Menanti Merger Gojek dan Tokopedia
loading...
A
A
A
SETELAH wacana penggabungan (merger) antara Gojek dan Grab menguap begitu saja, kini muncul berita lawas lainnya, yakni merger Gojek dan Tokopedia, yang tengah dalam proses. Manajemen kedua perusahaan digital raksasa Indonesia karya anak bangsa itu dikabarkan sedang melakukan pembahasan untuk merger. Sebagaimana dikutip Bloomberg, Gojek dan Tokopedia telah menandatangani dokumen persyaratan terperinci untuk due diligence atas bisnis masing-masing. Sebenarnya berita penggabungan kedua perusahaan tersebut sudah berembus sejak 2018, tetapi timbul tenggelam dan menyeruak lagi setelah Gojek dan Grab dipastikan batal merger.
Meski kevalidan dari sumber yang membeberkan rencana merger tersebut tak diragukan, kedua manajemen perusahaan memilih sikap yang sama, yakni tidak bersedia memberi komentar yang dinilai sebagai rumor dan spekulasi di pasar. Perlu dicatat, apabila rencana aksi korporasi itu terwujud, akan hadir perusahaan digital raksasa di Indonesia senilai USD18 miliar atau setara Rp250,2 triliun pada kurs Rp13.900. Layanan perusahaan hasil penggabungan mencakup transportasi, jasa pembayaran, layanan pesan antar hingga belanja daring. Kedua perusahaan akan bersinergi karena berbeda fokus lini bisnis yang digarap.
Langkah merger Gojek dan Tokopedia dikabarkan sebagai bagian dari rencana keduanya untuk melakukan penawaran saham perdana (initial public offering /IPO). Salah satu investor utama Tokopedia, yakni Softbank, diberitakan telah menyalakan lampu hijau untuk merger. Selain itu kedua startup paling bernilai di Indonesia itu memiliki sejumlah investor yang sama seperti Google, Temasek Holdings, Sequoia Capital India yang bisa semakin mempermulus penggabungan perusahaan. Adapun valuasi Gojek sebesar USD10,5 miliar dan Tokopedia USD7,5 miliar. Kedua pendiri perusahaan kabarnya telah bersahabat sejak 10 tahun lalu dan sudah mengantisipasi kelak suatu waktu bisa bersatu.
Sepertinya merger antara Gojek dan Tokopedia tidak akan menghadapi masalah serius terkait dengan regulator. Begitu pula secara internal diperkirakan merger akan berjalan tanpa hambatan berarti karena dua alasan. Pertama, kedua perusahaan memiliki sejumlah sumber pembiayaan yang sama sehingga tidak sulit meminta restu dari investor untuk merger. Kedua, mereka masing-masing memiliki layanan yang berbeda dalam bisnisnya. Berbeda ketika Gojek dan Grab hendak merger, hal itu bakal mengundang sejumlah masalah, mulai dari lini bisnis yang sama yang bisa menimbulkan monopoli hingga mitra alias driver ojek daring menolak penggabungan karena nasib mereka terancam sehingga meminta pihak regulator turun tangan.
Bagaimana ekosistem bisnis kedua perusahaan rintisan itu? Saat ini Gojek melibatkan lebih dari 1,5 juta mitra pengemudi dan sekitar 900.000 mitra usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tahun 2019 Gojek memasuki fase penguatan fundamental melalui perubahan strategi. Sepanjang masa pandemi korona (Covid-19), Gojek mencatat transaksi senilai USD12 miliar atau setara Rp170 triliun dan mengalami peningkatan sekitar 10% bila dibandingkan dengan 2019. Begitu pula bisnis Tokopedia berkembang pesat sepanjang masa pandemi ini. Tengok saja mitra Tokopedia pada Januari 2020 sebanyak 7,2 juta dan meningkat sebanyak 2,5 juta menjadi sebanyak 9,2 juta pada Agustus 2020. Sejumlah analis ekonomi meyakini merger tersebut bakal melahirkan banyak peluang baru bagi pelaku bisnis.
Lalu apa keuntungan bagi konsumen? Merger dua perusahaan rintisan yang berstatus decacorn dan unicorn itu, mengutip analisis ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, diyakini bakal membawa dampak positif bagi konsumen. Pasalnya ekosistem bisnis akan terbentuk secara mandiri. Tokopedia adalah platform jual beli barang dan Gojek memiliki layanan transportasi, makanan hingga layanan lain, yang bisa bersinergi layanan Tokopedia. Selain itu Gojek sudah merambah ke bisnis perbankan dengan mengambil alih 21% saham Bank Jago. Dengan sendirinya mitra Tokopedia akan lebih mudah mendapatkan pembiayaan.
Hanya saja Aviliani memberi catatan seputar produk yang diperjualbelikan di Tokopedia, sebab selama ini perusahaan e-commerce di Indonesia itu dikenal lebih banyak menjual barang impor. Bila terjadi demikian di Tokopedia, hal itu tidak akan banyak menguntungkan perekonomian nasional. Karena itu penjualan barang domestik harus dioptimalkan. Memang menarik apabila merger antara Gojek dan Tokopedia terwujud, selain akan melahirkan sebuah perusahaan digital raksasa di Indonesia, juga relatif jauh dari âjangkauanâ Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena memiliki lini bisnis yang berbeda bila dibandingkan bila Gojek dan Grab berjodoh alias merger.
Meski kevalidan dari sumber yang membeberkan rencana merger tersebut tak diragukan, kedua manajemen perusahaan memilih sikap yang sama, yakni tidak bersedia memberi komentar yang dinilai sebagai rumor dan spekulasi di pasar. Perlu dicatat, apabila rencana aksi korporasi itu terwujud, akan hadir perusahaan digital raksasa di Indonesia senilai USD18 miliar atau setara Rp250,2 triliun pada kurs Rp13.900. Layanan perusahaan hasil penggabungan mencakup transportasi, jasa pembayaran, layanan pesan antar hingga belanja daring. Kedua perusahaan akan bersinergi karena berbeda fokus lini bisnis yang digarap.
Langkah merger Gojek dan Tokopedia dikabarkan sebagai bagian dari rencana keduanya untuk melakukan penawaran saham perdana (initial public offering /IPO). Salah satu investor utama Tokopedia, yakni Softbank, diberitakan telah menyalakan lampu hijau untuk merger. Selain itu kedua startup paling bernilai di Indonesia itu memiliki sejumlah investor yang sama seperti Google, Temasek Holdings, Sequoia Capital India yang bisa semakin mempermulus penggabungan perusahaan. Adapun valuasi Gojek sebesar USD10,5 miliar dan Tokopedia USD7,5 miliar. Kedua pendiri perusahaan kabarnya telah bersahabat sejak 10 tahun lalu dan sudah mengantisipasi kelak suatu waktu bisa bersatu.
Sepertinya merger antara Gojek dan Tokopedia tidak akan menghadapi masalah serius terkait dengan regulator. Begitu pula secara internal diperkirakan merger akan berjalan tanpa hambatan berarti karena dua alasan. Pertama, kedua perusahaan memiliki sejumlah sumber pembiayaan yang sama sehingga tidak sulit meminta restu dari investor untuk merger. Kedua, mereka masing-masing memiliki layanan yang berbeda dalam bisnisnya. Berbeda ketika Gojek dan Grab hendak merger, hal itu bakal mengundang sejumlah masalah, mulai dari lini bisnis yang sama yang bisa menimbulkan monopoli hingga mitra alias driver ojek daring menolak penggabungan karena nasib mereka terancam sehingga meminta pihak regulator turun tangan.
Bagaimana ekosistem bisnis kedua perusahaan rintisan itu? Saat ini Gojek melibatkan lebih dari 1,5 juta mitra pengemudi dan sekitar 900.000 mitra usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tahun 2019 Gojek memasuki fase penguatan fundamental melalui perubahan strategi. Sepanjang masa pandemi korona (Covid-19), Gojek mencatat transaksi senilai USD12 miliar atau setara Rp170 triliun dan mengalami peningkatan sekitar 10% bila dibandingkan dengan 2019. Begitu pula bisnis Tokopedia berkembang pesat sepanjang masa pandemi ini. Tengok saja mitra Tokopedia pada Januari 2020 sebanyak 7,2 juta dan meningkat sebanyak 2,5 juta menjadi sebanyak 9,2 juta pada Agustus 2020. Sejumlah analis ekonomi meyakini merger tersebut bakal melahirkan banyak peluang baru bagi pelaku bisnis.
Lalu apa keuntungan bagi konsumen? Merger dua perusahaan rintisan yang berstatus decacorn dan unicorn itu, mengutip analisis ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, diyakini bakal membawa dampak positif bagi konsumen. Pasalnya ekosistem bisnis akan terbentuk secara mandiri. Tokopedia adalah platform jual beli barang dan Gojek memiliki layanan transportasi, makanan hingga layanan lain, yang bisa bersinergi layanan Tokopedia. Selain itu Gojek sudah merambah ke bisnis perbankan dengan mengambil alih 21% saham Bank Jago. Dengan sendirinya mitra Tokopedia akan lebih mudah mendapatkan pembiayaan.
Hanya saja Aviliani memberi catatan seputar produk yang diperjualbelikan di Tokopedia, sebab selama ini perusahaan e-commerce di Indonesia itu dikenal lebih banyak menjual barang impor. Bila terjadi demikian di Tokopedia, hal itu tidak akan banyak menguntungkan perekonomian nasional. Karena itu penjualan barang domestik harus dioptimalkan. Memang menarik apabila merger antara Gojek dan Tokopedia terwujud, selain akan melahirkan sebuah perusahaan digital raksasa di Indonesia, juga relatif jauh dari âjangkauanâ Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena memiliki lini bisnis yang berbeda bila dibandingkan bila Gojek dan Grab berjodoh alias merger.
(bmm)