Pengakuan Marzuki Alie Dinilai Ungkit Perseteruan SBY-Megawati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengakuan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie dalam sebuah diskusi di Channel YouTube Akbar Faizal Uncensored yang diunggah pada Kamis 11 Februari 2021 menyita perhatian banyak pihak. Dalam diskusi dengan Akbar Faizal itu, Marzuki Alie mengungkapkan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) pernah menyampaikan bahwa Megawati Soekarnoputri dua kali kecolongan.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, pengakuan Marzuki Alie (MA) itu berpotensi kembali menghidupkan dendam politik Megawati kepada SBY . "MA dalam hal ini berpotensi kembali menghidupkan dendam politik Megawati, yang semestinya mulai padam, tetapi mengingatkan kontestasi SBY-Megawati," ujar Dedi Kurnia Syah kepada SINDOnews, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Soal Megawati Kecolongan 2 Kali, Pengamat Sebut SBY Perlu Klarifikasi
Dedi berpendapat, bukan tidak mungkin semangat permusuhan politik itu kembali tumbuh. "Terlebih Megawati saat ini miliki kuasa jauh lebih dominan dibanding SBY," ujarnya.
Maka itu, Dedi menilai putra sulung SBY yang kini menjabat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) perlu mengikat kuat solidaritas partai agar siap menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja akan dihadapi partai berlambang mercy itu menjelang kontestasi 2024. Di samping itu, Dedi menilai konteks pembicaraan yang diungkapkan Marzuki Alie itu sepertinya hanya soal kepiawaian SBY membaca momentum politik.
Baca juga: Pengakuan Marzuki Alie Semakin Menebalkan Jarak Megawati dengan SBY
"Terutama saat SBY memilih mundur dari daftar menteri saat itu, juga keberhasilannya memenangi pemilu (2004) dengan menggandeng Jusuf Kalla. Dua hal ini dianggap sebagai kekalahan Megawati, di mana justru SBY mampu melesat," kata Dedi.
Hanya saja, menurut Dedi, hal biasa yang sifatnya privasi itu diceritakan Marzuki Alie menjadi tidak etis. "Ada kesan MA mengungkit perseteruan Megawati-SBY. MA saya kira mulai kehilangan patriotisme pada Demokrat, juga pada SBY," pungkasnya.
Sekadar diketahui, SBY di kediamannya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 25 Juli 2018 pernah mengungkapkan bahwa hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri masih belum pulih alias masih ada jarak. Keretakan hubungan kedua tokoh itu diketahui setelah SBY memutuskan maju di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2004 bersaing dengan Megawati
Baca juga: Kepada Marzuki Alie, SBY Bilang Megawati Dua Kali Kecolongan
Sebelum SBY memutuskan itu, dia menolak ajakan Megawati untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2004. Saat diajak, Megawati Soekarnoputri menjabat Presiden RI, sedangkan SBY sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan.
Saat menjabat menteri Kabinet Gotong Royong itu juga SBY sudah diketahui sedang membangun partai baru, yakni Partai Demokrat. Saat itu, SBY membantah informasi yang dihimpun Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat itu, Jenderal (Purn) AM Hendropriyono.
Dan ternyata, SBY memang maju Pilpres 2004 sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK). Sedangkan Megawati menjadi capres berpasangan dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat itu, Hasyim Muzadi. SBY-JK menang Pilpres 2004.
Kemudian, SBY dengan Megawati kembali bertarung di Pilpres 2009. SBY saat itu berpasangan dengan Boediono, mantan gubernur Bank Indonesia. Sementara Megawati saat itu menggandeng Prabowo Subianto atau dikenal sebutan Mega-Pro. SBY pun kembali mengalahkan Megawati.
Selama sepuluh tahun pemerintahan SBY, Megawati menjadikan PDIP sebagai oposisi. Megawati juga selalu absen dalam acara perayaan Hari Kemerdekaan di Istana Kepresidenan Jakarta selama era SBY.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, pengakuan Marzuki Alie (MA) itu berpotensi kembali menghidupkan dendam politik Megawati kepada SBY . "MA dalam hal ini berpotensi kembali menghidupkan dendam politik Megawati, yang semestinya mulai padam, tetapi mengingatkan kontestasi SBY-Megawati," ujar Dedi Kurnia Syah kepada SINDOnews, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Soal Megawati Kecolongan 2 Kali, Pengamat Sebut SBY Perlu Klarifikasi
Dedi berpendapat, bukan tidak mungkin semangat permusuhan politik itu kembali tumbuh. "Terlebih Megawati saat ini miliki kuasa jauh lebih dominan dibanding SBY," ujarnya.
Maka itu, Dedi menilai putra sulung SBY yang kini menjabat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) perlu mengikat kuat solidaritas partai agar siap menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja akan dihadapi partai berlambang mercy itu menjelang kontestasi 2024. Di samping itu, Dedi menilai konteks pembicaraan yang diungkapkan Marzuki Alie itu sepertinya hanya soal kepiawaian SBY membaca momentum politik.
Baca juga: Pengakuan Marzuki Alie Semakin Menebalkan Jarak Megawati dengan SBY
"Terutama saat SBY memilih mundur dari daftar menteri saat itu, juga keberhasilannya memenangi pemilu (2004) dengan menggandeng Jusuf Kalla. Dua hal ini dianggap sebagai kekalahan Megawati, di mana justru SBY mampu melesat," kata Dedi.
Hanya saja, menurut Dedi, hal biasa yang sifatnya privasi itu diceritakan Marzuki Alie menjadi tidak etis. "Ada kesan MA mengungkit perseteruan Megawati-SBY. MA saya kira mulai kehilangan patriotisme pada Demokrat, juga pada SBY," pungkasnya.
Sekadar diketahui, SBY di kediamannya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 25 Juli 2018 pernah mengungkapkan bahwa hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri masih belum pulih alias masih ada jarak. Keretakan hubungan kedua tokoh itu diketahui setelah SBY memutuskan maju di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2004 bersaing dengan Megawati
Baca juga: Kepada Marzuki Alie, SBY Bilang Megawati Dua Kali Kecolongan
Sebelum SBY memutuskan itu, dia menolak ajakan Megawati untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2004. Saat diajak, Megawati Soekarnoputri menjabat Presiden RI, sedangkan SBY sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan.
Saat menjabat menteri Kabinet Gotong Royong itu juga SBY sudah diketahui sedang membangun partai baru, yakni Partai Demokrat. Saat itu, SBY membantah informasi yang dihimpun Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat itu, Jenderal (Purn) AM Hendropriyono.
Dan ternyata, SBY memang maju Pilpres 2004 sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK). Sedangkan Megawati menjadi capres berpasangan dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat itu, Hasyim Muzadi. SBY-JK menang Pilpres 2004.
Kemudian, SBY dengan Megawati kembali bertarung di Pilpres 2009. SBY saat itu berpasangan dengan Boediono, mantan gubernur Bank Indonesia. Sementara Megawati saat itu menggandeng Prabowo Subianto atau dikenal sebutan Mega-Pro. SBY pun kembali mengalahkan Megawati.
Selama sepuluh tahun pemerintahan SBY, Megawati menjadikan PDIP sebagai oposisi. Megawati juga selalu absen dalam acara perayaan Hari Kemerdekaan di Istana Kepresidenan Jakarta selama era SBY.
(zik)