Dua Kalimat Ini Jadi Alasan Jumhur Hidayat Didakwa Sebar Hoaks
loading...
A
A
A
DEPOK - Salah satu pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks melalui akun Twitternya, @jumhurhidayat. Hal ini disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan dakwaan dalamsidang perdanadi PN Jakarta Selatan, Kamis (20/1/2021).
Menurut JPU, ada dua kalimat Jumhur yang dianggap sebagai berita hoaks. Pertama soalOmnibus Law UU Cipta Kerja. Pada25 Agustus 2020, Jumhur mencuitkalimat," Buruh Bersatu Tolak Omnibus Law yg akan membuat Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Berikutnya, pada 7 Oktober 2020 Jumhur kembali mencuit: "UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja, Klik untuk baca: http://kmp.im/AGA6M2".
(Baca:Aktivis KAMI Jumhur Hidayat Dengarkan Dakwaan Jaksa Secara Virtual)
"Terdakwa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. Adapun maksud terdakwa posting kalimat-kalimat tersebut agar orang lain dapat melihat postingan tersebut, tapi Terdakwa tidak mengetahui secara pasti isi dari Undang-Undang Cipta Kerja tersebut," ujar Jaksa, Kamis (20/1/2021).
Adapun isi dari UU Cipta Kerja itu, kata JPU, sejatinya tidak hanya membuka peluang usaha bagi investor asing, tapi juga bagi investor dalam negeri. UU itu menekankan prinsip keseimbangan untuk terbukanya peluang usaha bagi pengusaha dan perlindungan bagi pekerja ataupun buruh.
"Presiden RI, Joko Widodo juga memberikan klarifikasi terkait UU Ciptaker tersebut dalam pemberitaan. Perbuatan akibat terdakwa menerbitkan keonaran di masyarakat salah satunya muncul berbagai pro kontra mengenai ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah dan muncul kontra terhadap UU Ciptaker tersebut," tuturnya.
(Baca:KAMI Minta Syahganda, Jumhur, hingga Habib Rizieq Dibebaskan)
Akibat unggahan itu, beber JPUmuncul protes dari masyarakat melalui demonstrasi, salah satunya terjadi pada 8 Oktober 2020 yang berakhir ricuh. Kalimat itu dianggap bisa dengan mudah menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau SARA.
Maka itu, Jaksa pun mendakwa perbuatan Jumhur Hidayat merupakan tindak pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat 1 subsider pasal 14 ayat 2 UURI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 15 UURI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UURI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan dari UURI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut JPU, ada dua kalimat Jumhur yang dianggap sebagai berita hoaks. Pertama soalOmnibus Law UU Cipta Kerja. Pada25 Agustus 2020, Jumhur mencuitkalimat," Buruh Bersatu Tolak Omnibus Law yg akan membuat Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Berikutnya, pada 7 Oktober 2020 Jumhur kembali mencuit: "UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja, Klik untuk baca: http://kmp.im/AGA6M2".
(Baca:Aktivis KAMI Jumhur Hidayat Dengarkan Dakwaan Jaksa Secara Virtual)
"Terdakwa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. Adapun maksud terdakwa posting kalimat-kalimat tersebut agar orang lain dapat melihat postingan tersebut, tapi Terdakwa tidak mengetahui secara pasti isi dari Undang-Undang Cipta Kerja tersebut," ujar Jaksa, Kamis (20/1/2021).
Adapun isi dari UU Cipta Kerja itu, kata JPU, sejatinya tidak hanya membuka peluang usaha bagi investor asing, tapi juga bagi investor dalam negeri. UU itu menekankan prinsip keseimbangan untuk terbukanya peluang usaha bagi pengusaha dan perlindungan bagi pekerja ataupun buruh.
"Presiden RI, Joko Widodo juga memberikan klarifikasi terkait UU Ciptaker tersebut dalam pemberitaan. Perbuatan akibat terdakwa menerbitkan keonaran di masyarakat salah satunya muncul berbagai pro kontra mengenai ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah dan muncul kontra terhadap UU Ciptaker tersebut," tuturnya.
(Baca:KAMI Minta Syahganda, Jumhur, hingga Habib Rizieq Dibebaskan)
Akibat unggahan itu, beber JPUmuncul protes dari masyarakat melalui demonstrasi, salah satunya terjadi pada 8 Oktober 2020 yang berakhir ricuh. Kalimat itu dianggap bisa dengan mudah menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau SARA.
Maka itu, Jaksa pun mendakwa perbuatan Jumhur Hidayat merupakan tindak pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat 1 subsider pasal 14 ayat 2 UURI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 15 UURI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UURI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan dari UURI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
(muh)