JPPR Prediksi Pilkada 2022 dan 2023 Tetap Digelar, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Deputi Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Muhammad Hanif memprediksi Pilkada 2022 dan 2023 akan tetap dilaksanakan dengan dasar dari Undang-Undang Pemilu yang baru.
Diketahui, sebanyak 101 kepala daerah meliputi sembilan provinsi, termasuk DKI Jakarta merupakan daerah yang masa jabatannya kepala daerahnya akan berakhir pada tahun 2022 mendatang.
Sedangkan yang berakhir masa jabatan pada tahun 2023 mendatang ada 171 daerah yang meliputi 17 provinsi termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
"Amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 semua daerah yang berakhir di 2022 dan 2023 akan melakukan pemilihannya pada tahun 2024," ujar Muhammad Hanifah kepada SINDOnews, Rabu (20/1/2021).
Namun, kata dia, jika RUU Pemilu yang baru disahkan pada tahun 2021, yang didalamnya juga membahas Pilkada, maka akan ada konsekuensi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada secara otomatis tercabut.
"Artinya kalau ternyata di UU Pemilu yang baru menyebutkan bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 dibatalkan dan dikembalikan pada tahun 2022 dan 2023, maka pelaksanaan Pilkada di tahun tersebut bisa dilaksanakan," katanya.
Sebaliknya, dia mengatakan kalau ternyata di dalam UU Pemilu yang baru tidak membatalkan itu, maka Pilkada tetap lanjut di tahun 2024, dan daerah yang habis di tahun 2022 dan 2023 tentu akan diisi pelaksana tugas (Plt).
"Yang menarik jika 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan Pilkada, maka kepala daerah akan diisi oleh Plt, artinya daerah akan berjalan dengan kebijakan yang tidak strategis," ungkapnya.
Kemudian, dia menuturkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menyiapkan 272 Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah untuk tahun 2022 (101 daerah) dan 2023 (171 daerah).
"Angka yang cukup banyak untuk daerah yang diisi oleh Plt, alasan Pilkada 2020 tidak ditunda kan pemerintah menganggap bahwa 270 daerah jika diisi oleh Plt akan cukup merepotkan, maka alasan ini bisa juga dipakai untuk tahun 2022 dan 2023," ujarnya.
Di samping itu, dari sudut pandang peserta Pemilu, dia menilai Pilkada 2022 dan 2023 juga menjadi modal dasar peserta Pemilu untuk mengukur kekuatannya pada pertarungan di tahun 2024. Dia menambahkan, kalau Pilkada 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan, maka modal peserta Pemilu untuk bertarung di 2024 akan tidak ada.
"Jadi, kalau prediksi saya bisa dipastikan Pilkada 2022 dan 2023 akan tetap dilaksanakan dengan dasar dari UU Pemilu yang baru," tuturnya.
Diketahui, sebanyak 101 kepala daerah meliputi sembilan provinsi, termasuk DKI Jakarta merupakan daerah yang masa jabatannya kepala daerahnya akan berakhir pada tahun 2022 mendatang.
Sedangkan yang berakhir masa jabatan pada tahun 2023 mendatang ada 171 daerah yang meliputi 17 provinsi termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
"Amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 semua daerah yang berakhir di 2022 dan 2023 akan melakukan pemilihannya pada tahun 2024," ujar Muhammad Hanifah kepada SINDOnews, Rabu (20/1/2021).
Namun, kata dia, jika RUU Pemilu yang baru disahkan pada tahun 2021, yang didalamnya juga membahas Pilkada, maka akan ada konsekuensi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada secara otomatis tercabut.
"Artinya kalau ternyata di UU Pemilu yang baru menyebutkan bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 dibatalkan dan dikembalikan pada tahun 2022 dan 2023, maka pelaksanaan Pilkada di tahun tersebut bisa dilaksanakan," katanya.
Sebaliknya, dia mengatakan kalau ternyata di dalam UU Pemilu yang baru tidak membatalkan itu, maka Pilkada tetap lanjut di tahun 2024, dan daerah yang habis di tahun 2022 dan 2023 tentu akan diisi pelaksana tugas (Plt).
"Yang menarik jika 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan Pilkada, maka kepala daerah akan diisi oleh Plt, artinya daerah akan berjalan dengan kebijakan yang tidak strategis," ungkapnya.
Kemudian, dia menuturkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menyiapkan 272 Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah untuk tahun 2022 (101 daerah) dan 2023 (171 daerah).
"Angka yang cukup banyak untuk daerah yang diisi oleh Plt, alasan Pilkada 2020 tidak ditunda kan pemerintah menganggap bahwa 270 daerah jika diisi oleh Plt akan cukup merepotkan, maka alasan ini bisa juga dipakai untuk tahun 2022 dan 2023," ujarnya.
Di samping itu, dari sudut pandang peserta Pemilu, dia menilai Pilkada 2022 dan 2023 juga menjadi modal dasar peserta Pemilu untuk mengukur kekuatannya pada pertarungan di tahun 2024. Dia menambahkan, kalau Pilkada 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan, maka modal peserta Pemilu untuk bertarung di 2024 akan tidak ada.
"Jadi, kalau prediksi saya bisa dipastikan Pilkada 2022 dan 2023 akan tetap dilaksanakan dengan dasar dari UU Pemilu yang baru," tuturnya.
(dam)