Jumhur, Syahganda, dan Rocky Gerung Gagas Diskusi Tanah untuk Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Diskusi bertajuk Tanah untuk Rakyat digelar di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Selasa (24/9/2024). Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan Jumhur Hidayat mengungkapkan, diskusi Tanah untuk Rakyat itu digagas oleh dirinya, Syahganda Nainggolan dari Sabang Merauke Circle, dan Rocky Gerung dari Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia.
Berkembangnya kecenderungan dugaan penyerobotan tanah rakyat secara terstruktur, sistematif, dan masif (TSM) menjadi sorotan sejumlah aktivis dalam diskusi tersebut. Ketua Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Moh. Ali menduga pelakunya adalah oligarki yang bekerja sama dengan penguasa dan aparat.
Dia juga menuding negara juga secara semena-mena mengambil paksa tanah adat yang sudah dihuni ratusan tahun oleh warga, dengan alasan warga tidak memiliki surat legal. Masalah tersebut diminta menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menguraikan modus perampokan tanah rakyat oleh oligarki itu, di antaranya dengan menetapkan status tanah di suatu daerah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Dia melanjutkan, rakyat ditekan untuk menjual tanah dengan harga sangat murah.
Dia menuding praktik tersebut terjadi di beberapa daerah, Rempang, Tangerang, dan Kalimantan Timur (Kaltim). Dia mengaku heran dengan sikap pemerintah yang dinilainya menyingkirkan warga lokal yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di suatu daerah.
Dia melanjutkan, kemudian menyerahkannya kepada pengusaha yang entah dari mana asalnya menguasai hingga 190 tahun. “Ini politik jahat yang lebih jahat dari kolonialisme,” ujar Didu.
Dosen Universitas Bung Karno Prof. Maman Suparman menyalahkan sistem PSN dan UU Cipta Kerja yang memudahkan perampasan tanah rakyat oleh para pemodal. Maman mendorong agar masalah tanah diatur dengan UU Pokok Agraria, dan UU Ciptaker dihapus.
Ketua Harian Dekopin dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono berpendapat, bukan hanya tanah rakyat, kelembagaan yang memberdayakan ekonomi rakyat di pedesaan seperi KUD, juga Posyandu perannya sudah mulai digeser oleh lembaga yang lebih berorientasi komersial. Namun, dia meyakini pemerintahan mendatang akan jauh lebih baik.
Berkembangnya kecenderungan dugaan penyerobotan tanah rakyat secara terstruktur, sistematif, dan masif (TSM) menjadi sorotan sejumlah aktivis dalam diskusi tersebut. Ketua Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Moh. Ali menduga pelakunya adalah oligarki yang bekerja sama dengan penguasa dan aparat.
Dia juga menuding negara juga secara semena-mena mengambil paksa tanah adat yang sudah dihuni ratusan tahun oleh warga, dengan alasan warga tidak memiliki surat legal. Masalah tersebut diminta menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menguraikan modus perampokan tanah rakyat oleh oligarki itu, di antaranya dengan menetapkan status tanah di suatu daerah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Dia melanjutkan, rakyat ditekan untuk menjual tanah dengan harga sangat murah.
Dia menuding praktik tersebut terjadi di beberapa daerah, Rempang, Tangerang, dan Kalimantan Timur (Kaltim). Dia mengaku heran dengan sikap pemerintah yang dinilainya menyingkirkan warga lokal yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di suatu daerah.
Dia melanjutkan, kemudian menyerahkannya kepada pengusaha yang entah dari mana asalnya menguasai hingga 190 tahun. “Ini politik jahat yang lebih jahat dari kolonialisme,” ujar Didu.
Dosen Universitas Bung Karno Prof. Maman Suparman menyalahkan sistem PSN dan UU Cipta Kerja yang memudahkan perampasan tanah rakyat oleh para pemodal. Maman mendorong agar masalah tanah diatur dengan UU Pokok Agraria, dan UU Ciptaker dihapus.
Ketua Harian Dekopin dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono berpendapat, bukan hanya tanah rakyat, kelembagaan yang memberdayakan ekonomi rakyat di pedesaan seperi KUD, juga Posyandu perannya sudah mulai digeser oleh lembaga yang lebih berorientasi komersial. Namun, dia meyakini pemerintahan mendatang akan jauh lebih baik.
(rca)