Generasi Terus Berganti, Butuh Konsistensi Komunikasikan Toleransi

Selasa, 16 Februari 2021 - 07:30 WIB
loading...
A A A
Lebih lanjut dikatakan Devie, ketika para patron mendemonstrasikan suatu aksi, berpeluang besar diikuti oleh masyarakat luas. Lantas siapa saja para patron tersebut?

Sederhananya, kata dia, mereka yang masuk dalam kategori 4 K, yaitu individu-individu yang memiliki pertama, kekuasaan (RT, lurah, kades hingga presiden), kedua, adalah ketenaran (para selebritas), ketiga, kekayaan, dan yang keempat, yaitu kewibawaan yang bisa ada di tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat.

”Ketika para patron (panutan publik) ini menunjukkan sebuah perilaku, maka akan menimbulkan bandwagon effect (dampak ikutan). Ibaratnya lokomotif dan gerbong. Ketika lokomotif mengarah ke kanan, maka gerbong berpeluang mengikuti juga ke kanan, ” tutur Devie.

”Tugas pemerintah melakukan identifikasi tokoh publik yang masuk di antara kategori 4 K tersebut. Lalu dirangkul untuk dimohonkan menjelaskan kepada masyarakat tentang semangat dari SKB ini,” lanjut wanita yang juga dosen dan peneliti tetap Program Vokasi Humas Universitas Indonesia (UI) ini.



Menurut dia, munculnya SKB ini bisa dianggap sebuah sinyal bahwa memang perlu untuk terus mengingatkan masyarakat di sepanjang hayat. "Mengingat, generasi terus berganti. Toleransi itu tidak cukup kalau hanya sekadar tahu tapi juga harus dilatih,” ujar mantan Direktur Kemahasiswaan UI ini.

Toleransi dikatakannya termasuk dalam keterampilan sosial dan harus dilatih, bukan cuma dihafalkan. Menurut dia, tantangan dari metode pendidikan di Indonesia adalah lebih menekankan kepada upaya menghafalkan bukan mengamalkan.

”Nilai-nilai Pancasila, yang di antaranya toleransi, tidak pernah dipraktikkan sebagai sebuah amalan, berhenti pada hapalan semata,” ujarnya.

Devie mencontohkan soal kejujuran misalnya. Ini konsep abstrak, yang tidak boleh hanya diajarkan teorinya. Tapi konkret dilaksanakan, seperti tidak menyontek. "Jangan ambil jalan pintas. Atau konsep cinta Tanah Air, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau mengantri, sebagai wujud menjaga ketertiban dan persatuan bangsa," tandasnya.

Oleh karena itu, dia berpendapat toleransi dalam praktiknya tidak boleh memaksakan. Itu harus terus menerus diamalkan, bukan dihafalkan. Devie juga berpesan kepada siswa di sekolah, saat ini mereka adalah warga dunia, berbeda dengan generasi di masa lalu yang sangat terbatas untuk tersambung dengan orang dari belahan dunia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1320 seconds (0.1#10.140)