya pemerintah melaksanakan putusan tersebut," ujarnya, Senin (19/5/2020). (Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Akan Munculkan Sengketa Hukum Kembali)
Selain itu, kata Anwar, kebijakan ini semakin tidak tepat dari sisi waktu dikeluarkannya saat bangsa dan rakyat hari ini sedang mengalamami tekanan ekonomi dan psikologis akibat dampak pandemi Covid-19. "Seharusnya pemerintah membuat keputusan yang bisa membuat rakyat tenang sehingga bisa dengan sabar menghadapi problem kehidupan ini," katanya.
Alih-alih demikian, kata Anwar, pemerintah justru membuat keputusan yang bisa membuat perasaan rakyat kecil yang sekarang sedang susah hati karena tekanan ekonomi, kehilangan pekerjaan dan usaha, tidak bisa pulang kampung dan mudik. (Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Permainkan Hukum dan Rakyat)
"Termasuk pemerintah daerah akan tergerus kemampuan fiskalnya karena mereka harus memikirkan PBU (peserta bukan penerima upah) daerah yang menjadi tanggungan daerah sementara APBD mereka saat ini terkuras habis untuk mengatasi Covid-19," urainya.
Karena itu, politikus Partai Demokrat itu meminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali perpres tersebut demi kebaikan semua. Anwar Hafid juga mengingatkan bahwa dampak pandemi ini khususnya di bidang ekonomi sudah sangat dalam sehingga meminta pemerintah memutihkan semua tunggakan BPJS Kelas III Mandiri.
(thm)