Majelis Hakim Tolak Eksepsi Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan
loading...
A
A
A
Baca Juga: Kisah Urwah Jadikan Salat Sebagai Obat Bius Saat Diamputasi
Untuk diketahui, Pasal 14 ayat (1) berbunyi: Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Pasal 14 ayat (2) berbunyi: Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Sementara, Pasal 15 berbunyi: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Penasihat hukum terdakwa Syahganda Nainggolan membacakan surat keberatan atau eksepsi dalam lanjutan sidang, Senin (4/1/2021). Penasihat hukum petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menuturkan bahwa kliennya keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak menguraikan tempat dan waktu dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa," kata Koordinator Penasihan Hukum Syahganda, Abdullah Alkatiri, seusai sidang di PN Depok, Senin (4/1/2021).
Dirinya menuturkan bahwa JPU tidak memahami perbedaan antara menyampaikan pendapat dengan menyiarkan berita bohong. Dakwaan tersebut, kata Alkatiri, sudah melanggar hak dasar warga negara Indonesia (WNI) tentang kebebasan untuk menyampaikan informasi yang dilindungi UUD 1944, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dakwaan telah melanggar hak dasar WNI atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dilindungi oleh UUD 1945," tegasnya.
Untuk diketahui, Pasal 14 ayat (1) berbunyi: Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Pasal 14 ayat (2) berbunyi: Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Sementara, Pasal 15 berbunyi: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Penasihat hukum terdakwa Syahganda Nainggolan membacakan surat keberatan atau eksepsi dalam lanjutan sidang, Senin (4/1/2021). Penasihat hukum petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menuturkan bahwa kliennya keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak menguraikan tempat dan waktu dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa," kata Koordinator Penasihan Hukum Syahganda, Abdullah Alkatiri, seusai sidang di PN Depok, Senin (4/1/2021).
Dirinya menuturkan bahwa JPU tidak memahami perbedaan antara menyampaikan pendapat dengan menyiarkan berita bohong. Dakwaan tersebut, kata Alkatiri, sudah melanggar hak dasar warga negara Indonesia (WNI) tentang kebebasan untuk menyampaikan informasi yang dilindungi UUD 1944, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dakwaan telah melanggar hak dasar WNI atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dilindungi oleh UUD 1945," tegasnya.
(zik)