Merespons Krisis Ulama
loading...
A
A
A
Imam Shamsi Ali
Imam di Kota New York & Presiden Nusantara Foundation
Tanggal 29 Januari kemarin saya berkesempatan menjadi narasumber pada webinar ke 12 LP2PPM (Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren PP Muhammadiyah ). Acara yang dihadiri oleh tokoh pendidik dan pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah se-Indonesia itu mengambil tema "Pesantren Muhammadiyah sebagai Pusat Kaderisasi Ulama, Antara Realita, Harapan, dan Tantangan".
Dalam presentasi yang bersifat spontan itu, saya menyampaikan beberapa hal, antara lain, menekankan kembali bahwa Pondok pesantren adalah pusat pendidikan yang unik dan sejatinya dapat menjadi institusi pendidikan alternatif di saat dunia mengalami kebingungan dan kegoncangan. Di pesantren para siswa/siswi tidak saja menimba ilmu. Sesungguhnya mereka belajar tentang kehidupan dan menjalani hidup.
Saya juga kembali mengulangi hal yang selama ini sering saya sampaikan di banyak kesempatan. Bahwa sebagai putra bangsa, bagian dari negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia yang telah lama tinggal di luar negeri, saya cukup kalau dengan kenyataan bahwa Muslim Indonesia kurang dikenal dan dipertimbangkan oleh dunia internasional. Termasuk dalam hal keilmuan dan Keulamaan.
Di sinilah pondok pesantren harus tampil untuk merespon kegalauan dari putra-putri bangsa seperti saya sendiri. Dalam rangka merespon itulah masanya pondok pesantren ditampilkan secara “exceptional” (istimewa). Masanya stigma pesantren sebagai sekolah orang-orang rendahan, pembuangan anak-anak nakal dan tidak mampu harus dirubah.
Untuk terwujudnya Pondok pesantren yang exceptional tersebut, beberapa hal harus menjadi perhatian.
Satu, pondok pesantren abad kini harus mampu membangun wawasan global. Bahwa dunia kita saat ini adalah dunia global yang memiliki berbagai karakter di antaranya:
1) kecepatan yang dahsyat. Dengan kemajuan sains dan teknologi, khususnya di bidang informasi segala sesuatu bersifat instant. Di sinilah pesantren harus mampu mempersiapkan SDM yang jeli, cermat dan cekatan menangkap peluang yang ditawarkan oleh dunia.
2) dunia mengalami pengecilan. Semua manusia berada dalam satu rumah di bawah atap yang sama. Dan karenanya pilihan yang ada hanya damai dan kerjasama atau saling mengusur dari rumah yang menjadi milik bersama itu.
3) dunia global juga melahirkan kompetisi yang ekstra ketat. Di sinilah Pondok harus mempersiapkan SDM yang kompetitif (unggulan).
Dua, pondok pesantren tidak boleh kehilangan fondasi ruhiyahnya. Karena bagaimanapun juga pesantren adalah pusat pengokohan iman dan karakter.
Iman dalam Al-Qur'an itu digambarkan bagaikan pohon yang baik. Akarnya kuat menghunjam ke dalam tanah, rantingnya tinggi menjulang langit, dan memberikan buah-buah setiap saat dengan izin Tuhannya.
Sebuah penggambaran bahwa iman yang kokoh tidak mudah goyah, apalagi tercabut oleh keadaan apa pun. Ketinggiannya menggambarkan bahwa Iman itu harus “visible” (terlihat) dengan karya dan inovasi (amal saleh). Dan buah-buahnya memberi manfaat luas bagi manusia.
Imam di Kota New York & Presiden Nusantara Foundation
Tanggal 29 Januari kemarin saya berkesempatan menjadi narasumber pada webinar ke 12 LP2PPM (Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren PP Muhammadiyah ). Acara yang dihadiri oleh tokoh pendidik dan pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah se-Indonesia itu mengambil tema "Pesantren Muhammadiyah sebagai Pusat Kaderisasi Ulama, Antara Realita, Harapan, dan Tantangan".
Dalam presentasi yang bersifat spontan itu, saya menyampaikan beberapa hal, antara lain, menekankan kembali bahwa Pondok pesantren adalah pusat pendidikan yang unik dan sejatinya dapat menjadi institusi pendidikan alternatif di saat dunia mengalami kebingungan dan kegoncangan. Di pesantren para siswa/siswi tidak saja menimba ilmu. Sesungguhnya mereka belajar tentang kehidupan dan menjalani hidup.
Saya juga kembali mengulangi hal yang selama ini sering saya sampaikan di banyak kesempatan. Bahwa sebagai putra bangsa, bagian dari negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia yang telah lama tinggal di luar negeri, saya cukup kalau dengan kenyataan bahwa Muslim Indonesia kurang dikenal dan dipertimbangkan oleh dunia internasional. Termasuk dalam hal keilmuan dan Keulamaan.
Di sinilah pondok pesantren harus tampil untuk merespon kegalauan dari putra-putri bangsa seperti saya sendiri. Dalam rangka merespon itulah masanya pondok pesantren ditampilkan secara “exceptional” (istimewa). Masanya stigma pesantren sebagai sekolah orang-orang rendahan, pembuangan anak-anak nakal dan tidak mampu harus dirubah.
Untuk terwujudnya Pondok pesantren yang exceptional tersebut, beberapa hal harus menjadi perhatian.
Satu, pondok pesantren abad kini harus mampu membangun wawasan global. Bahwa dunia kita saat ini adalah dunia global yang memiliki berbagai karakter di antaranya:
1) kecepatan yang dahsyat. Dengan kemajuan sains dan teknologi, khususnya di bidang informasi segala sesuatu bersifat instant. Di sinilah pesantren harus mampu mempersiapkan SDM yang jeli, cermat dan cekatan menangkap peluang yang ditawarkan oleh dunia.
2) dunia mengalami pengecilan. Semua manusia berada dalam satu rumah di bawah atap yang sama. Dan karenanya pilihan yang ada hanya damai dan kerjasama atau saling mengusur dari rumah yang menjadi milik bersama itu.
3) dunia global juga melahirkan kompetisi yang ekstra ketat. Di sinilah Pondok harus mempersiapkan SDM yang kompetitif (unggulan).
Dua, pondok pesantren tidak boleh kehilangan fondasi ruhiyahnya. Karena bagaimanapun juga pesantren adalah pusat pengokohan iman dan karakter.
Iman dalam Al-Qur'an itu digambarkan bagaikan pohon yang baik. Akarnya kuat menghunjam ke dalam tanah, rantingnya tinggi menjulang langit, dan memberikan buah-buah setiap saat dengan izin Tuhannya.
Sebuah penggambaran bahwa iman yang kokoh tidak mudah goyah, apalagi tercabut oleh keadaan apa pun. Ketinggiannya menggambarkan bahwa Iman itu harus “visible” (terlihat) dengan karya dan inovasi (amal saleh). Dan buah-buahnya memberi manfaat luas bagi manusia.