Bobol BNI, Maria Pauline Didakwa Perkaya Diri hingga Rp1,2 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Maria Pauline Lumowa didakwa memperkaya diri sendiri dan koorporasinya hingga merugikan negara Rp1,2 triliun. Hal itu dilakukan dengan cara mengajukan pencairan letter of credit (L/C) yang melampirkan dokumen ekspor fiktif BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan. sehingga melanggar buku pedoman ekspor Bab III halaman 22.1 (IN/0075/INT tanggal 29 April 1998).
"Yaitu memperkaya terdakwa, memperkaya orang lain yaitu saksi Adrian Herling Waworuntu, memperkaya koorporasi yaitu PT Jaka Sakti Buana Internasional, PT Bima Mandala, PT Mahesa Karya Putra Mandiri, PT Parasetya Cipta Tulada, PT Infinity Finance, PT Brocolin International, PT Oenam Marble Industri, PT Restu Rama, PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Grahasali yang merugikan negara Rp 1.214.648.422.331,43 ," ujar jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/1/2021).
(Baca: Maria Pauline Mulai Disidangkan dalam Kasus Pembobolan BNI Rp1,7 Triliun)
Menurut jaksa, pada awal 2002 Maria menjalin hubungan bisnis dengan Adrian Waworuntu, Komisaris PT Sumber Sarana Bintan Jaya. Perusahaan ini tergabung dalam konsorsium perusahaan penambangan pasir laut di Kepulauan Riau. Maria meminta Adrian menjadi konsultan investasi pada PT Sagared Team.
Pengurus Sagared Team merupakan ornag-orang kepercayaan Maria, di antaranya Jane Iriany Lumowa () (adik kandung Maria/Presiden Direktur), Ollah Abdullah Agam (Managing Direktur), almarhum Adrian Pandelaki Lumowa (adik kandung Maria/ Manager Markerting) dan Titik Pristiwati (Manager Community Development).
Pada Agustus 2002, Maria bersama Ollah dan Edy Santoso selaku Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mengajukan permohonan kredit atas nama PT Oenam Marble, kelompok usaha PT Sagared Team. Permohonan kredit tersebut ditolak.
Setelah presentasi proposal soal pengajuan kredit pembayaran marmer atas nama PT Oenam Marble di kantor PT Oenam Marble, Edy Santoso meminta bantuan Maria untuk menutup kerugian BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan sebesar USD9.800.000 akibat terdapat pencairan L/C yang dilampiri dokumen ekspor fiktif yang tidak terbayar (unpaid) dari PT Mahesa Karya Putra Mandiri dan PT Petindo.
(Baca: Bobol BNI Rp1,7 Triliun, Maria Pauline Baru Kembalikan Rp500 Miliar)
Untuk menindaklanjuti permintaan Edy Santoso itu, Maria membeli beberapa perusahaan. PT Gramarindo Mega Indonesia, PT Magnetiq Usaha Esa Indonesia, PT Pan Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo dan PT Triranu Caraka Pasific yang tergabung dalam Gramarindo Group dibelinya dan diisi orang-orang kepercayaannya.
Ollah Abdulah Agam sebagai Direktur Utama PT Gramarindo Mega Indonesia, Adrian Pandelaki Lumowa (Alm) sebagai Direktur Utama PT Magnetiq Usaha Esa Indonesia, Titik Pristiwati sebagai Direktur Utama PT Bhinekatama Pasific, Aprilia Whidarta sebagai Direktur Utama PT Pan Kifros, Richard Kountul sebagai Direktur Utama PT Metrantara, Judi Baso sebagai Direktur Utama PT Basomasindo dan Jefrey Baso (Alm) sebagai Direktur Utama PT Triranu Caraka Pasific.
"Maria selanjutnya meminta kepada para direktur tersebut, untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sehingga seolah-olah perusahaan tersebut mengadakan ekspor," kata Jaksa.
Atas permintaan Maria, masing-masing perusahaan membuka rekening giro dan mengajukan pencairan dana dengan menyerahkan L/C berikut dokumen-dokumen yang diajukan sebagai pendukung ekspor berupa wesel ekspor kepada Bank BNI 46.
(Baca: Bareskrim Polri Perpanjang Penahanan Maria Pauline Lumowa)
Dan ternyata dokumen-dokumen pendukung tersebut adalah dokumen fiktif. Bank BNI 46 cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan tanpa melakukan klarifikasi kepada bank pengaju L/C (Roos Bank Switzerland, Milik is Bank Kenia, Word Street Banking Corporation Ltd, dan Dubai Bank Kenia Ltd) langsung menyetujui mengambil alih hak tagihnya. BNI menyetujui membayarkan ke rekening giro perusahaan-perusahaan yang dibeli Maria Pauline.
"Padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden dari Bank BNI 46 langsung menyetujui untuk mengambil alih (menegosiasi) hak tagihnya sebagaimana dokumen/wesel ekspor yang diajukan yang menyetujui untuk pengkreditan atau pembayaran ke rekening giro pihak perusahaan," kata Jaksa.
Maria juga didakwa melakukan pencucian uang ke dalam penyedia jasa keuangan PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance baik atas namanya sendiri maupun korporasi buatannya. Kepada PT Aditya Putra Pratama Finance, Maria menaruh dana USD4,8 juta dan Rp20,309 miliar. Pada PT Infinity Finance, Maria membeli 70% saham perusahaan tersebut sebesar USD1 juta dan modal kerja sebesar Rp4 miliar.
"Yaitu memperkaya terdakwa, memperkaya orang lain yaitu saksi Adrian Herling Waworuntu, memperkaya koorporasi yaitu PT Jaka Sakti Buana Internasional, PT Bima Mandala, PT Mahesa Karya Putra Mandiri, PT Parasetya Cipta Tulada, PT Infinity Finance, PT Brocolin International, PT Oenam Marble Industri, PT Restu Rama, PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Grahasali yang merugikan negara Rp 1.214.648.422.331,43 ," ujar jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/1/2021).
(Baca: Maria Pauline Mulai Disidangkan dalam Kasus Pembobolan BNI Rp1,7 Triliun)
Menurut jaksa, pada awal 2002 Maria menjalin hubungan bisnis dengan Adrian Waworuntu, Komisaris PT Sumber Sarana Bintan Jaya. Perusahaan ini tergabung dalam konsorsium perusahaan penambangan pasir laut di Kepulauan Riau. Maria meminta Adrian menjadi konsultan investasi pada PT Sagared Team.
Pengurus Sagared Team merupakan ornag-orang kepercayaan Maria, di antaranya Jane Iriany Lumowa () (adik kandung Maria/Presiden Direktur), Ollah Abdullah Agam (Managing Direktur), almarhum Adrian Pandelaki Lumowa (adik kandung Maria/ Manager Markerting) dan Titik Pristiwati (Manager Community Development).
Pada Agustus 2002, Maria bersama Ollah dan Edy Santoso selaku Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mengajukan permohonan kredit atas nama PT Oenam Marble, kelompok usaha PT Sagared Team. Permohonan kredit tersebut ditolak.
Setelah presentasi proposal soal pengajuan kredit pembayaran marmer atas nama PT Oenam Marble di kantor PT Oenam Marble, Edy Santoso meminta bantuan Maria untuk menutup kerugian BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan sebesar USD9.800.000 akibat terdapat pencairan L/C yang dilampiri dokumen ekspor fiktif yang tidak terbayar (unpaid) dari PT Mahesa Karya Putra Mandiri dan PT Petindo.
(Baca: Bobol BNI Rp1,7 Triliun, Maria Pauline Baru Kembalikan Rp500 Miliar)
Untuk menindaklanjuti permintaan Edy Santoso itu, Maria membeli beberapa perusahaan. PT Gramarindo Mega Indonesia, PT Magnetiq Usaha Esa Indonesia, PT Pan Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo dan PT Triranu Caraka Pasific yang tergabung dalam Gramarindo Group dibelinya dan diisi orang-orang kepercayaannya.
Ollah Abdulah Agam sebagai Direktur Utama PT Gramarindo Mega Indonesia, Adrian Pandelaki Lumowa (Alm) sebagai Direktur Utama PT Magnetiq Usaha Esa Indonesia, Titik Pristiwati sebagai Direktur Utama PT Bhinekatama Pasific, Aprilia Whidarta sebagai Direktur Utama PT Pan Kifros, Richard Kountul sebagai Direktur Utama PT Metrantara, Judi Baso sebagai Direktur Utama PT Basomasindo dan Jefrey Baso (Alm) sebagai Direktur Utama PT Triranu Caraka Pasific.
"Maria selanjutnya meminta kepada para direktur tersebut, untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sehingga seolah-olah perusahaan tersebut mengadakan ekspor," kata Jaksa.
Atas permintaan Maria, masing-masing perusahaan membuka rekening giro dan mengajukan pencairan dana dengan menyerahkan L/C berikut dokumen-dokumen yang diajukan sebagai pendukung ekspor berupa wesel ekspor kepada Bank BNI 46.
(Baca: Bareskrim Polri Perpanjang Penahanan Maria Pauline Lumowa)
Dan ternyata dokumen-dokumen pendukung tersebut adalah dokumen fiktif. Bank BNI 46 cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan tanpa melakukan klarifikasi kepada bank pengaju L/C (Roos Bank Switzerland, Milik is Bank Kenia, Word Street Banking Corporation Ltd, dan Dubai Bank Kenia Ltd) langsung menyetujui mengambil alih hak tagihnya. BNI menyetujui membayarkan ke rekening giro perusahaan-perusahaan yang dibeli Maria Pauline.
"Padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden dari Bank BNI 46 langsung menyetujui untuk mengambil alih (menegosiasi) hak tagihnya sebagaimana dokumen/wesel ekspor yang diajukan yang menyetujui untuk pengkreditan atau pembayaran ke rekening giro pihak perusahaan," kata Jaksa.
Maria juga didakwa melakukan pencucian uang ke dalam penyedia jasa keuangan PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance baik atas namanya sendiri maupun korporasi buatannya. Kepada PT Aditya Putra Pratama Finance, Maria menaruh dana USD4,8 juta dan Rp20,309 miliar. Pada PT Infinity Finance, Maria membeli 70% saham perusahaan tersebut sebesar USD1 juta dan modal kerja sebesar Rp4 miliar.
(muh)